Judul Buku : Battle
Hymn of The Tiger Mother
Pengarang : Amy
Chua
Penerbit : Gramedia
Pustaka Utama
Terbit : Cetakan
Kedua, Desember 2011
Tebal : 237 hlm.
ISBN : 978-979-22-7082-2
Rating : 4/5
bintang
Tahukah
kamu bahwa sebagian besar orang China memiliki tujuan hidup yang jelas dengan
pencapaian yang ingin diraih? Misalnya seperti para atlit bulutangkis Indonesia
yang kebanyakan menghasilkan medali emas adalah keturunan China. Misalnya, Susi
Susanti. Pencapaian itu dilakukan dengan sadar. Mereka rela menghabiskan uang,
waktu, tenaga dan pikiran demi bisa memenuhi target yang dibuatnya, yaitu
medali emas. Bukan medali yang lain.
Hal
ini salah satu bukti bahwa ada banyak orang di Indonesia yang menerapkan bagaimana
cara mendidik anak agar sukses ala China. Dalam hal pengasuhan anak, ibu China
memang cenderung untuk mengeksplore kemampuan anaknya hingga titik limit yang
bahkan anak itu sendiri tidak yakin bisa mencapainya.
Sebutlah
seorang teman saya, dia pernah terus-menerus menjadi juara di kelasnya. Nilai
ulangannya selalu bagus, tapi ia sama sekali tidak mendapatkan kasih sayang
sebagaimana yang ia harapkan dari orangtua pada umumnya. Ia jarang mendapatkan
pujian untuk pencapaian yang ia hasilkan. Namun, ibunya akan terus-menerus
membuat ia percaya dan yakin bahwa kemampuannya bisa lebih dari itu, sehingga
les ini itu tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Ibu China percaya bahwa anaknya mampu menjadi murid “terbaik”, dan “pencapaian” di sekolah mencerminkan keberhasilan dalam membesarkan anak-anak. (hlm. 5)
Artinya,
ibu China hanya menganggap bahwa anaknya bisa berhasil dalam segala hal, jadi
ia tidak bisa mentolerir kesalahan ketika anaknya tidak menjadi yang terbaik di
bidang yang ia harapkan. Kenyataan ini cukup sulit diterima terutama bagi
anak-anak China yang akhirnya merasa tertekan dengan sikap orang tuanya yang menuntut terlalu banyak
pencapaian dengan hasil yang menakjubkan. Sedangkan yang kita tahu, dunia
parenting Barat menjunjung tinggi keberagaman dalam hal bakat anak yang bisa berbeda
satu sama lain dan kebebasan untuk menjadi diri sendiri tanpa perlu harus
selalu bergantung dengan pilihan orang tuanya.
Sama
halnya dengan Amy Chua, penulis buku Battle Hymn of The Tiger Mother
ini, ia beranggapan bahwa kedua anaknya yaitu Sophia dan Lulu bisa berhasil di bidang
musik yang mereka tekuni. Sophia dengan pianonya, dan Lulu dengan biolanya. Sehingga
mereka berdua bisa menjadi pemusik yang handal dan bersinar di kancah
internasional. Pemikiran ini muncul dimulai sejak mereka kanak-kanak. Bahkan saat
usia 3 tahun, Sophia sudah mendapatkan pelajaran piano yang pertama.
Amy
Chua memberlakukan banyak aturan bagi kedua anaknya, antara lain dilarang
menginap di rumah teman, jangan main bersama teman-teman, ikut drama di
sekolah, mengeluh karena tidak diizinkan ikut drama di sekolah, menonton tv
atau main game komputer, memilih kegiatan ekstrakurikuler sendiri, mendapat nilai
di bawah A, tidak mendapat nomor satu di setiap pelajaran kecuali olahraga dan
drama.
Apa
saja keyakinan ibu China terhadap anaknya?
1.
Tugas sekolah selalu
menempati urutan pertama
2.
Nilai A minus itu jelek
3.
Anak-anak harus mencapai
taraf penguasaan matematika dua tahun di atas kemampuan teman-teman sekelasnya.
4.
Orangtua tidak boleh memuji
anak di depan orang lain.
5.
Kalau anak sampai pernah
berbeda pendapat dengan guru atau pelatih, orangtua harus membela guru atau
pelatih.
6.
Satu-satunya kegiatan yang
boleh dilakukan anak adalah kegiatan yang memungkinkan mereka memenangkan
medali
7.
Medalinya harus medali
emas. (hlm. 5)
Orang
tua China punya dua keunggulan dibandingkan orangtua Barat yang membuat Amy
paham bahwa ia berhak untuk melakukan hal-hal di atas pada anaknya. Apa itu?
1. Cita-cita yang lebih tinggi untuk anak-anaknya
2. Rasa hormat yang lebih besar terhadap anak-anaknya dalam mengenal seberapa banyak hal yang mampu mereka pelajari. (hlm. 8)
Bagi
orang tua China, rasa hormat menempati urutan teratas, mereka mengaggap bahwa
seorang anak yang tidak patuh pada orangtuanya akan menjadi anak durhaka. Dalam keyakinan
konfusius, anak-anak wajib untuk berbakti pada orang tua apapun yang terjadi,
sehingga hal tersebut membuat hierarki anak pada orang tua tetap pada
tempatnya. Orang tua dalam kebudayaan China tetap dihormati bahkan hingga anak
tersebut menikah dan memiliki keluarga sendiri, orang tua China tetap bisa
memberi pengaruh pada anaknya.
Berbeda
dengan orangtua Barat yang cenderung memisahkan diri mereka dengan anaknya
ketika usia mereka sudah 18 tahun. Saat anak usia segitu, anak akan dilepas
untuk mengarungi hidup sendiri, membiayai diri mereka dengan menjadi pekerja
paruh waktu. Yang pasti anak-anak barat sudah lepas dari pengawasan orang tua.
Dan orang tua barat menganggap bahwa mencampuri urusan anak tidaknya penting, sehingga
kekerabatan mereka kerap terputus ketika anak sudah dewasa.
Amy
Chua juga beranggapan bahwa cita-cita yang lebih tinggi untuk anak-anaknya
sangat penting. Ia menikah dengan seorang Yahudi. Itu sebabnya ia mendedikasikan
dirinya untuk menerapkan parenting ala orangtua China karena suaminya, Jed
lebih bersikap bebas saat berhadapan dengan anak-anak. Jed tidak memiliki
gambaran bagaimana seorang anak akan menghadapi dunianya. Amy lah yang lebih
sering mengarahkan perihal pendidikan anak-anaknya. Akan kemana mereka setelah
lulus, bagaimana progres nilai mereka selama sekolah, bagaimana hasil les
musiknya, dll.
“Di Barat, kepatuhan sering dikaitkan dengan anjing dan sistem kasta, tetapi dalam budaya China, hal ini dianggap sifat yang paling mulia - apapun risikonya. “ (hlm. 12)
Namun, saat Amy berhadapan dengan kedua putrinya, ia tak kuasa saat harus bertengkar dengan Lulu. Lulu memiliki sifat pemberontak yang tak pernah Amy temukan sebelumnya pada diri anak pertamanya, Sophia. Lulu tak segan-segan untuk ngambek saat les dimulai.
“Lulu akan memilih membeku kedinginan ketimbang mengalah.” (hlm. 13)
Nama
belakang Chua yang Amy miliki ia warisi
dari kakeknya yang berasal dari Provinsi Fujian di China Selatan. Generasi kakek
dan neneknya memilih migrasi ke Filipina lalu menjadi pedagang untuk hidup layak.
Namun, ayah Amy memilih bermigrasi ke Amerika dan membangun dunia baru di sana.
Amy sadar bahwa ia berbeda dengan temannya. Ia diwajibkan orang tuanya untuk
membawa bekal ke sekolah, dan diharuskan berbicara bahasa China di rumah. Hukumannya
jika melanggar adalah sekali pukulan sumpit untuk setiap kata bahasa Inggris
yang terlontar. Ia berlatih piano dan matematika setiap sore dan tidak pernah
diizinkan menginap di rumah temannya.
“Rapor kami harus sempurna, sementara teman-teman kami dapat hadiah karena mendapat angka B, angka A minus tidak ada dalam kamus kami.”(hlm. 16)
Kini,
generasi Sophia dan Lulu adalah generasi yang Amy Chua cemaskan. Karena kerja
keras orang tua dan kakek neneknya, generasi ini lahir di tengah kenyamanan
kelas menengah ke atas, hal ini akan berpengaruh pada kemerosotan kualitas
generasi. Itu sebabnya Amy mengambil alih untuk mendidik Sophia dan Lulu dengan
keras. Ia selalu menekankan Sophia dan Lulu untuk lancar berbahasa China dan
menjadi murid yang berprestasi dengan angka tertinggi untuk semua pelajaran. Nasihatnya
adalah, “Selalu periksa jawaban ulangan kalian tiga kali.” Ia juga mengajarkan
anaknya untuk fokus dalam musik klasik.
“Musik klasik merupakan lawan dari kemerosotan, lawan dari kemalasan, kekasaran, dan kemanjaan.”
“Jangan sombong dan bersikaplah rendah hati dan sederhana. Yang terakhir akan jadi yang pertama.”
“Jangan pernah mengeluh atau mencari alasan. Kalau ada yang tidak adil di sekolah, buktikan saja keunggulan kita dengn belajar dua kali lebih keras dan dia kali lebih baik.”
“Sophia berlatih piano paling tidak 90 menit setiap hari, termasuk akhir pekan. Di hari-hari les piano, kami berlatih dua kali lipat lebih lama. Dan saya tidak pernah keluar uang sesen pun untuk menyogoknya.”
“Orangtua China paham bahwa tidak ada yang menyenangkan sampai kita bisa menguasainya dengan baik. Agar dapat menguasai apa pun, kita harus belajar, dan anak-anak tidak pernah dengan sendirinya mau belajar.”
“Berlatih, berlatih, dan berlatih dengan tekun berperan sangat penting dalam menghasilkan kehebatan, berlatih berulang-ulang tidak dianggap penting di Amerika.”
Lulu
dan Sophia bersaing dalam hal menghasilkan pencapaian yang terbaik di bidang
musik yang mereka tekuni. Latihan musik rutin yang Amy lakukan bersama Lulu
berarti mereka saling mengancam, memeras dan menindas. Amy memang bukan ibu
Barat yang akan bahagia bila anaknya baik-baik saja. Ia lebih memilih menempa
anaknya, Lulu dengan melatih anaknya untuk main biola dengan baik.
“Cara satu-satunya bagi Lulu untuk dapat keluar dari bayangan kakaknya yang berperforma unggul adalah dengan memainkan alat musik yang lebih sulit dan lebih hidup. Alasan saya tidak memilih musik gamelan karena saya memuja kesulitan dan pencapaian.” (hlm. 42)
“Orang tua Barat prihatin tentang keadaaan jiwa anak-anak mereka. Orangtua China memegang teguh kekuatan dan bukan kerapuhan.” (hlm. 53)
“Orang tua menuntut nilai sempurna karena mereka yakin bahwa anak mereka mampu mendapatkannya. Anak-anak China sepanjang hidupnya harus membalas budi kepada orangtua mereka dengan mematuhi dan membuat orangtua mereka bangga.” (hlm. 55)
“Orangtua China yakin mereka tahu apa yang terbaik untuk anak-anak emreka dan oleh sebab itu mengabaikan semua keinginan dan pilihan anak-anak mereka.” (hlm. 56)
“Orangtua Barat percaya pentingnya pilihan pribadi dan menjunjung tinggi kemandirian, kreativitas dan sikap mempertanyakan kekuasaan.” (hlm. 57)
Dalam
buku Battle Hymn of The Tiger Mother, Amy digambarkan mirip ibu macan yang
mengaum kencang untuk menghalau musuh di sekitarnya. Ibu macan yang lebih
sering marah-marah karena ingin anaknya berhasil dalam hidup dengan membentuk
karakter anak yang lebih kuat lewat tempaan skill dan etos kerja. Amy lebih
sering menekankan perbedaan antara prinsip parenting ala orangtua China dan
orangtua Barat yang saling berbeda satu sama lain.
Amy
memberi saya pemahaman bahwa kultur atau budaya yang dimiliki oleh seorang ibu
akan mempengaruhi bagaimana anak akan dibentuk selama proses pendidikan sejak
usia dini. Kultur China yang keras dan cekatan dalam berbagai hal membentuk
kualitas yang berbeda dengan orang lain.
Orang
China pada khususnya, dan orang Asia pada umumya memiliki kecenderungan untuk
teliti dan melakukan suatu hal berulang-ulang, terbukti dengn pertanian yang
jadi pencaharian orang Asia. Itu sebabnya matematika bertumbuh pesat dan
menjadi primadona di wilayah Asia. Mudah menemukan para ilmuwan di kawasan Asia
karena memang anak-anak Asia lebih cepat memahami matematika bahkan sejak usia
sekolah dasar. Namun, berbeda dengan di Barat, ruang untuk berkreativitas
dibangun seluas-luasnya sehingga teknologi terbaru sering muncul justru dari
dunia barat yang lebih open minded. Well ya, begitulah bedanya. ;)
Amy mengaggap
bahwa hal-hal yang ia lakukan pada Lulu dan Sophia sebagai cara khas China.
Tetapi banyak orangtua bukan China yang punya pola pikir yang sangat mirip
dengannya. Menurutnya, sebagai orang tua, salah satu hal terburuk yang dapat
dilakukan untuk harga diri anak adalah membiarkan mereka menyerah. Amy
menganggap bahwa orang tua China punya pendapat yang benar-benar berbeda
tentang cara melakukan parenting ala dirinya sendiri.
“Anak harus memiliki keahlian, etos kerja, dan keyakinan di dalam diri mereka – sesuatu yang tidak pernah dapat dicuri dari mereka.” (hlm. 65)
“Membesarkan anak cara China jauh lebih berat dibadingkan cara Barat. Tidak ada waktu santai sama sekali.” (hlm. 131)
“Kalau sudah bekerja keras seperti ini, kamu tahu kamu sudah mengerjakan segala yang dapat dilakukan, maka apa yang akan terjadi tidak penting lagi.” (hlm. 135)
“Memenangkan hadiah memberikan kita kesempatan dan itu erarti kebebasan.” (hlm. 192)
Overall,
buku Battle Hymn of The Tiger Mother karya Amy Chua ini cocok
bagi kamu yang ingin memahami bagaimana orang China bisa berhasil dalam hidup
mereka. Pembaca bisa belajar bagaimana prinsip hidup yang orangtua China pegang
teguh selama ini dapat membawa anak-anak mereka pada pencapaian yang lebih
tinggi dibanding teman sebayanya. Well ya, 4 bintang untuk buku ini. :)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya. ^_^