Langsung ke konten utama

[Resensi Buku] Anak-anak Kota Lama by Renny Yaniar



Judul Buku : Anak-anak Kota Lama

Pengarang : Renny Yaniar

Ilustrator : Dionesia Nadya D.

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama (GPU)

Terbit : Cetakan Pertama, 2020

Tebal : 76 halaman

ISBN : 9786020636931

Genre : Fiksi Anak

Rating : 4/5 bintang

Harga : Rp85.000

Baca via Gramedia Digital

 

Sinopsis Buku :

Di Kota Lama ada rumah tua misterius, kedai yang sibuk, juga lapak kue dan es dadakan.

Di Kota Lama, ada persahabatan, pelajaran hidup, kelezatan, dan kegembiraan.

Di Kota Lama, ada Tika, Jojo, Dinda, Mario, dan Tami, anak-anak yang jadi saksi bahwa keragaman adalah kekayaan.

 

Resensi Buku :

Buku Anak-anak Kota Lama ini merupakan karya penulisnya yaitu Renny Yaniar dengan berkolaborasi bareng mbak Lily Wibisono dari Komunitas Lintas Budaya Indonesia. Tujuan penulisan buku ini untuk memelihara keragaman dan melestarikan budaya Indonesia terutama tentang Peranakan Tionghoa di Kota Lama Semarang. Ada tiga cerita dalam buku Anak-anak Kota Lama ini yaitu : rumah hantu, baju kerja Papa, dan Tami si Anak Berbakti. Ketiga kisah ini saling berhubungan namun diceritakan sangat ringan, jadi kamu bisa menikmatinya dengan santai sembari menikmati langit sore. Selamat membaca ya! ;)

 

Di kisah pertama berjudul Rumah Hantu, ada Jojo yang mengalami kejadian aneh. Ia merasa ada yang memanggilnya saat ia sedang melintas melewati rumah tua kosong. Rumah itu dikenal angker karena sudah lama tidak dihuni. Namun, ada temannya yang mengatakan bahwa dialah yang memanggil Jojo saat melihat ia melintas. Namun, Tika dan Mario, dua teman Jojo pun sama herannya, siapa yang dimaksud oleh Jojo?

 

Ternyata, ada satu anak pindahan bernama Dinda yang menjadi teman sekelas Jojo. Anak inilah yang menempati rumah kosong yang dulu dianggap angker. Rumah itu mulai dipugar dan direnovasi. Jojo dan kawan-kawannya bermain ke rumah Dinda dan melihat desain di dalam rumahnya. Rumah itu unik, desainnya bergaya Tionghoa Peranakan.

 

“Rumahmu beda dari kebanyakan rumah yang pernah kulihat, Dinda.” 

“Iya, mamaku bilang ini gaya Tionghoa Peranakan. Mama sengaja minta banyak ciri aslinya dipertahankan.” (hlm. 23)

 

Selain berkunjung, Jojo dan kawan-kawan juga membawa buah tangan yang dinikmati bersama. Rumah tua yang terkesan seram itu kini ramai oleh gelak tawa penghuninya.

 

Di kisah Rumah Hantu ini, anak-anak bisa belajar untuk menjadi berani, tidak takut lagi dengan sosok hantu. Selain itu, anak-anak juga bisa belajar bersosialisasi dengan budaya yang berbeda, misalnya : budaya Tionghoa Peranakan. Di sisi lain, anak-anak juga diajari untuk saling berbagi makanan dan mengenal kuliner lezat oleh-oleh khas Semarang antara lain : wingko babat, tahu goreng, moaci, dan lumpia.


Dalam setiap akhir cerita, mbak Renny Yaniar penulis buku Anak-anak Kota Lama mempersembahkan satu halaman khusus untuk mengenalkan budaya yang dimaksud dalam setiap cerita. Misalnya : tentang informasi orang-orang Peranakan Tionghoa di Indonesia, selain itu juga ada ciri-ciri rumah bercorak Tionghoa, antara lain :

 

“Warna merah paling banyak dipakai untuk dekorasi bagian dalamnya karena dianggap sebagai sarana keberuntungan dan positif.” 

“Rumah orang berada biasanya terdiri atas beberapa bangunan rumah dan pelataran luas. Namun, di daerah Pecinan yang lahannya sempit, biasanya berupa ruko (rumah-toko)

 

Masyarakat Tionghoa memang telah menjadi bagian dari masyarakat Kota Lama Semarang. Kota Semarang dikenal juga dengan kawasan Pecinan. Nah, di sana kita bisa menikmati kuliner khas Semarang dan banyak pula cagar budaya Tionghoa lainnya yang masih bisa dilihat di kota Semarang.

 

Di kisah kedua yaitu berjudul Baju Kerja Papa, ada kisah yang mengharukan. Di sebuah  kedai 5 rasa yang merupakan kedai lumpia dan masakan peranakan yang dikelola oleh pak Kiong. Pak Kiong adalah papa Jojo. Beliau dibantu oleh mama Jojo dan lima pegawai untuk mengurus kedai lumpia itu.

 

Ada Om Kian, adik papa Jojo yang sedang bermain di rumah. Saat itu, Jojo memperhatikan pakaian Om Kian. Omnya sangat keren karena berpakaian rapi dengan kemeja yang menarik. Namun, berbeda dengan papa Jojo yang lebih sering menggunakan pakaian santai seperti kaos berwarna merah. Jojo bertanya pada Papanya kenapa papa tidak menggunakan pakaian kerja yang menarik.

Keesokan harinya, Jojo diajak ke pasar untuk membeli berbagai bahan masakan di dapur. Saat buka kedai, Papa Jojo sibuk meracik menu masakan dibantu oleh koki kedai. Jojo diajak untuk membantu meracik rebung untuk lumpia. Barulah Jojo tahu bahwa pakaian papanya sesuai dengan kebutuhannya sehari-hari. Papa lebih nyaman pakai pakaian santai seperti kaos agar lebih menrap keringat dan nyaman digunakan untuk bekerja di dapur kedai. Sejak itu, Jojo sangat salut dengan pekerjaan papanya sebagai pengusaha lumpia di Semarang.

 

Di kisah kedua ini, tokoh utamanya masih menggunakan anak kecil bernama Jojo. Ia merupakan anak pedagang Lumpia. Di Semarang, kuliner khas Semarang yaitu lumpia memang didominasi oleh pedagang Tionghoa, terutama keturunan peranakan Tionghoa. Resep lumpia sudah ada sejak turun temurun. Nah, lumpia ini sangat dikenal di Semarang. Selain rasanya yang khas, aromanya juga sangat menyengat, berbeda dengan kuliner Semarang lainnya. Aroma menyengat yang berasal dari rebung berpadu dengan kriuknya kulit lumpia. Lumpia bisa digoreng dan dihidangkan bersama acar dan sambal.

 

Dalam kisah kedua ini, penulis masih menyajikan kekhasan Tionghoa yaitu berupa baju kerja papa Jojo yang berwarna merah. Merah yang menandakan keberuntungan dan energi positif bagi orang Tionghoa. Selain itu, penulis juga menunjukkan keuletan para keturunan Tionghoa yang menjadi pedagang.

 

Sejak dulu, pedagang Tionghoa dikenal cekatan dan ulet saat bekerja. Selain itu mereka sangat disiplin dan berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya tersebut. Selain itu, mereka juga ramah dan jago tawar menawar di pasar. Jadi, jangan heran jika kamu pun bisa bertemu dengan para pedagang Tionghoa yang cekatan dan ulet saat kamu berkunjung di kawasan Kota Lama Semarang.

 

Dalam kisah kedua ini, penulis menambahkan halaman “Tahukah kamu” yang berisi informasi tentang Bumbu Lima Rasa. Saya baru tahu tentang bumbu lima rasa ini lho. Ternyata, salah satu rahasia kuliner khas Tionghoa adalah bumbu kuliner Ngohiang yang artinya “lima rasa” dalam bahasa Hokkian. Bumbu lima rasa ini terdiri atas pekak (bunga lawang), cengkeh, lada, kayumanis, dan adas. Itulah sebabnya masakan Tionghoa sangat beraroma khas karena dicampur dengan rempah-rempah yang bercitarasa unik.  

 

Selain itu, kamu bisa menemukan cerita lainnya tentang kekhasan kuliner Tionghoa di halaman “Tahukah Kamu”, antara lain kisah tentang sejarah kuliner Lumpia di Semarang, kisah kuliner tahu (Tauhu) dan kuliner Capcai yang dalam bahasa Hokkian artinya “sepuluh sayuran”.

 

Untuk kisah ketiga berjudul Tami si Anak berbakti, kamu bisa menikmati kisah tentang Tami, sahabat Jojo yang pintar. Tami sangat senang bersekolah, namun adik-adiknya sangat banyak di rumah dan butuh biaya lebih untuk merawat mereka. Itu sebabnya, saat Tami diajak untuk darma wisata ke Borobudur, Tami tidak bisa ikut serta. Bagaimana kisah Jojo dan teman-temannya untuk membantu Tami? Kamu bisa baca di buku anak ini.

 

Menurut saya, meskipun kisahnya sederhana, namun cara penyampaiannya sangat khas dan berbeda dibanding penulis lainnya. Selain itu, penulis juga bisa memberikan informasi yang bagus tentang budaya dan sejarah peranakan Tionghoa di Semarang. Selain itu ada juga sejarah filosofi 24 anak-anak yang berbakti dalam tradisi Tionghoa. Wah, buat saya yang orang dewasa saja informasi ini sangat bermanfaat dan belum pernah saya dapatkan di tempat lain, apalagi bagi anak-anak ya. :D


Kisah Jojo dan teman-temannya ini akan membangkitkan rasa penasaran anak-anak tentang serba serbi kehidupan masyarakat di Kota Lama Semarang. Sebagai bagian masyarakat, anak-anak kota Lama melebur dalam kisah cerita yang diungkapkan penulis. Ada hal yang bikin saya takjub, cara penulis mengisahkan tidak terkesan menggurui. Selain itu, ilustrasinya sangat menawan, yang mengingatkan saya pada buku-buku anak saat saya kecil. Hehe

 

Nah, buat kamu yang penasaran gimana kisahnya, kamu bisa baca di buku Anak-anak Kota Lama karya Renny Yaniar ini ya. Selamat membaca! See you next review ya! ;)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Gadis Kretek by Ratih Kumala

  Judul Buku : Gadis Kretek Pengarang : Ratih Kumala Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan Ketiga, Juli 2019 Tebal : 275 halaman ISBN : 978-979-22-8141-5re Rating : 5 bintang Genre : Novel Sastra Indonesia Harga Buku : Rp 75.000 Baca Ebook Gadis Kretek pdf di Gramedia Digital Beli novel Gadis Kretek di Shopee (klik di sini)

[Resensi Buku] Sang Keris - Panji Sukma

  Sang keris Judul : Sang Keris  Pengarang : Panji Sukma Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan Pertama, 17 Februari 2020  Tebal : 110 halaman Genre : novel sejarah & budaya ISBN : 9786020638560 Rating : 4/5 ⭐ Harga buku : Rp 65.000 Baca ebook di aplikasi Gramedia Digital ❤️❤️❤️

Resensi Buku Funiculi Funicula (Before The Coffee Gets Cold) by Toshikazu Kawaguchi

  Judul   Buku : Funiculi Funicula Judul Asli : Kohii No Samenai Uchi Ni (Before The Coffee Gets Cold) Pengarang : Toshikazu Kawaguchi Alih Bahasa : Dania Sakti Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan kedua, Mei 2021 Tebal : 224 halaman ISBN : 9786020651927 Genre : Novel Fantasi - Jepang Rating : 4/5 bintang Harga Buku : Rp 70.000 Baca via Gramedia Digital