Judul Buku : Markas Cahaya
Penulis : Salman Al Jugjawy
Penerbit : Bunyan (Imprint Bentang Pustaka)
Terbit : 2016
Tebal : 220 hlm.
ISBN : 978-602-291-146-3
Rating : 4/5 bintang
Sinopsis :
“Allah Subhanahu wa ta’ala hanya meletakkan kebahagiaan pada kejayaan manusia pada Islam yang sempurna, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala hanya meletakkan kebahagiaan ikan di dalam air dan kebahagiaan burung di udara.”– Salman Al-Jugjawy
Islam
adalah kekasih baru Saktia Ari Wibowo. Mantan gitaris Sheila on 7 ini seperti
mendapat teguran dari Sang Pemilik Hidup ketika ibu tercintanya tiba-tiba
terbaring sakit. Sakti mulai merenungi sesuatu : apakah cita-cita yang
dikejarnya saat ini sebanding dengan kewajibannya berbakti kepada orang tuanya,
terlebih lagi... kepada Allah?
Sakti
kemudian tersadar bahwa tidak semua manusia mampu mendapatka kesempatan kedua.
Dia mulai mengingat bahwa satu-satunya tempat untuk pulang hanyalah Allah Azza
wa Jalla.
Berbekal
kesadaran itulah, Sakti memutuskan untuk membawa karier bermusiknya ke dalam
dakwah. Melantunkan nada-nada indah tentang Islam sehingga bisa menginspirasi
semua lapisan masyarakat. Niat hijrahnya pun dimulai dengan menyematkan nama
baru : Salman Al-Jugjawy. Melalui buku ini, Salman menuliskan perjalanannya mengenal
kembali Islam yang Rahmatal lil alamin. Jalan baru yang ditempuhnya memang tak
selalu mulus, penuh ujian dan tantangan. Namun, dia yakin bahwa Alah subhanahu
wa ta’ala selalu bersamanya.
Resensi Buku :
“Nggak semua orang dikasih kesempatan kedua sama Allah. Kita cuma dikasih kesempatan buat hidup di dunia ini sekali doang. Saya jadi ingat kata salah satu guru saya. “Kita hidup di dunia ini hanya satu kali, sangat rugi rasanya kalau tidak jadi walinya Allah.” (hlm. 15)
Perjalanan
hijrah Sakti ex gitaris Sheila on 7 dimulai saat ia melihat ibunya sakit dan berjuang untuk sembuh.
Bagi Sakti, kejadian itu adalah tamparan yang keras baginya untuk mengingat
kematian dan tujuannya untuk hidup di dunia. Jika selama ini hidupnya selalu
berkutat seputar musik, ia bertanya-tanya apakah yang selama ini ia lakukan
sudah sesuai dengan yang Allah mau?
Salman dan buku Markas Cahaya |
Sejak
saat itu, Sakti berubah menjadi seorang yang haus akan ilmu agama. Ia mencari
tahu apa saja yang berhubungan dengan islam baik lewat guru, sahabat, maupun
buku. Sakti tak segan-segan menghabiskan uang untuk membeli buku-buku islami
yang dibutuhkannya untuk mengenal islam dengan lebih baik. Sakti menganggap
bahwa saat inilah kali kedua ia akan membuktikan bahwa hidupnya akan jauh lebih
berarti di jalan dakwah. Sakti pun memutuskan untuk keluar dari grup band yang
menaunginya yaitu Sheila on 7. Saat ini, Sakti memilih untuk mengabdikan
dirinya menjadi bagian dari dakwah.
“Saya memang sangat memperjuangkan keinginan dan kebutuhan saya untuk berdakwah. Sebab, kalau kita perhatikan, ayat-ayat Al Qur’an tentang dakwah hampir memenuhi isi kandungannya. Maka, untuk memahami isi kandungan Al Qur’an, kita harus berdakwah. Ayat-ayat Allah akan bisa dipahami dengan sempurna jika kita menjalankan perjuangan dakwah, sebagaimana Rasul Sallalahu alaihi wasallam dulu dan para sahabat. Makanya seseorang bakalan susah paham agama kalau dia nggak menjadikan dirinya seorang dai, orang yang berdakwah. Dan perlu kita cermati bahwa dakwah adalah hak amal dari kalimat syahadat yang telah kita ucapkan.” (hlm. 40)
Sakti
yang dulu menggunakan nama asli, kini memilih nama lain yaitu Salman Al Jugjawy.
Ia pun belajar agama dan dakwah di India, Pakistan dan Bangladesh selama 3 bulan.
Alasannya di sanalah amal agama amat tampak dan terasa. Masjidnya makmur,
kehidupan orang-orang di sekitar masjid mirip dengan kehidupan para sahabat.
Suasana ibadahnya nggak putus-putus. Terus, suasana dakwahnya juga selalu
menyegarkan iman lengkap sama suasana akhlak yang menyejukkan hati. Di masjid
itulah Sakti menemukan kembali cahaya Islam yang ia rindukan. Sakti menyebutnya
Markas Cahaya.
Di
masjid-masjid 3 negara inilah Sakti menemukan bahwa setiap masjid menghidupkan
tiga madrasah yaitu :
1.
Madrasah Diniyyah (madrasah yang belajar tentang
ilmunya Al qur’an)
2.
Madrasah Tahfidz (madrasah yang menjaga
alfadz-nya Al qur’an)
3.
Madrasah Dakwah (madrasah yang menjaga amalnya Al
qur’an)
Di
ketiga negara inilah madrasah-madrasah itu hidup dan tumbuh subur. Sebagian
besar imam masjidnya adalah penghafal al qur’an.
“Berdirilah tegak, percayalah bahwa Allah bersama kita, dan gunakan segala potensi yang kita miliki untuk menyeru pada perkara yang membawa kita pada keridaan-Nya.”(hlm. 52)
Allah
mencintai hamba-Nya yang beriman. Dengan memelihara iman kepada Allah, kita mendapat
banyak keutamaan, di antaranya : pahala yang sempurna, mendapatkan petunjuk
dari Allah, kehidupan yang baik, dimasukkan ke dalam surga, dapat ampunan dan
rezeki yang mulia, jadi orang beruntung, dapat pahala besar berlipat ganda,
doa-doanya dikabulkan, diselamatkan dari kegelapan dan dibimbing kepada cahaya,
didoain sama para malaikat, dijauhkan dari maksiat, mendapat pertolongan Allah,
dan mendapat rezeki tak terduga.
“Iman itu, ucapan dan amalan yang bertambah dan berkurang. “(HR. Ibnu Najjar)
“Sesungguhnya iman itu akan usang pada diri seseorang di antara kalian sebagaimana usangnya pakaian, maka mintalah kepada Allah agar memperbaharui iman dalam hati-hati kalian.” (HR Ath-Thabrani dan Hakim)
Orang
yang beriman memiliki beberapa tanda yang mudah dikenali di antaranya : ridha
atas Allah dan agama-Nya, merasa selalu bersama Allah, merasa gembira dalam kebaikan,
semakin baik akhlaknya, bertambah baik muamalahnya, selalu menghasilkan
manfaat, bertambah erat persaudaraannya, dan bertambah lembut perilakunya dan
merasa sedih bila melakukan keburukan. (hlm. 64)
Di buku Markas Cahaya ini, Salman Al Jugjawy banyak membahas tentang kaidah iman dan islam yang dipelajarinya selama di India, Pakistan dan Bangladesh. Seperti saat ia membahas tentang keimanan. Kondisi keimanan dan tauhid ini yang bakal ditanyain pertama kali setelah mati. Karena itu penting untuk mengenal iman lebih dulu sebelum amal. Bahkan Nabi Muhammad mengajarkan tentang iman pada para sahabat selama 13 tahun, baru setelah itu amal yang ayat-ayatnya turun di Madinah. Kelihatan kan bahwa untuk menjadi beriman ternyata tak sesederhana mengucap kalimat syahadat saja. Iman perlu diusahakan dan ditingkatkan agar lebih kuat.
Buku
Markas Cahaya ini menurut saya sama sekali di luar ekspektasi saya. Buku ini
sangat bagus. Terlihat sekali bahwa Sakti aka Salman Al-Jugjawy membuat buku
ini dengan referensi yang detail, selain itu ia juga mumpuni karena mendapatkan
ilmu dakwah di tiga negara. Ilmu yang dibahasnya di buku ini lebih mendalam dan
mengulas lebih jauh tentang makna Iman dan Islam secara menyeluruh dan mendasar
bagi yang ingin mengenal Islam. Selain itu, pembahasan yang diutarakannya lebih
detail dan jarang dibahas oleh penulis lain. Salut dengan detail sumber buku ini.
Selain
membahas tentang iman dan islam, di buku Markas Cahaya ini juga dibahas tentang
keadaan saat di padang mahsyar. Di Mahsyar, matahari diberi panas sepuluh
tahun, kemudian didekatkan kepada para
makhluk sejauh antara dua atau satu busur. Kebayang ya, betapa dekatnya
matahari dengan manusia. Pada hari itu, tak ada naungan kecuali naungan Arasy
Ar-Rahman. Pada saat itu manusia akan dihisab dengan timbangan dan catatan amal
masing-masing. Saat itulah diselenggarakannya pengadilan maha akbar, pengadilan
Allah.
“Setelah menghadapi pengadilan di Mahsyar, manusia akan melewati shirat, sementara api neraka ada di bawahnya. Penghuni surga diletakkan di belakang shirat dan penghuni neraka berjatuhan ke dalam neraka. Seseorang nggak akan melewati shirat sampai dia ditanya di tujuh jembatan.” (hlm. 149)
Sejatinya,
Allah menciptakan manusia untuk beribadah dan menjadi khalifah di muka bumi.
Allah menciptakan siang dan malam supaya kita berpikir dan mengambil pelajaran
bahwa kita sesungguhnya sedang berada dalam suatu perjalanan, yaitu perjalanan
menuju negeri akhirat.
Kita
harus tahu apa tujuan kita di dunia ini yaitu sebagai khalifah. Manusia sebagai
penanggung jawab di muka bumi dan sebagai khalifatullah yang diberi sifat kasih
sayang kepada seluruh manusia dan makhluk hidup lainnya. Manusia adalah hamba
Allah, bukan hamba pekerjaan apalagi hamba dunia. Karena hidayah nggak datang
dengan sendirinya, kitalah yang harus mencari hidayah itu agar Allah
memberikannya pada kita.
Nah,
kalau kamu, apa yang membuatmu jatuh cinta pada Islam? Apakah seperti yang
dialami oleh Salman al-Jugjawy? Share
dong di komentar. ;)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya. ^_^