Judul : Misteri Gua Cadas Sumbing
Pengarang : Firma Sutan
Penerbit : Talikata Publishing House
Terbit : Cetakan pertama, Juni 2011
Tebal : 128 halm.
ISBN : 978-602-8906-77-7
Empat sekawan yang
terdiri dari Badil, Dita, Aan dan Angga, anak kelas 5 SD Desa Cepit, mengisi
liburan dengan main ke pondok tua dekat desa mereka. Sebelum sampai di pondok,
terlihat ada beberapa orang asing dengan pakaian rapi khas orang kota sedang
berbisik-bisik. Dari gelagat yang terlihat sepertinya niat kehadiran mereka
bukan hal yang baik. Bisa jadi mereka adalah penjahat.
Tanpa sengaja, Badil
mematahkan ranting dekat kakinya. Seorang dari rombongan itu mengejar keempat
anak itu hingga mereka terpisah menjadi dua. Angga dan Badil terjebak di dalam
Gua Cadas Sumbing. Sedangkan Dita dan Aan entah ada di mana. Tersesat di gua
membuat Badil dan Angga kelaparan. Mereka pun makan gula merah, bekal yang
dibawa Badil saat berangkat tadi.
Angga dan Badil berjalan
hingga mereka menemukan peti-peti harta karun yang ditutup terpal di dalam gua tersebut. Menemukan peti itu membuat mereka yakin bahwa ada
yang tak beres dengan orang-orang tadi. Barangkali peti itu sengaja disimpan di
sana. Tapi, bagaimana mencari barang bukti kejahatan dan menangkap penjahatnya?
Suatu hari, paman Aswan,
paman Angga yang merupakan seorang polisi singgah ke rumah Angga, sembari melakukan
tugas dari kantor. Kata Paman Aswan, di dekat desa itu, ada sebuah galeri yang
dirampok. Headline artikel koran menyebutkan bahwa telah terjadi perampokan benda-benda seni
bernilai sejarah. Ia ditugaskan untuk menyelesaikan kasus itu.
Tak disangka, ternyata,
orang yang diduga sebagai penjahat menggunakan mobil pick up. Barang yang dirampok tidak
diketahui di mana, sehingga sulit melacak penjahat. Para penjahat itu berpura-pura sebagai penjual
barang keliling. Mereka menggunakan metode hari pasar tiap desa, lalu berjualan
baju-baju di pasar dadakan tersebut.
Pak Dadang seorang lelaki
berkacamata hitam dan berjaket kulit yang bertemu dengan orang desa saat ronda
dan mengaku mobilnya mogok. Dita mengira Pak Dadang berkomplot dengan penjahat.
Ia pun menguntit penjahat dari jendela kamar yang berseberangan dengan tempat
pak Dadang tinggal kini. Rumah itu adalah rumah pak Usin yang tidak terpakai. Saking
penasaran, Dita menelepon Mila, anak Pak Usin untuk bertanya tentang siapa pak
Dadang. Betulkah peti-peti itu berisi harta karun sisa peninggalan Jepang?
Adakah hubungan antara misteri gua cadas sumbing dengan kejadian yang dialami
Angga dan kawan-kawannya selama ini?
***
Kisah petualangan
anak-anak desa Cepit membuat pembaca mampu berkonsentrasi sejak paragraf pertama.
Awalnya, kisah ini terasa seperti kisah empat sekawan yang ditulis Enid Blyton.
Tapi seiring waktu, penulis akhirnya membawa kisah ini melebur menjadi sebuah
kisah yang sungguh berbeda dibandingkan dengan penulis kelahiran Inggris itu.
Unsur lokalitas yang kuat dari novel ini terasa saat penulis menjabarkan unsur
seperti ronda, makanan tradisional semisal ubi, gula jawa, dan tak lupa, hari
pasar di mana hal ini hanya ada di daerah-daerah tertentu.
Kekhasan unsur lokal
Nusantara membawa suasana pedesaan terasa alami dan mengajak pembaca untuk sejenak
mengikuti kisah hingga akhir. Untuk unsur petualangan, seri ini cukup
menegangkan karena memberikan suspend yang agak berbahaya sebab sampai ada
adegan penculikan, tapi di luar itu, saya menikmati membaca kisah anak-anak
ini. Overall, 4 bintang untuk novel
anak ini.
lagi hobi baca yang genre kayak gini ya Mbak? :), resensi saya mandek nih...
BalasHapusHehe, iya, mba Nurin. Aku selang-seling sama genre lain biar ga bosen, mba. Ayo dilanjut ngeresensinya. Semangat! ^^
Hapuskalau novel anak kebanyakan tentang petualang ya Mbak, dulu juga punya buku empat sekawan, entah sekarang di mana :((
BalasHapusada juga yang ga, mba. aku baru baca the railway children itu semi petualangan, tapi menurutku banyakan sisi keluarga yang dijabarkan.
Hapuswah, senang banget menemukan resensi ini. terimakasih sudah meluangkan waktu membaca dan meresensinya :)
BalasHapus