Langsung ke konten utama

[Review Buku] Catatan Harian Sang Pembunuh by Kim Young-ha

  


Judul Buku : Catatan Harian Sang Pembunuh

Pengarang : Kim Young-ha

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Terbit : Cetakan Pertama, 2020

Tebal : 160 halaman

ISBN : 978-602-0639550

Genre buku : thriller

Rating : 4/5⭐

Harga buku : Rp 58.000

Baca ebook di aplikasi Gramedia Digital


❤️❤️❤️


Sinopsis Buku Catatan Harian Sang Pembunuh - Kim Young-ha :


Terakhir kali aku membunuh seseorang adalah 25 tahun yang lalu—atau 26 tahun yang lalu? Kurang-lebih begitulah.

Kim Byeong-su adalah mantan pembunuh berantai berumur 70 tahun yang mulai hilang ingatan akibat demensia. 

Demi mempertahankan ingatan yang tersisa, ia pun mencatat semua yang terjadi pada dirinya, termasuk kehadiran kekasih putrinya yang dicurigainya sebagai pembunuh berantai yang kini mengincar wanita-wanita di desa tempat tinggal mereka.

Kim Byeong-su harus memastikan putrinya tidak menjadi korban berikut. Ia pun memutuskan membunuh pria itu, sebelum ingatannya hilang seluruhnya.


❤️❤️❤️


[Review Buku] Catatan Harian Sang Pembunuh - Kim Young-ha :


Kim Byeong-su, lelaki berusia 70 tahun yang merupakan mantan pembunuh mengalami demensia. Dulu, ia pernah menjalani operasi pasca kecelakaan mobil. 


Hidupnya menjadi normal setelah operasi, seolah isi otaknya dicuci bersih lalu diprogram menjadi manusia tanpa ambisi membunuh. 


Sejak mengalami demensia karena usianya yang makin menua, ia kesulitan untuk mengingat apapun. Bahkan kejadian beberapa menit sebelumnya, ia akan lupa karena menurut dokter otaknya akan mengecil akibat penyakitnya. 


Demensia ini membuatnya ingin menuliskan hal-hal yang dilaluinya setiap hari dalam diary. Bersama Eun-hee anak angkatnya, ia hidup berdua saja di desa. Ia juga sering melihat seekor anjing yang berkeliaran di depan rumahnya.


Lalu, muncul kejadian yang memicunya mencari tahu jejak pembunuhan berantai para wanita di sekitar desanya. 


Kim Byeong-su menganggap Park Ju-tae yang dekat dengan anaknya itulah pembunuh berantai itu. Ia khawatir lelaki itu mengincar anak angkatnya dan membunuhnya tanpa sepengetahuannya. Karena itu ia sering  berkeliling mencari tahu apa saja yang dilakukan Park Ju-tae.


Kim Byeong-su sangat menyayangi Eun-hee. Sejak menjadi ayah angkat Eun-hee ia memutuskan untuk tidak membunuh lagi. 


Demensia membuat hidupnya serba sulit. Namun, Eun-hee sangat telaten merawatnya, bahkan memintanya untuk rajin minum obat. 


Kim Byeong-su merasa bahwa hidupnya terbagi menjadi tiga bagian yaitu : bagian pertama masa kecil sebelum ayahnya meninggal, bagian kedua masa remaja dan masa dewasa sebagai pembunuh, dan bagian ketiga kehidupan tenang tanpa pembunuhan.


Ia selalu merasa bahwa anak angkatnya, Eun-hee adalah simbol dari bagian ketiga dalam hidupnya, menjadi semacam jimat. Itu sebabnya ia merasa gelisah karena khawatir Eun-hee diincar oleh pembunuh berantai yang belakangan ini beredar di sekitar lingkungannya. 


"Eun-hee adalah simbol dari bagian ketiga dalam hidupku. Jadi mungkin ia bisa dianggap sebagai jimatku. Selama aku bisa melihat Eun-hee setiap kali aku membuka mata di pagi hari, aku tidak akan kembali ke  masa lalu di mana aku terus berkeliaran mencari korban."


Kim Byeong-su mengalami demensia yang makin bertambah parah setiap harinya. Ia merasa bahwa ia pernah bertemu dengan Detektif Ahn, namun polisi yang dihubunginya justru mengatakan bahwa Park Ju-tae adalah polisi yang menelusuri jejak kematian para wanita di desa itu. 


Kakek tua itu terhenyak saat sadar bahwa Park Ju-tae dan Detektif Ahn adalah orang yang sama. Namun, anehnya lagi, lelaki tua itu sulit membedakan mana khayalan dan kenyataan. 


"Otakku ingin mempertahankan ingatan masa lalu dan bersikeras tidak mau mengingat masa depan. Rasanya seolah-olah otakku terus memperingatkanku bahwa aku tidak punya masa depan. Tetapi kalau kupikir-pikir, tidak ada masa depan, masa lalu pun tidak ada lagi artinya." (Hlm. 124)


Kim Byeong-su tahu bahwa hidupnya makin rumit ketika satu per satu kejadian mudah sekali ia lupakan. Dokter bilang, ingatan masa lalunya akan tetap diingat, sedangkan ingatan masa depan dan masa sekarang akan mudah terlupakan. 


Penderita demensia seolah terjebak di dalam bandara tanpa pernah kemana-mana, karena tak tahu mau kemana.


Kim Byeong-su seringkali menjadi khawatir tanpa sebab, tapi beberapa menit kemudian ia sudah lupa apa yang telah dikatakan atau pernah dipikirkannya. 


"Tak seorang pun memahami dirinya. Ketika kesepian dan ketakutannya memuncak, ia pun berubah menjadi orang yang tidak melakukan apa-apa. Bukan, ia berubah menjadi orang yang tidak bisa melakukan apa-apa." (Hlm. 134)


Selain menggunakan diary untuk mencatat aktivitasnya, Kim juga memakai alat untuk merekam kegiatannya. Semacam kamera kecil untuk menunjukkan aktivitas sebelumnya. Karena kadang ia sulit untuk mengingat apa yang akan dilakukannya. 


Setelah mengamati gerak-gerik Park, Kim berpikir untuk menelepon polisi dan mengatakan bahwa ia tahu siapa yang membunuh wanita di sekitar desanya. 


Namun, polisi justru menangkapnya dengan tuduhan sebagai pembunuh dari petugas sosial bernama Eun-hee. Kim pun jadi ragu dengan isi kepalanya sendiri. 


Apakah ia benar-benar membunuh perempuan itu? 


Apakah ia benar-benar tidak pernah tinggal dengan Eun-hee sebagai ayah angkatnya? 


Apakah selama ini Eun-hee hanyalah ilusi yang diciptakan otaknya untuk mengelabui kenyataan pahit di masa lalu? Bahwa ia pernah membunuh ayah dan ibu Eun-hee, meskipun ibunya memintanya untuk tidak menyakiti anaknya?


Pertanyaan demi pertanyaan makin memusingkan dan tak menemukan muaranya. 


Kim Byeong-su pada akhirnya memilih kooperatif dengan polisi. Ia mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan sejelas-jelasnya tentang kematian para korban yang diburunya saat muda dulu. 


Namun, ada satu pertanyaan ganjil yang tak terjawab, kenapa pikirannya tentang Eun-hee seolah tumpang tindih dan membuat ia kesulitan untuk membedakan mana kenyataan dan khayalannya sendiri? 


❤️❤️❤️


Menurut saya : 


Novel thriller berjudul Catatan Harian Sang Pembunuh ini berkisah tentang Kim Byeong-su, lelaki tua mantan pembunuh berantai yang sedang sakit demensia sehingga sulit mengingat kejadian di masa sekarang. 


Namun, ingatannya tentang kematian para korban pembunuhannya masih teringat jelas. Itulah alasan ia menulis diary sebagai catatan bahwa ia pernah melakukan kejahatan itu di masa muda. 


Namun, Demensia bukanlah penyakit yang mudah disembuhkan. Penyakit menua ini hanya dapat diobati sedikit saja, namun tetap membuatnya kesulitan mengingat jangka panjang. 


Kejadian demi kejadian yang dipaparkan dalam bab awal adalah penyebab kenapa Kim menjadi penjahat. Ia membunuh saat harus menolong ibu dan adiknya yang mengalami KDRT dari ayahnya. 


Sejak itu, pembunuhan lain terjadi lagi, hanya pengulangan dari kejadian sebelumnya. Ia kerap mudah marah dan tersinggung atas segala sikap dan perkataan orang lain. Seolah orang lain menyulut bara dalam dirinya. 


Kim kesulitan untuk mengendalikan emosi. Sehingga ia mudah memutuskan untuk mengakhiri hidup orang lain. Meskipun ada 1 orang yang dibiarkannya hidup yaitu guru puisinya di kelas budaya yang pernah memuji puisi buatannya. Padahal puisinya berkisah tentang mayat dan darah. 


Kim ibarat anomali dalam kisah para pembunuh. Ia melakukan hal itu di saat orang-orang di sekitarnya sedang dalam kondisi tidak menentu. 


Saat itu, Korea Utara dan Korea Selatan sedang melakukan perang Korea. Desa tempatnya tinggal dekat dengan perbatasan di utara. Sehingga banyak mata-mata yang hilir mudik di sana, bahkan sudah lazim orang hilang di zaman itu. Sehingga tidak dianggap sebagai kejahatan karena tidak tahu siapa yang membunuh. 


Bayangkan saja, saat itu polisi saja sedang kesulitan karena terjadi banyak demonstrasi di daerah Gwangju, jadi bisa dibilang tahun itu adalah tahun-tahun penuh darah di Korea. 


Banyak mayat yang tak bisa diidentifikasi siapa dan dari mana asalnya. Apalagi mencari pelakunya, sungguh hal yang mustahil dilakukan pada saat itu. 


Melihat cara penulis membahas pembunuh berantai lalu mengaitkannya dengan demensia, juga sejarah Korea di tahun 60-80 an, saya jadi berpikir bahwa di zaman dulu itu manusia sulit untuk hidup layak. 


Banyak kejadian yang mengkhawatirkan dari pecah perang saudara Korea Utara dan Selatan, ada insiden yang menumbangkan diktator di masa itu, hingga akhirnya kehidupan jadi normal setelah revolusi berhasil menumbangkan rezim. 


Saya rasa tulisan penulis relevan untuk menggambarkan kehidupan orang-orang yang menjalaninya di tahun 60-80an itu. Tahun di mana kekhawatiran untuk hidup selalu membayangi setiap hari. Kalau nggak dibunuh, ya membunuh. Karena takut dicap komunis pula. Takut dengan diktator pula. 


Yang agak aneh adalah background pendidikan Kim yaitu seorang dokter hewan. Kim dulu adalah dokter hewan yang sering datang ke desa-desa untuk membantu hewan ternak warga. 


Saya rasa trauma Kim saat remaja itulah yang membuatnya menjadi monster pembunuh. Karena ia selalu dibayang-bayangi kematian ayahnya. Ia menjadi mudah marah dan tersulut emosi. Orang yang dekat atau berurusan dengannya pun bisa jadi sasaran berikutnya. 


Kim hidup dengan rasa bersalah yang anehnya, sangat absurd. Ia merasa bersalah membunuh ibu dan ayah Eun-hee, tapi ia menganggap bahwa ia pernah mengadopsi Eun-hee sebagai anak angkat. Padahal anak itu tidak hidup bersamanya alias udah mati juga karena dibunuh bersama ayahnya. 


Kim memiliki anggapan bahwa jika Eun-hee masih hidup, itu artinya ia pun masih berhak hidup lebih lama. 


Eun-hee dianggap sebagai jimat Kim untuk tetap melangsungkan hidup dan bertobat dari kejahatan masa lalunya. Padahal, tanpa sadar... Kim hanya mengadopsi Eun-hee dalam angan-angannya saja. 


Jadi, apakah Kim benar-benar bertobat? Saya rasa tidak. 😢


Ya... Nyatanya ia membunuh Eun-hee yang seorang petugas sosial. Tapi, ingatan Kim yang pendek membuatnya sulit mengingat kejadian dalam hidupnya sebelum masuk penjara. 


Tapi ada satu hal yang menjadi pelajaran dari kisah Kim Byeong-su bahwa fitrah manusia pada dasarnya adalah ingin memiliki kedamaian hati. Karena rasa bersalah akan terus membuntuti hingga akhir hayat. Bahkan meskipun orang itu sudah menua dan mengalami demensia.


Kisah Kim ini bisa jadi pelajaran bahwa hidup manusia memiliki ingatan yang panjang dengan berbagai kisah. Mau hidup seperti apa yang ingin kita lalui? Pilihlah dengan bijak demi masa depanmu sendiri.


Overall, novel thriller ini menegangkan bahkan hingga akhir pun saya masih dibikin penasaran dengan alurnya yang cukup membingungkan. Sampai ikutan mengira bahwa tokoh yang ada dalam pikiran Kim benar-benar ada, padahal ya... Tahu sendiri. Mereka hanya hidup dalam khayalan Kim saja.


Rating buku Catatan Harian Sang Pembunuh adalah 4/5 ⭐ untuk novel psychology thriller ini. 


Selamat membaca ya! ❤️


❤️❤️❤️


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Gadis Kretek by Ratih Kumala

  Judul Buku : Gadis Kretek Pengarang : Ratih Kumala Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan Ketiga, Juli 2019 Tebal : 275 halaman ISBN : 978-979-22-8141-5re Rating : 5 bintang Genre : Novel Sastra Indonesia Harga Buku : Rp 75.000 Baca Ebook Gadis Kretek pdf di Gramedia Digital Beli novel Gadis Kretek di Shopee (klik di sini)

[Resensi Buku] Sang Keris - Panji Sukma

  Sang keris Judul : Sang Keris  Pengarang : Panji Sukma Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan Pertama, 17 Februari 2020  Tebal : 110 halaman Genre : novel sejarah & budaya ISBN : 9786020638560 Rating : 4/5 ⭐ Harga buku : Rp 65.000 Baca ebook di aplikasi Gramedia Digital ❤️❤️❤️

Resensi Buku Funiculi Funicula (Before The Coffee Gets Cold) by Toshikazu Kawaguchi

  Judul   Buku : Funiculi Funicula Judul Asli : Kohii No Samenai Uchi Ni (Before The Coffee Gets Cold) Pengarang : Toshikazu Kawaguchi Alih Bahasa : Dania Sakti Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan kedua, Mei 2021 Tebal : 224 halaman ISBN : 9786020651927 Genre : Novel Fantasi - Jepang Rating : 4/5 bintang Harga Buku : Rp 70.000 Baca via Gramedia Digital Beli buku Funiculi Funicula di Gramedia.com