Judul Buku : Sehidup
Sesurga
Pengarang : Fahd
Pahdepie
Penerbit : Pandamedia
Terbit : Juni 2016
Tebal : 210 hlm.
ISBN : 978-979-780-845-7
Rating : 4/5
bintang
Blurb :
Mereka
bilang, pernikahan kita tidak akan baik-baik saja. Bahwa kau tak akan bisa
selalu membuatku bahagia dan aku akan membuat masalah-masalah dalam hidupmu
jadi lebih rumit.
Namun,
kita tahu lebih baik.
Kita
tahu sebesar apa kita saling mencintai. Kitalah yang menjalani, menjadi tuan
bagi hidup kita sendiri. Kita akan tumbuh menjadi sepasang manusia yang
menumpas semua kesulitan bersama-sama. Kita tahu kalau kita berbeda, itulah
sebabnya ita bertekad untuk saling melengkapi satu sama lain.
Di
atas semua keraguan orang lain, kita akan saling menumbuhkan keyakinan. Di
sana, kita bangun sebuah rumah dengan tangan dan jerih payah sendiri. Kita pasang pintu dan jendela. Kita
isi dengan sofa, tempat tidur, karpet, mesin jahit, atau apa saja yang kita
kumpulkan satu per satu dengan cinta.
Kemudian,
kita akan tertawa, menceritakan semua kata orang sambil bercanda, memaklumi
semua keraguan mereka yang tak beralasan, sambil mensyukuri dan merayakan
pernikahan kita yang memang tak punya alasan apa pun.
Kecuali
karena kita saling mencintai, sehidup sesurga.
Resensi Buku :
Menikahimu,
Aku
ingin melakukannya sekali saja.
Mencintaimu,
Aku
ingin bersamamu selama-lamanya
Sehidup,
sesurga.
Sehidup
Sesurga, adalah sebuah upaya Fahd Pahdepie untuk merekonstruksi makna dari
frasa Sehidup Semati. Baginya, “Cinta yang hidup barangkali harus melampaui
kematian. Jika cinta kita kepada seseorang yang mendampingi kita selama hidup
harus berakhir di sebuah episode bernama kematian, betapa pendek usia cinta
kita. Ia seharusnya hidup lebih lama lagi. Sebab, meski telah melewati momen
kematian, cinta itu seharusnya tetap hidup untuk membersamai sepasang
pencintanya menuju surga.“ (hlm. Ix)
Buku
ini kelanjutan kisah dari buku Rumah Tangga, karya Fahd sebelumnya. Ia
mendapatkan banyak pencerahan seputar buku yang dihasilkannya, bahwa buku
tersebut bisa mempengaruhi hidup banyak orang. Itu sebabnya ia beranggapan bahwa
jika ada buku yang mengisahkan bagaimana menguatkan hati sebelum menikah, atau
seandainya ada bagian yang memuat kisah agar pembaca bisa tetap yakin bahwa
orang yang telah dinikahi bisa terus membersamai dalam sedih maupun bahagia,
dan seandainya ada buku rumah tangga berikutnya. Itu sebabnya Fahd mengumpulkan
kisah ini lalu membukukannya.
Ada
banyak kisah yang membuat saya suka dengan pemikiran Fahd dan Rizqa, istri
Fahd. Dalam dialog-dialog yang ditulis Fahd, kentara sekali betapa besarnya
cinta Fahd pada perempuan ini, dengan cara yang santun dan menguatkan. Kontemplasi
yang diperoleh lewat percakapan singkat selama mereka menjalani rumah tangga,
bahkan sebelum Fahd memutuskan untuk menikah ia mendalami alasan mengapa ia
memilih Rizqa sebagai istrinya. Mengapa ia ingin menikah muda, bukan beberapa
tahun kemudian.
Fahd
menikahi perempuan ini dengan sadar, bukan hanya karena faktor kecantikan atau
kepintaran saja. Tapi lebih dari itu, kenyamanan yang dibangun dalam hubungan
mereka membuat Rizqa pun mempu menjadi dirinya sendiri dan mengembangkan
potensi dirinya setelah pernikahan itu.
Fahd
mengatakan bahwa, “Man Jadda wa jodoh. Barang siapa yang bersungguh-sungguh,
maka akan berjodoh.” Iya, Fahd memang bersungguh-sungguh memantaskan
dirinya dan berdoa untuk jodohnya, karena dia sudah ketemu Rizqa sejak mereka
sekolah.
“Jika kamu mencintai seseorang, tuliskan namanya di selembar kertas, lalu simpan di dompetmu! Setelah itu, lupakan saja. Jika kalian berjodoh, nama itu akan tetap tersimpan sebagai doa yang kelak akan mempersatukan kalian berdua.”
Kenapa
disuruh ditaruh di dompet, mungkin maksudnya biar dibaca terus namanya tiap
buka dompet, baik dompetnya ada isinya atau lagi bokek. Ahahaa. :p Praktis
kalau inget namanya kan bakalan ngedoain semoga dia jodoh, atau sejenis itu
deh. ;)) Berdoa kan sama dengan merayu Allah, begitu pun menyebut satu nama
dalam doa, itu kalau diulang-ulang ya siapa tahu jodoh kan ya. Allah yang tahu
yang terbaik buat hambanya.
Perihal
menikah di usia muda, Fahd mendapatkan nasihat dari seseorang tentang cara
memantapkan keputusannya untuk menikah.
“Taruh hatimu di puncak gunung. Banyak orang yang membuat keputusan dalam hidup, tetapi tak belajar untuk menguatkan hatinya. Padahal, dengan hati yang lemah, keputusan apa pun selalu mudah digoyahkan. Hati yang lemah selalu sibuk denan perasaan cemas, ragu, dan takut. Hatinya tak ada di puncak gunung. Hati yang tersimpan di puncak gunung tak akan merasa lelah karena yang lelah adalah tubuh yang mendaki. Hati yang tersimpan di puncak gunung tak akan terbakar, karena yang terbakar adalah hutan-hutan yang kita jelajahi selama memperjuangkan mimpi. Hati yang tersimpan di puncak gunung tak akan tergelincir, karena yang tergelincir adalah tindakan dan pilihan-pilihan bodoh yang kita buat. Hati yang tersimpan di puncak gunung adalah hati yang kita buru dengan perasaan yang kuat!” (hm. 15)
“Impian bisa kita ubah. Tapi, cinta kita harus kita kejar dan perjuangkan.” (hlm 15)
Saya jadi paham mengapa ada orang yang merasa lelah dengan pernikahannya. Mungkin semacam lelah karena berharap terlalu banyak pada sosok yang dinikahinya, sehingga keputusan menikah pun disesalkan. Padahal seharusnya ketika kamu sudah memutuskan untuk memilih, tinggal menjalani sepenuh hati dan memperjuangkan sekencang apapun badai di luar sana. Kejar kebahagiaan yang ada di rumah, karena jika pasangan itu tidak saling mengupayakan, ya namanya berjuang sendirian.
“Proses meyakinkan pasangan untuk mewujudkan impian bersama itu harus dimulai dengan terus menjadi pribadi yang membelum, pribadi yang selalu dalam proses. Sehingga sama-sama menjalin komitmen untuk bersama mewujudkan impian-impian besar yang mereka miliki. (hlm. 19)
Fahd
juga mendapat nasihat dari Kyainya saat ingin menikah. Kyainya menganggap bahwa
Fahd belum siap untuk menikah. Itu sebabnya ia menyarankan untuk berpuasa. Tapi
Fahd tidak tahu apa makna dibalik nasihat itu, hingga sang kyai pun berkata,
“Sahur mengajarimu tentang persiapan dan perencanaan. Mungkin kamu akan kuat berpuasa dengan tanpa sahur. Namun, dengan bangun sahur, kamu melatih dirimu menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Kau mempersiapkan dirimu untuk menjalani puasa sebaik mungkin. Kau menghitung apa yang perlu kau makan saat sahur sehingga sahurmu baik, kau akan siap melakukan yang terbaik dalam puasamu. Puasa bukan hanya melatihmu tentang kesabaran. Ia juga melatihmu kejujuran dan rasa hormat. Nilai-nilai itulah yang penting kau miliki saat berumah tangga. Apa gunanya berpuasa, tetapi kau tak menjalani puasa itu? Apa gunanya menahan haus dan lapar, tetapi kau hanya tidur seharian? Itulah mengapa semua aktivitas yang kau lakukan selama puasa memiliki nilai yang berlipat ganda, jika kau menyadari betapa penting semuanya untuk meningkatkan kualitas dirimu sebagai seorang manusia.” (hlm. 24)
“Kelak jika sudah saatnya, kau akan berbuka. Itu bukan tentang melampiaskan nafsumu. Bukan tentang membayar semua lapar yang kau tahan seharian. Buka puasa mengajarkan kita dua hal. Pertama, ia adalah tentang menyadari bahwa diri kita punya batas-batasnya. Kita tak bisa terus-menerus menahan lapar dan haus, kan? Maka kita perlu makan. Batas itu mengajari kita sikap mawas diri. Kedua, buka puasa juga mengajari kita tentang merayakan kebahagiaan, Percuma saja kualitas dirimu meningkat selama puasa jika kau tak memberi ruang kepada dirimu sendiri untuk berbahagia. Dua hal itu kelak penting untukmu berumah tangga.” (hlm. 25)
Saya
suka dialog Rizqa dengan Fahd. Lovable deh. *uhuk :p
“Bagaimana kalau ternyata kita nggak bisa menyelesaikan masalah yang kita hadapi? Tak bisa memenuhi tanggang jawab kita sebagai manusia? Tak sanggup menjalani konsekuesi dari pilihan-pilihan yang kita ambil?”
“Aku bisa lebih cemas dari kamu, tetapi buat apa? Siapa nanti yang bisa kamu ajak cerita?”
Iya
juga ya. Hahaha. xD Kalau dua orang yang sama-sama takut, nanti masalah nggak akan
selesai. Tapi kalau salah satunya tetap bersikap waras ketika yang lain sedang
ada di ambang batas ketakutannya, ya semuanya masih bisa diselesaikan dengan
pikiran jernih. Masalah akan muncul kalau dua-duanya hobi ngedrama. Lol. Kan
nggak lucu kalau dikit-dikit ngedramain sesuatu yang sebenarnya bisa dicari
solusinya. Bukannya ditakuti karena ketakutan semu yang ada di dalam pikiran.
Selama masih ada Allah, semua akan baik-baik saja. :)
Ada
juga bahasan 7 hal yang harus dihindari dalam pernikahan. Apa aja? Saya nggak
perlu jelasin rinciannya ya. Tapi point-pointnya aja. Yaitu : jangan saling
membicarakan di belakang, jangan saling menjudge pasangan, jangan menciptakan
pikiran negatif, meminimalkan komplain, tidak mau mengakui kesalahn dan saling
menyalahkan, jangan berbohong, dan menghindari dogmatisme dalam pernikahan.
“Menurut saya, tak ada kompetisi dalam hubungan suami
istri. Sebab, kita berada di tim yang sama.” (hlm. 71)
Kalau
bagi Rizqa dan Fahd, pernikahan adalah tentang hal-hal yang terjadi dalam hidup.
Semuanya akan terlibat dan dirasakan oleh keduanya. Bukan hanya tentang
mengejar impian besar, tapi juga menikmati hal-hal kecil. Terutama tentang
obrolan yang penting nggak penting tetep diobrolin disela kesibukan mereka. Itu
salah satu cara untuk mengeratkan hubungan, kan?
Dan menutup
bahasan tentang rumah tangga, Fahd menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang
penting dalam hidup berumah tangga sebagai miniatur kehidupan sosial. Yaitu
adanya cinta kasih dan rasa hormat, ihwal berbagi peran, keluarga mengajari
kita kemungkinan baru, dialog, dan memilah mana yang publik dan privat. Jadi
jika keluarga kecil kita bahagia, kita pun akan bahagia saat berinteraksi
dengan orang lain di luar hubungan kekerabatan.
See,
apa kamu sudah punya gambaran tentang buku ini? Fahd akan lebih banyak
bercerita di bab-bab lainnya, jadi baca saja bukunya ya! Overall, 4
bintang untuk buku Sehidup Sesurga karya Fahd Pahdepie ini. ;)
Sudah 2 kali baca bukunya Fahd, Kak. Tapi bukan yang ini.
BalasHapusPenasaran deh sama yg ini. Kayaknya bakal bikin senyum-senyum juga kayak 2 buku sebelumnya, bikin melting parah haha. Jadi pengen nikah xD
Yang ini bagus, tan. Baca gih buruan. Biar cepet nikah *lho Ahahaha.
HapusIntan Udah baca yang judulnya apa? Aku malah belum kelarin Jodoh dan Rumah Tangga. Wekeke. Ngantri dulu deh bacaannya. Belum sempet baca-baca lagi. :')
mau nanya dong kak, novel ini kira kira ada kekurangannya ngga? mau buat tugas soalnya hehe.
BalasHapusmakasih kak, semoga dijawab