Judul : Leafie Ayam Buruk Rupa dan Itik
Kesayangannya
Pengarang : Hwang
Sun-mi
Penerjemah : Dwita
Rizki Nientyas
Penerbit : Qanita
Terbit : 2013
Tebal : 224 hlm.
ISBN :
978-602-9225-75-4
“Seandainya aku bisa mengerami telur sekali saja, seandainya aku bisa melihat kelahiran anak ayam...”
Leafie,
ayam petelur betina yang tinggal di peternakan memiliki keinginan sederhana
yang ingin diwujudkan. Seandainya ia bisa mengerami telur sekali dalam
hidupnya. Leafie selama ini tinggal di kandang berkawat, ia tak pernah
sekalipun bisa mengerami telurnya karena telur itu selalu diambil oleh majikan
untuk dijual. Setiap memandangi keluarga ayam, bebek, dan anjing di halaman, ia
sangat ingin bisa bergabung dengan mereka. Menjadi seekor ayam yang bisa
mengerami telurnya sendiri. Sayangnya hari demi hari kesedihan hanya membuat
Leafie menjadi semakin kurus dan penyakitan. Ia dianggap sebagai Pyegye, jadi
majikannya membuangnya di lubang kematian, lubang tanah yang hanya berisi
tumpukan mayat ayam-ayam pesakitan yang telah sekarat.
Leafie
beruntung saat ia dibuang, ia masih tersadar hingga bisa menyingkir dari jerat
kematian yang dilancarkan Musang. Berkat
pertolongan Bebek pengelana, ia pun bisa keluar dari lubang dan bergabung
dengan keluarga halaman. Sayangnya keluarga halaman tidak mau menerimanya
karena dianggap membawa penyakit dan membahayakan keselamatan ayam-ayam di
halaman.
Leafie
pun dekat dengan bebek pengelana yang sama-sama terasing di kawanan bebek
rumahan. Keduanya sepakat untuk saling menolong. Bebek pengelana memperingatkan
Leafie untuk berhati-hati terhadap kedatangan musang karena sejak Leafie tidak
di kandangnya, ia akan mudah diburu oleh musang yang berkeliaran di sekitar
rumah majikannya.
Leafie
tak percaya hingga suatu hari ia mengalami sendiri apa yang membuat ia harus
berani menghadapi sebuah risiko. Dikejar musang sebagai mangsa hingga
berhari-hari bahkan Leafie memutuskan untuk berkelana. Ada sebuah kejadian yang
membuat Leafie menemukan sebuah telur tak bertuan. Ia pun mengerami telur itu
hingga menetas dan menganggapnya anak ayam. Padahal yang ia lahirkan adalah
anak bebek alias itik. Bebek pengelana meninggal saat menyelamatkan nyawa
Leafie dan telur yang dieraminya. Namun, apa maksud sebenarnya yang ingin
disampaikan oleh bebek pengelana sebelum ia meninggal? Mengapa ia menyuruh
Leafie menuju bendungan, bukan rumah keluarga halaman?
***
Buku
terjemahan Korea ini sudah lama jadi wishlist saya sejak dulu. Baru setelah
membaca beberapa rekomendasi dari teman saya memutuskan untuk membeli buku ini.
Buku yang berkisah tentang fabel antara ayam buruk rupa dan itik kesayangannya
ini membuat saya kagum karena kisah kebijakan hidup yang ingin disampaikan penulisnya. Kisah ini telah diterjemahkan ke dalam 10
bahas ini diadaptasi pula menjadi film animasi yang disambut di festival Cannes
dan menjadi best family film 2011 di Sitges Festival, Spanyol. Saya sendiri
belum menonton filmnya, jadi tak bisa membandingkan apakan filmnya sama dengan
isi bukunya.
Leafie
merupakan kisah yang mengharu biru, lengkap berkisah tentang perjuangan, cinta
dan kebebasan sejati. Leafie yang ingin menjadi ayam yang ingin mengerami
telurnya, leafie yang ingin keluar dari sarang, leafie yang ingin melihat isi
dunia dengan berkelana hingga berpindah-pindah rumah. Saya butuh waktu 3 hari
untuk menghabiskan bacaan ini, mungkin karena efek terjemahan jadi lebih lama
dicerna ceritanya.
Ada
banyak kebijaksanaan hidup yang saya pelajari dari Leafie dan teman-temannya.
Bagaimana mereka hidup selama ini mencerminkan ekosistem yang saling berkaitan
satu sama lain. Tanpa ayam, musang tak akan bisa makan. Begitu pun dengan ayam
dan bebek, ia harus bertelur untuk bisa terus berkembang biak. Jika salah satu prosesnya hilang, maka dunia
hewan tidak akan seimbang, yang akan berpengaruh pada manusia juga. Proses
makan dan dimakan menunjukkan superioritas yang pada akhirnya membentuk fakta
bahwa siapa yang paling kuat dialah yang menang. Tanpa hal itu, mereka akan
tergerus oleh pemangsa.
Leafie
yang punya keinginan untuk dipanggil ibu membuat saya trenyuh karena tidak
banyak ayam seperti dirinya yang bisa keluar dari rumah halaman dan bertahan
hidup selama berkelana di padang, hutan bambu, hingga bendungan sambil menjaga
anak itiknya. Leafie yang bahkan tak punya pengalaman apa pun tentang mengerami
telur dan menjaga anak ibarat sosok ibu yang ingin memiliki anak namun bukan
dari rahimnya sendiri. Pasti akan sulit untuk menerima kenyataan bahwa yang dia
jaga bukanlah anaknya sendiri, dari kaumnya sendiri.
Respon
keluarga rumah halaman mengingatkan saya pada masyarakat kita yang seringkali
mengucilkan orang lain saat orang tersebut berbuat hal yang tidak diinginkan.
Seperti Leafie yang dianggap penyakitan hingga diusir dari rumah halaman. Tak
satu pun tempat baginya. Ada pula anggapan bahwa bebek rumahan dan bebek
pengelana adalah beda. Padahal mereka sama-sama bebek. Bedanya tentang ras dan
tempat tinggal.
Bagi
Leafie, hidup terkungkung dalam kandang tak menyenangkan. Ia bisa makan dengan
lahap, tapi telurnya akan diambil terus menerus. Bahkan hingga ia tidak bisa
membedakan anak ayam dengan anak itik. Leafie simbol bagi orang-orang yang
menginginkan kebebasan sejati. Meski pada akhirnya kebebasan sejati harus
ditebus dengan harga yang mahal. Leafie
yang bebas menamai dirinya sendiri, Leafie yang mencintai anaknya sepenuh hati,
Leafie yang berkelana hingga tak meninggalkan jejak apapun bagi pemburu untuk
menemukannya. Saya melihat semangat Leafie untuk terus mengejar impiannya dan
bertahan di tengah ujian yang menempanya. Leafie bukan lagi ayam betina yang
hanya bisa bertelur, ia menjelma menjadi ayam pemberani yang mengorbankan
banyak hal dalam hidupnya demi anak itik yang bukan darah dagingnya.
Karakter
hewan lain yang saya suka di buku ini adalah bebek pengelana. Ia yang terus
menerus mengorbankan dirinya untuk melindungi apa yang ia pertahankan selama
ini. Bebek pengelana memang bukan bebek yang senang berbicara dan mengungkapkan
isi pikirannya yang berpikir jauh ke depan. Ia hanya hewan yang tahu bagaimana caranya
melindungi tanpa banyak bicara.
Ada dialog yang saya suka di buku ini :
“Dedaunan ibu dari para bunga. Bernapas sambil bertahan hidup walau dihempas angin. Menyimpan cahaya matahari dan membesarkan bunga putih yang menyilaukan mata. Jika bukan karena dedaunan, pohon pasti tidak dapat hidup. Dedaunan benar-benar hidup. Leafie – dedaunan, benar, nama yang sangat cocok untukmu.” (hlm 85)
"Tidak pernah ada yang berhenti dan beristirahat di setiap sudut padang rumput. Jika ada yang mati, ada yang lahir. Perpisahan dan pertemuan datang disaat yang hampir bersamaan. Karenanya ia tidak dapat selalu bersedih." (hlm 99)
“Aku tidak tahu kenapa harus hidup begini. Apa karena aku memiliki keinginan? Walaupun begitu, keluar dari halaman adalah keputusan yang tepat. Apalagi keluar dari kandang kawat besi.” (hlm. 140)
“Kau harus melakukan hal yang kau inginkan. Coba tanya pada dirimu, apa yang kau inginkan.” (hlm. 195)
Buku
ini membuat pandangan saya tentang sastra Korea menjadi lebih berwarna. Selain
juga karena bahasannya yang unik dan memberikan makna baru tentang bagaimana
bertahan hidup dan menggapai impian terbesar yang ingin diraih. Overall, 4/5 bintang untuk buku ini.
Link film Leafie di youtube
Postingan ini diikutsertakan dalam Project Battle Challenge #31HariBerbagiBacaan
aduh ceritane apik, melaske ya Leafie.
BalasHapusAku lagi golek filme.
Aku juga naksir buku ini dari dulu, semoga bisa kesampaian baca bukunya juga :))
BalasHapusNovel Korea yak. Ceritanya kelihatannya asyik, yak...ternyata novel Korea tidak hanya melulu tentang sageuk ataupun melodrama...ada juga fabel yang bagus yak.
BalasHapusSaya juga udah baca novel ini Kak, dan benar kok, full of meaning. Bener-bener banyak banget pesan moral dalam kehidupan yang digambarkan melalui Bu Leafie ini. Serta perjuangannya itu loh yang bikin saya standing applause.
BalasHapusHuaaa sedih gitu ceritanya, kasian Leafie. Jadi nggak tega deh makan telur telur ayam, krn dibalik itu bisa jadi ada seekor ayam yg menginginkan keluarga seperti Leafie inu :/
BalasHapusOooh itu filmnya sdh rilis ya mba? Mau nntn ah