Judul : 30 Paspor Di Kelas Sang Profesor (Jilid
1)
Penulis : JS Khairen, dkk
Penerbit : Noura Books
Terbit : Cetakan ketiga, Desember 2014
Tebal : 328 hlm.
Bepergian ke
tempat baru dengan informasi, uang, waktu, dan pengetahuan terbatas
sesungguhnya bisa mengubah nasib manusia. Keterbatasan itu belum tentu membuat
kita tersudut tanpa kemampuan keluar dari kesulitan sama sekali. Rhenald
Khasali memaksa para mahasiswanya di kelas Pemasaran Internasional (Pemintal) untuk
keluar dari zona nyaman mereka. Sang profesor menyuruh anak-anak muda itu untuk
menjelajah negeri baru yang bahasa dan budaya berbeda dengan Indonesia sebagai
bagian dari tugas kuliah.
Dengan berbekal
paspor, ketiga puluh mahasiswa berjuang untuk terus menyelesaikan misi mereka
di negara tujuan masing-masing. Buku ini adalah jilid pertama yang berisi 15
kisah perjalanan para mahasiswa yang melakukan perjalanan ini tersasar di empat
benua. Pilihan yang berat adalah saat seorang mahasiswa hanya memilih satu
negara, jika seorang temannya sudah memilih negara tersebut tidak boleh dipilih
oleh yang lain. Perebutan negara tujuan pun menjadi sebuah ajang pertaruhan
karena inilah yang akan membuat perjalanan menjadi berbeda.
Banyak mahasiswa
yang menemukan pengalaman unik dan mendebarkan. Mulai dari kesulitan mengurus
paspor, ketinggalan pesawat, digoda kakek-kakek genit, kena tipu pengemis,
hingga hampir saja kehabisan uang dan menggelandang di bandara. Segala
pengalaman itu tidak akan terjadi jika perjalanan ini penuh perencanaan. Faktanya,
anak-anak muda sering dibiarkan bersantai hingga orangtua lebih suka mengambil
alih tanggungjawab mereka. Ini yang melatarbelakangi Rhenald Khasali untuk
meminta para mahasiswa merasakan moment bepergian ke negara asing sendirian.
Agar tahu bagaimana rasanya mengambil alih keputusan untuk diri sendiri. Selfdriving, not passenger.
“Dalam keterasingan, bagus bagi anak muda untuk membangun diri. Dialog diri ini akan menimbulkan self awareness (kesadaran diri) untuk membentuk karakter yang kuat.”
Dari kelima
belas kisah, ada beberapa yang saya suka seperti kisah Ragil yang menikmati
perjalanan ke negeri es, Islandia. Ia mengalami sendiri merasakan keterasingan
yang sangat kental karena tidak ada satu orang pun yang ia kenal di negeri es tersebut.
Berbekal kenekatan karena penasaran dengan Islandia, ia melakukan perjalanan
seorang diri hingga menjelajahi satu persatu museum dan tempat wisata lainnya
di Islandia. Ada pula pengalaman seorang barber shop bernama Egi yang mengalami
banyak hal menarik. Seperti menunggu antrian di barber shop ternama di seluruh
dunia yang dikenal di Belanda hingga berfoto dan bertukar cinderamata dengan
para barber shop tersebut.
Ada pula pengalaman
Ismi di Laos yang merasakan perkenalannya dengan pemilik hostel yang ramah.
Mereka saling bertukar cerita seputar negara baik budaya, politik maupun
ekonominya. Pengalaman tersasar memang akan selalu membekas, yang paling
penting adalah kenangan yang diperoleh darinya. Hikmahnya para mahasiswa jadi
belajar untuk mandiri dengan mengandalkan keputusan yang diambil diri sendiri.
Bukan dari teman, dosen, atau orang tua.
“What we learn with pleasure, we never forget.” – Alfred Mercier
Membaca jilid 1
ini, saya diajak untuk berputar keliling empat benua. Rasanya masih banyak rasa
penasaran yang belum terselesaikan. Perjalanan yang kaya dengan hikmah dan
nuansa yang berbeda dibandingkan jika saya membaca buku traveling yang ditulis
para traveler tulen. Kota yang dikunjungi pun kebanyakan kota yang belum banyak disinggahi para pelancong. Di setiap tulisan para mahasiswa juga disisipi
nasihat-nasihat dari Rhenald Khasali. Bahasa yang digunakan pun khas para
mahasiswa, walau dikompilasi oleh JS. Khairen, namun setiap orang punya
keunikan gaya bertutur dan hikmah kisah masing-masing. Buku ini juga detail dan
disertai dengan foto di setiap cerita. Sehingga pembaca bisa ikut merasakan
petualangan para rajawali muda yang belajar mengepakkan sayap ini.
Saya juga jadi
tahu bedanya perjalanan yang direncanakan dengan matang dan yang hanya asal
jalan. Jika direncanakan dengan matang, perjalanan akan terasa lebih berisi dan
berhikmah. Namun jika asal jalan akan ada banyak hal yang merintangi yang akan
membuat nyali ciut untuk menyelesaikan perjalanan. Bagaimana pun, perjalanan
tetaplah milik para pejalan itu sendiri. Karena perjalanan adalah menemukan
diri sendiri dengan bantuan Tuhan di setiap langkah kaki kita. Overall,
4 bintang untuk buku ini.
kebetulan memang pengen baca buku ini ^__^ resensinya enak dibaca, jadi makin pengen beli. terima kasih ya ^__^
BalasHapusWoo ini kisah beneran tho, kirain fiksi
BalasHapusSemakin penasaran pengen baca buku ini. Makasih sudah meresensi!
BalasHapus