Langsung ke konten utama

[Resensi Buku] Cinta Terakhir Baba Dunja by Alina Bronsky

 

cinta terakhir baba dunja - novel rusia terjemahan


Judul Buku : CintaTerakhir Baba Dunja

Pengarang : Alina Bronsky

Alih Bahasa : Harisa Permatasari

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Terbit : Cetakan Pertama, 2020

Tebal : 160 halaman

Genre : Novel Rusia (U : 17+)

ISBN Digital : 978-602-06-4823-1

Rating : 4/5 bintang

Harga Buku : Rp 65.000

Baca ebook di aplikasi Gramedia Digital

 

Sinopsis Buku Cinta Terakhir Baba Dunja :

 

Baba Dunja tak peduli dengan peringatan pemerintah mengenai tingkat radiasi di kampung halamannya (yang terletak tak jauh dari Chernobyl), ia bertekad untuk pulang! Dan, beberapa tetangga mengikutinya ke sana. Bermodal kebun sayur-sayuran dan buah-buahan, penduduk kota itu bisa dibilang memiliki segala yang mereka butuhkan.

 

Petrow yang sakit parah melewatkan waktu dengan membaca puisi cinta di halaman. Marja menjalin cinta dengan Sidorow yang nyaris berusia seratus tahun; dan Baba Dunja mengisi hari dengan menulis surat untuk putrinya. Hidup terasa sempurna. Hingga suatu hari orang asing datang dan mengusik ketenangan kota itu.


Resensi Buku Cinta Terakhir Baba Dunja :

 

Sebuah desa di Rusia bernama desa Tschernowo – dekat Malyschi – yang sangat sepi dan sunyi menjadi saksi biksu keganasan reakor nuklir Chernobyl. Saat mendengar kabar reaktor nuklir telah masuk ke kawasan desa itu, orang-orang berbondong-bondong untuk keluar dari sana. Baba Dunja menjadi orang yang terakhir keluar dari sana karena ia membantu tetangganya pindah.


Sejak itulah desa itu menjadi sunyi dan ditinggalkan penghuninya. Saat itu, usia Baba Dunja sekitar 50 tahunan. Ia bekerja sebagai perawat di masa mudanya. Sedangkan suaminya, Jengor memintanya segera pergi dengan mobil. Anak Baba Dunja tidak ada di sana karena Irena sedang di Jerman, dan Alexej sedang menjelajah pegunungan Altai.


Sejak reaktor nuklir membahayakan desa Tschernowo, maka tak ada yang berani menghuni desa itu. Namun, beberapa tahun kemudian, Baba Dunja memilih kembali ke kampung halamannya, mengabaikan peringatan pemerintah yang mengkhawatirkan reaksi radiasi nuklir yang bisa membahayakan kesehatan penghuni desa itu. Saat itu, suaminya telah meninggal, sehingga ia memutuskan untuk tinggal di desa lagi.

 

“Tschernowo bukan desa besar, tapi kami memiliki pemakaman sendiri karena penduduk Malyschi tidak menerima jasad kami. Saat ini dewan kota mereka sedang membahas apakah peti mati tembaga perlu diwajibkan bagi jasad penduduk Tschernowo yang dikubur di sana, karena bahan radioaktif terus mengeluarkan radiasi bahkan setelah mereka meninggal.” (hlm. 10)

 

Saat Baba Dunja kembali ke kampung halamannya di Tschernowo, ia bisa dengan bebas memilih rumah mana yang akan dihuninya karena banyak rumah kosong yang ditinggalkan pemiliknya. Namun, ia memilih tinggal di rumah lamanya yang sudah penuh dengan sarang laba-laba gemuk yang berevolusi akibat efek radiasi nuklir.


Baba Dunja memiliki kebun yang diisi dengan tanaman buah-buahan dan sayur-sayuran. Ia menanamnya di rumah kaca sehingga lebih cepat panen dibanding tanaman di kebun lainnya. Tanaman yang ditanamnya antara lain tomat, mentimun, goosberry hijau dan merah, buah currant merah, putih dan hitam, buah apel, dan buah rasberry.


Baba Dunja benar-benar keras kepala karena ia tak mau pindah ke tempat lain. Baginya, hidup dan mati sudah tidak ada harganya lagi. Semua zat radioaktif telah menempel di tulang Baba Dunja, dan menguarkan radiasi  ke sekitarnya. Jadi, tubuhnya kini seperti reaktor kecil. Hal ini membuat Baba Dunja tidak bisa leluasa untuk keluar desanya.


Marja, tetangganya sering menemaninya melewati hari-hari tuanya yang semakin sunyi. Para penghuni desa masih memelihara hewan peliharaan meskipun kondisi hewan itu menjadi cacat akibat radiasi nuklir. Misalnya saja Baba Dunja yang masih memelihara kucing, sedangkan Marja memelihara seekor ayam bernama Konstantin dan seekor kambing yang sering dimanjakannya dengan tinggal di dalam kamarnya.


Marja merasa seharusnya Baba Dunja tidak bersikap seperti orang yang sangat mencintai desa itu. Karena pemerintah, media, dan ahli biologi sering mewawancarainya untuk mengetahui alasan kenapa ia masih ada di desa yang menyeramkan itu.


Bagaimana pun juga, efek radiasi nuklir tak bisa dianggap sepele. Efek radiasi itu akan membuat kesehatan memburuk. Namun, bukan Baba Dunja jika tidak keras kepala. Ia masih tetap mencintai desa itu sebagaimana dulu ia merawat rumahnya sebelum tragedi Chernobyl terjadi.

 

“Seharusnya kau tak memberitahu mereka bahwa kau mencintai desa ini. Mereka akan menganggapnya sebagai provokasi, sebagai usaha menyepelekan bencana reaktor. Mereka akan membencimu karenanya, karena membiarkan dirimu dieksploitasi.”

“Ya, seharusnya aku memberitahu mereka bahwa sesungguhnya aku tak peduli apakah aku akan mati hari ini atau besok?”

“Mungkin seharusnya begitu.” 

 

Baba Dunja sering ke kota terdekat yaitu kota Malyschi untuk membeli kebutuhan pokok, mengambil surat yang dikirimkan anaknya Irina, dan meneleponnya sesekali. Ia harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki selama 2 jam menuju Malyschi. Kakinya sering bengkak dan penuh tonjolan di balik sandal gunung buatan Jerman.


Anak Baba Dunja, Irina kuliah kedokteran dan bekerja menjadi dokter bedah untuk kesatuan militer Jerman. Ia sering berkorespondensi dengan Irina, kadang ia juga meneleponnya saat berada di Malyschi.


Suatu hari, ada insiden terjadi saat seorang asing membawa anak perempuannya masuk ke desa Tschernowo.  Baba Dunja tak terima saat lelaki itu akan membawa anak perempuannya yang masih sehat untuk tinggal bersama di desa yang memiliki tingkat radiasi tinggi. Itu sebabnya Baba Dunja tak sengaja membunuh lelaki itu, lalu mayatnya dikuburkan di dekat TKP.


Karena kejadian pembunuhan itu, Baba Dunja dijatuhi hukuman penjara 3 tahun dan selama di penjara, ia harus bekerja membuat sarung bantal untuk dijual kembali. Pemerintah menganggap bahwa pembunuhan itu tetap saja harus dipertanggungjawabkan. Hingga suatu hari, kabar itu pun muncul. Keputusan mengampuni narapidana seperti Baba Dunja datang dari pemerintah saat negara itu sedang berulang tahun. Baba Dunja mendapat keringanan hukuman sehingga ia pun bisa kembali ke rumahnya. 


Lalu, apa yang terjadi selanjutnya? Baca saja di novel ini ya!

 

“Akan kuceritakan semuanya pada kalian. Ceritaku singkat saja. Kami penduduk terakhir yang tinggal di Tschernowo. Pria yang tewas, yang dibahas dalam kasus ini, ingin pindah ke sana. Dia mengajak anak perempuannya yang masih kecil.”

“Tschernowo desa yang indah. Tempat yang cocok untuk kami. Kami tak pernah mengusir siapapun. Tapi, meskipun begitu, aku tak menyarankannya bagi seseorang yang masih muda dan sehat. Tempat itu tidak cocok untuk semua orang. Siapa pun yang mengajak anak kecil untuk tinggal di sana demi membalas dendam adalah orang jahat. Seorang anak butuh ibunya dan udara bersih.” (hlm. 139)

 

***

Menurut Saya :

                                                                                    

Judul asli novel Cinta Terakhir Baba Dunja karya Alina Bronsky ini adalah Baba Dunjas Letzte Liebe. Novel terjemahan Rusia ini terbit tahun 2015. Sejujurnya, waktu saya baca novel ini pertama kali, yang terlintas dalam benak saya adalah bagaimana bisa seorang lansia seperti Baba Dunja tinggal di desa yang sangat berbahaya itu. Tingkat radiasi nuklir yang tinggi justru diabaikan olehnya. Padahal, banyak efek yang terjadi bagi makhluk hidup yang tinggal di sana, bukan hanya manusia, hewan dan tumbuhan juga berevolusi akibat radiasi itu.

 

Jadi, saat saya tahu Baba Dunja dan segala kegelisahannya tentang hidup, saya jadi berpikir, kok bisa ya ada orang-orang seperti Baba Dunja dan teman-temannya yang lain yang kembali ke kampung halaman itu.

 

Memang sih hidup di kota Malyschi lebih sulit karena mereka tidak punya rumah dan harus tinggal di rumah yang tak layak. Tapi, rasanya ada yang membuat saya terhenyak. Kenyataan bahwa bagi lansia seperti Baba Dunja yang mungkin sudah tidak lagi memikirkan apakah besok ia masih hidup atau sudah mati. Hiks

 

Saya justru tertegun saat membaca deskripsi tentang desa Tschernowo itu. Desa yang sangat sunyi dan sepi. Desa yang sangat jauh dari kota lain dan terisolir karena nggak ada yang mau datang ke sana, ya itu sama saja menyerahkan diri pada penyakit, kan? Semua orang takut tertular radiasi karena radiasi sudah masuk ke dalam tubuh, bahkan hingga ke tulang-tulang tua sekali pun. Ini akan menjadi reaktor kecil yang membahayakan kesehatan orang lain karena memancarkan radiasi ke sekelilingnya.

 

Duh, gimana dong ya?

 

Kekhawatiran Baba Dunja tentang lelaki yang membawa anak perempuannya yang masih kecil ke kawasan Tschernowo ini memang beralasan. Seperti yang dikhawatirkan Baba Dunja, bisa jadi radiasi itu akan membahayakan organ reproduksi dan organ tubuh lainnya. Jadi, kesehatan seharusnya lebih penting. Makanya dia marah banget dengan laki-laki asing itu, sampe harus membunuhnya.

 

Yang bikin saya sedih itu pas Baba Dunja menulis surat buat cucunya Laura karena dia butuh menyalurkan perasaannya di penjara. Nulisnya di kertas ala kadarnya, tapi sayangnya... surat-surat itu ternyata nggak pernah sampai pada penerimanya. Sedih banget ga, sih?

 

Trus, ada lagi yang kejadian pas Baba Dunja dibebaskan dari penjara, tapi dia hanya diturunkan sampai di pemberhentian terakhir sebelum masuk ke desanya. Tempat itu tuh bekas pabrik tua, dan letaknya jauh banget dari rumahnya. 


Dalam kondisi sehat, Baba Dunja bisa menempuhnya jalan kaki sendirian selama 2 jam, tapi dia harus berjalan selama 3 jam. Apalagi dalam kondisi badannya yang habis sakit stroke, asli sih ini bikin mewek. :’((

 

Gimana ngebayangin sedihnya jadi Baba Dunja, meskipun sebenernya dia sendiri yang memang minta. Dia nggak mau diantar ke bandara, padahal anaknya pengin Baba Dunja tinggal bareng dengannya di Jerman.

 

Tapi Baba Dunja justru memilih kembali ke desa yang ia cintai, tempat di mana ia menghabiskan waktu masa tuanya, karena ia selalu menganggap ia nggak bisa dan nggak perlu untuk keluar desa itu di usia 80 an tahun. Bener-bener nih, bikin terhenyak dengan fakta ini. huhu 

 

Baba Dunja justru milih untuk mendahulukan kesehatan orang lain dibanding dirinya sendiri, karena dia menganggap orang yang udah lama tinggal di Tschernowo seperti dirinya akan membahayakan orang lain akibat efek radiasi nuklir itu. Sedih banget sih. :(

 

Alur cerita di novel Cinta Terakhir Baba Dunja ini memang sangat lambat, bahkan saya butuh waktu berbulan-bulan untuk namatin novel Rusia ini, meskipun sebenarnya novel ini tipis banget. Hanya 160 an halaman. Tapi karena kebanyakan memang deskripsi desa yang sunyi dan sepi, jadi nggak ada konflik yang berarti selain konflik dengan orang asing, konfik saat persidangan, dan saat di penjara. Desanya tuh mirip ama desa Gongjin di drama korea Hometown Chachacha gitulah ya kira-kira, karena banyak ditinggali lansia dan desanya super sepi. 

 

Saya mempercepat baca novel ini setelah sampai di 110 an halaman, jadi 50 halaman tersisa itu konfiknya makin intens. Sebelumnya lebih banyak deskripsi dan dialog ringan dengan Marja dan teman-temannya sesama penduduk desa.

 

Salah satunya dialog ini :

 

“Kalau suatu saat nanti kau tak lagi di sini, Baba Dunja, Tschernowo akan menghilang.”

“Aku tak percaya itu.”

“Menurutmu pohon persik baru akan tumbuh di sana?”

“Tidak. Biasanya pohon persik harus dicangkok.”

“Maksudku, apakah suatu hari nanti wilayah ini akan melupakan apa yang terjadi padanya? Seratus atau dua ratus tahun dari sekarang? Apakah orang-orang akan tinggal di sini, berbahagia dan tanpa beban? Seperti dulu?”

“Memangnya kau tahu seperti apa kehidupan di sini dulu?” (hlm. 103)

 

Kalau dipikir-pikir, iya juga ya. Berapa lama waktu yang dibutuhkan tanah di desa itu untuk menjadi normal kembali dan bisa ditempati oleh penduduk lagi tanpa efek samping radiasi? Rasanya kok kayak nggak mungkin bisa dihuni lagi setelah kejadian reaktor nuklir di Chernobyl itu bocor. Hiks


Nah, buat kamu yang mau baca novel Cinta Terakhir Baba Dunja ini, harap sabar sekali yaaa. Hehe. Soalnya memang alurnya lambat, tapi worth it kok buat dibaca. Anggap aja eksplore bacaan baru karena tema radiasi nuklir baru saya temukan di novel ini saja. Apalagi novel ini merupakan novel pertama dari Rusia yang saya baca.

 

Overall, bagus sih. 4 bintang dari saya untuk novel Cinta Terakhir Baba Dunja ini. 


Kalau kamu gimana? Tertarik tinggal di desa Tschernowo seperti Baba Dunja? 

Share ya di komentar, hehe


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Gadis Kretek by Ratih Kumala

  Judul Buku : Gadis Kretek Pengarang : Ratih Kumala Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan Ketiga, Juli 2019 Tebal : 275 halaman ISBN : 978-979-22-8141-5re Rating : 5 bintang Genre : Novel Sastra Indonesia Harga Buku : Rp 75.000 Baca Ebook Gadis Kretek pdf di Gramedia Digital Beli novel Gadis Kretek di Shopee (klik di sini)

[Resensi Buku] Sang Keris - Panji Sukma

  Sang keris Judul : Sang Keris  Pengarang : Panji Sukma Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan Pertama, 17 Februari 2020  Tebal : 110 halaman Genre : novel sejarah & budaya ISBN : 9786020638560 Rating : 4/5 ⭐ Harga buku : Rp 65.000 Baca ebook di aplikasi Gramedia Digital ❤️❤️❤️

Resensi Buku Funiculi Funicula (Before The Coffee Gets Cold) by Toshikazu Kawaguchi

  Judul   Buku : Funiculi Funicula Judul Asli : Kohii No Samenai Uchi Ni (Before The Coffee Gets Cold) Pengarang : Toshikazu Kawaguchi Alih Bahasa : Dania Sakti Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan kedua, Mei 2021 Tebal : 224 halaman ISBN : 9786020651927 Genre : Novel Fantasi - Jepang Rating : 4/5 bintang Harga Buku : Rp 70.000 Baca via Gramedia Digital Beli buku Funiculi Funicula di Gramedia.com