Judul Buku : Si
Babi Ungu
Pengarang : Enid
Blyton
Penerbit : Gramedia
Pustaka Utama
Terbit : Cetakan
kelimabelas, Agustus 2018
Tebal : 192 hlm.
ISBN : 978-602-03-2986-4
Rating : 5 bintang
Review Buku :
Siapa
yang tak kenal Enid Blyton? Penulis anak asal London yang sangat dikenal di
industri buku. Karyanya yang paling terkenal adalah Seri Lima Sekawan.
Sekarang, saya mau membahas buku Enid yang lainnya yaitu Seri Si Kumbang.
Kumcer anak ini memiliki keunikan tersendiri karena karakter yang dibangun Enid
sangat mirip dengan anak-anak di dunia nyata, dengan segala permasalahannya
yang khas anak-anak sekali. Jadi, buat kamu yang penasaran, apa aja sih yang
bakalan ditulis Enid Blyton di buku ini, yuk simak ya!
Enid
Blyton memiliki kegemaran menulis cerita anak dengan sangat apik. Beragam topik
dibahas olehnya, nah, kali ini ia memberikan sentuhan character building dan attitude
untuk menghidupkan karakter para tokohnya.
Di
buku Si Babi ungu, Enid Blyton membagi kisahnya menjadi 7 judul cerita pendek anak.
Cerita pendek ini bertujuan untuk mengajarkan anak-anak tentang apa yang boleh
dan tak boleh dilakukan. Dan jika melakukan sesuatu hal yang tidak berkenan,
sebuah kesalahan, anak harus tahu bagaimana cara menyelesaikannya sendiri tanpa
melibatkan orang dewasa sebagai penengah.
Enid
Blyton memberi para tokoh pilihan untuk menyelesaikannya dengan caranya
sendiri. Buat saya cara Enid ini cukup bagus ya, karena anak juga nggak didikte
tentang bagaimana harus bersikap, tapi ajak anak untuk belajar berempati dengan
orang lain. Emosi yang ditanamkan oleh Enid dalam setiap kejadian di cerita
anak ini membuat pembaca anak-anak makin tahu bahwa sebuah tindakan dapat
berakibat baik maupun buruk. Tentu dengan kadar yang kadang dibuat hiperbolis.
Ya, namanya cerita fiksi ya. :p
Di cerita berjudul Babi ungu, mengisahkan
tentang Jenny dan Will yang sedang berkunjung ke rumah seorang nenek tua di
dekat rumah mereka. Mereka diminta untuk mengantarkan mantel bagi sang nenek.
Karena mata neneknya sudah tua, nenek tersebut sering kesulitan untuk melakukan
kegiatannya.
Suatu
hari, Jenny dan Will tak sengaja memecahkan celengan babi ungu yang ada di
rumah nenek tua itu. Mereka ketakutan hingga akhirnya kabur dari rumah sang
nenek. Nenek itu bisa saja tak tahu siapa yang melakukan perbuatan itu, tapi Jenny
dan Will akhirnya memutuskan kembali ke rumah itu dan meminta maaf karena
memecahkan celengan babi jelek itu. Tak disangka, reaksi nenek tua justru
berbeda dari yang dikhawatirkan oleh mereka. Nenek itu mengatakan,
“Oh, aku malah senang sekali celengan itu pecah, Nak! Bertahun-tahun sudah aku merasa bosan dan benci melihat benda jelek berwarna ungu itu.”
“Kalau begitu, mengapa nyonya menyimpannya terus?”
“Itu pemberian kakak iparku. Dulunya babi itu kupakai sebagai tabungan. Tapi, lalu kuncinya hilang hingga aku tak bisa mengambil isinya. Aku tak sampai hati memecahkan celengan itu, sebab kalau kakak iparku tahu ia pasti sakit hati dan marah. Kakak iparku pemarah. Aku tak mau dimarahinya, Itulah sebabnya sudah bertahun-tahun lamanya babi ungu itu kubiarkan tanpa guna. Malah uangku yang didalamnya tak bisa kupakai.” (hln. 26)
Lalu
kemudian Nyonya Lump malah memberi mereka hadiah berupa kue dan bunga.
“Oh, terima kasih. Sebetulnya, kami tadi bersikap pengecut, Nyonya Lump. Kami lari setelah memecahkan celengan Nyonya—takut mempertanggungjawabkan perbuatan kami.” (hlm. 33)
“Ah, tapi toh kalian kembali. Buatku, yang penting adalah kalian kembali dan berani meminta maaf.” (hlm. 34)
Ada
juga kisah Jefrey, seorang anak yang sangat periang, ceria, dan sangat
bersemangat saat orang lain meminta bantuannya. Sayangnya, ia sangat tidak bisa
diandalkan. Ia sering lupa untuk mengerjakan apa yang dititipkan padanya. Suatu
hari, Jeffrey memenuhi permintaan komandan perangnya untuk memata-matai tentara
musuh yang ada di perbatasan. Namun, Jeffrey yang tidak mengindahkan anjuran
teman dan komandannya, malah pergi saat hari sudah mulai terang. Ia pun
melewati tempat yang berbeda. Karena itu, ia ketahuan oleh musuh dan ditangkap.
Teman-teman senegaranya akhirnya diserang hingga kalah karena ulahnya yang abai
ketika melaksanakan tugas untuk mengumpulkan data para musuh.
“Jeffrey tak bisa dipercaya. Sebenarnya ia anak yang baik. Tapi, tak bisa dipercaya.” (hlm. 41)
“Mengapa kita pilih pemuda itu? Dia tak bisa dipercaya. cuma gara-gara seorang yang tak bisa dipercaya—kita kalah, negeri dan raja kita dikuasai musuh! Huh, memalukan!” (hlm. 61)
“Maukah kau dikatakan anak yang tak bisa dipercaya seperti Jeffrey? Tentu saja tidak! Karena itu, marilah kita bersama-sama berjanji dan menepati janji yang kita ucapkan!” (hlm. 62)
Di
cerita pendek yang lainnya, ada kisah si Garry si cepat putus asa dan Fanny si
pantang menyerah. Kedua anak ini bertolak belakang sifatnya. Enid Blyton mengisahkan
dengan bagus tentang bagaimana perbedaan kedua sifat tersebut, dan bagaimana
pengaruhnya terhadap kehidupan seorang anak.
Alkisah,
Garry diminta ibunya untuk membeli tepung di seberang desa. Desa itu terletak
di dekat sungai. Garry harus menyebrangi sungai. Namun, ia sering mengeluh
karena tidak bisa melakukan hal tersebut. Ia selalu menyebutkan hal-hal yang
menjadi hambatannya, hingga kemudian ia bertemu Fanny, si pantang menyerah.
Fanny mengajari Garry bagaimana caranya mencari solusi, mengajarkan agar Garry
tidak pantang menyerah melewati hambatan apapun.
“Rupanya hujan badai kemarin itu bukan hanya meluapkan air sungai saja! Lihatah, batu-batu besar menumpuk di tepian sungai. Mana mungkin aku melewatinya?” (hlm. 69)
“Kalau aku jadi kau, aku akan cari jalan supaya bisa menyebrang dan kakiku tak perlu basah oleh air sungai.” (hlm. 69)
Garry
diajari Fanny untuk membuat titian batu di sungai. Hingga Garry pun memuji
kecerdasan Fanny.
“Ah tidak, bedanya, aku tidak cepat berputus asa dan menyerah. Cuma itu.” (hlm. 87)
“Aku selalu mengatakan kepada diriku sendiri. Akan kucari jalannya. Dan jalannya selalu ketemu. Asal mau dan tidak cepat menyerah, pasti bisa!” (hlm. 88)
Garry
hampir saja bergantung pada Fanny, namun Fanny menjawabnya dengan tegas.
“Jangan begitu! Berusahalah mencari jalan sendiri—dan bantu aku kalau aku memerlukan bantuanmu.”
Di
kisah Garry dan Fanny ini, anak-anak bisa belajar bahwa berputus asa itu tidak
baik. Ia akan mematahkan semangatmu yang seharusnya ada untuk menyelesaikan
masalah. Nah, yang perlu dicari adalah solusi ketika kamu bertemu dengan
hambatan apapun, seperti kata Fanny, jalan keluar akan selalu ada bagi mereka
yang meyakininya.
Ada
lagi kisah pak Trusty yang sedang membutuhkan pegawai baru. Ia perlu menguji
seberapa jujur orang yang akan bekerja bersamanya di toko permen miliknya. Pak
Trusty, seperti namanya yang berarti trust, kepercayaan. Ia ingin menguji
kejujuran karyawannya sebelum ia menerima mereka menjadi pekerja tetap.
Pak
Trusty pun membuat lowongan pekerjaan dan menempelkannya di toko miliknya. Ia mendapati
ada 5 orang yang mendaftar sebagai karyawan. Sampai kemudian, Pak Trusty pun
mempunyai ide untuk menguji kejujuran orang dengan meninggalkan koin di karpet
kantornya selepas ia mewawancarai orang tersebut.
Saat
itulah, keempat calon karyawan yang diwawancarai selalu mengambil koin yang ada
di karpet karena mereka mengira pak Trusty tak tahu dan bisa saja tak
memerlukan uang tersebut karena sudah kaya.
Tak
disangka, justru calon karyawan kelima yang diwawancarai malah memberinya
kejutan. Gadis itu sangat jujur karena memberitahu pak Trusty bahwa koin pak
Trusty jatuh di karpet. Ia tak mau mengambilnya karena bukan haknya. Gadis itulah yang akhirnya diterima sebagai
karyawan di toko permen pak Trusty.
“Ada sesuatu yang ingin kukatakan kepada yang lainnya. uma orang jujur yang berhak mendapat pekerjaan. Betapa sayangnya, gara-gara sekeping uang logam yang tak seberapa artinya kalian tak mendapatkan pekerjaan.” (hlm. 145)
Selain
4 kisah di atas, ada 3 kisah lainnya lagi yaitu, kisah Alec yang takut untuk
memulai sesuatu yang baru, ada kisah tentang hari perayaan bunga mangkok, dan
kisah kucing yang terlupakan. Semua kisahnya menurut saya sangat bagus dan
membekas di hati. Enid Blyton pandai meramu kisah sederhana menjadi luar biasa
lewat sudut pandang baru. Selain itu, ia memberikan nasihat tanpa membuat
anak-anak khawatir untuk bersikap lebih baik ketika melakukan kesalahan.
Buku
kumpulan cerita pendek karya Enid Blyton ini, masuk dalam seri si Kumbang. Ada
beberapa judul lainnya yang bisa kamu nikmati juga. Ukuran bukunya yang kecil
membuat buku ini bisa masuk saku ketika dibawa ke manapun kamu mau.
Selain
itu, buku cerita ini juga dijual dalam satu box, sehingga memudahkan kamu untuk
menyimpannya. Gramedia sebagai penerbit yang sejak awal menerbitkan karya-karya
Enid Blyton tetap mempertahankan gaya ilustrasi di dalam buku ceritanya.
Meskipun covernya sudah dibuat lebih baru lagi. Overall, 5 bintang dari saya
untuk kisah ini.
Agak sensi karena ada hewannya hehehe
BalasHapus