Judul buku: Bu, Tidak Ada Teman Menangis Malam Ini
Penulis: Boy Candra
Penerbit: Grasindo
Terbit: 2024
Tebal: 148 halaman
Rating : 4,5/5 🌟
Baca di Gramedia Digital
#BacaDigital2024 #TabletBacaRobusta
❤️❤️❤️
Sinopsis Buku :
Bu, aku berusaha tidak hancur dihantam hidup meski sesekali rasanya hampir redup. Aku terus melawan pada dunia ini meski banyak tangis yang kusimpan sendiri. Meski dalam malam yang sepi aku mengeluh padamu lagi.
Maaf untuk hal-hal yang masih gagal.
Untuk pertarungan-pertarungan yang belum aku menangkan. Untuk semua kekalahan yang kadang datang berulang.
Aku hanya ingin terus hidup, Bu. Aku hanya ingin terus berjalan.
Jika nanti aku tidak pernah jadi yang terbaik seperti harapanmu, jika doa-doamu tentang aku ternyata tidak terkabul, tetaplah anggap aku anakmu.
Selagi ada diriku di dunia ini, aku tidak akan pernah berhenti membuatmu merasa bangga memilikiku. Anak yang keras kepala, meski banyak lelah menghadapi dunia.
❤️❤️❤️
[Review Buku] Bu, Tidak Ada Teman Menangis Malam Ini karya Boy Candra :
Lelaki tua itu terdiam lama di kompleks pemakaman. Ia masih sering berkunjung ke makam orang tuanya sambil melantunkan doa.
Saat hendak pulang menggunakan motor, lelaki tua itu tidak sengaja menabrak seorang anak laki-laki yang menjatuhkan buku. Motornya pun rusak.
Saat pulang, sang lelaki tua itu mengamati isi buku yang ditemukannya, buku yang berisi curahan hati anak lelaki itu; tentang kehampaan, sunyi dan luka yang seringkali ia sembunyikan dalam sedihnya.
Dukanya tak abadi, tapi kesunyian itu masih mencengkram hidupnya.
Sepeninggal ibunya meninggal, anak laki-laki itu sering menuliskan kegalauannya dalam buku itu.
Kini, buku itu menghilang, anak laki-laki itu tak tahu kemana lagi harus mencari buku catatannya.
Di tempat lain, lelaki tua itu berharap ia bisa bertemu pemilik buku untuk mengembalikannya, namun takdir berkata lain. Pertemuan itu tak kunjung menghampiri.
Lalu, apa isi buku yang membuat lelaki tua itu merenungi hidupnya kembali?
❤️❤️❤️
Buku ini adalah buku ketiga karya Boy Candra yang kubaca. Dibandingkan dengan buku sebelumnya yang sudah saya baca, buku ini jelas memiliki diksi yang lebih halus dalam menyampaikan makna cerita.
Konsep bukunya menggabungkan 2 kisah yaitu kisah pak tua dan anak lelaki yang kehilangan ibunya. Yang pak tua berisi alur cerita, yang lelaki muda berkonsep prosa tentang duka. Keduanya melukiskan duka yang sama, tapi dalam fase duka yang berbeda.
Pak tua sudah dalam fase ikhlas, sedangkan anak lelaki itu masih butuh berjuang untuk mengurai rindu dan dukanya, agar tak kembali kesepian lagi.
Bagiku, membaca buku ini mengingatkan kembali bahwa duka bagi setiap orang tidaklah sama. Ada yang mudah melupakan, ada yang harus berjuang mati-matian agar tetap bisa melanjutkan hidup.
Kehilangan ibu seolah kehilangan separuh jiwa. Bagi anak laki-laki yang dekat dengan ibunya, duka ini makin terasa pekat. Tak ada pundak untuk sejenak melepaskan kesedihan. Karena itu, menuliskannya bisa menjadi penawar rasa rindu.
Buku ini akan related dengan pembaca yang sedang mengalami fase duka. Nggak heran rasanya kayak dipuk-pukin teman terbaik saat membaca kisahnya.
Saya suka dengan closurenya, yang menandai bahwa fase berduka juga kelak akan sampai pada ujungnya.
Lalu, jiwa akan kembali menemukan makna baru tentang hidup dan harapan.
Karena sebenarnya yang dibutuhkan lelaki saat berduka hanyalah orang yang memahami bagaimana ia ingin didengar dan ditemani. Bukan dijudge tentang ini dan itu.
Laki-laki boleh menangis, sayangku. Tapi jangan lupa bahwa hidup masih harus terus berjalan.
Jadi, jangan lupa simpan dukamu dalam tulisan. Ia tak abadi. Tapi, setidaknya kamu bisa melepaskan dukamu sejenak dari pundakmu malam ini. Hingga esok kamu bisa melihat masalahmu dengan lebih jernih lagi.
Oh iya, buku ini cocok didengar dengan playlist lagu Gala Bunga Matahari. Pasti bikin makin nangis dan kangen ibu.
Selamat membaca ya! ❤️
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya. ^_^