Judul Buku :
Pre Wedding in Chaos
Pengarang : Elsa
Puspita
Penerbit : Bentang
Pustaka
Terbit : Cetakan
Pertama, Oktober 2014
Tebal : 286
hlm.
ISBN : 978-602-291-056-5
Rating : 4/5
bintang
Baca via BookMate
Resensi Buku :
Aria dilamar
oleh kekasihnya, Raga yang telah dipacarinya selama 9 tahun. Tak ingin
mengecewakan Raga, ia pun menjawab iya. Padahal, ia sama sekali tak ingin
menikah dalam waktu dekat. Bayangan pernikahan sempurna tak ada dalam
kehidupannya, karena pernikahan kedua saudaranya tak ada yang berjalan dengan
normal. Mas Reza menikah dua kali, sedangkan mba Mayang menikah dengan
pengusaha kaya sebagai istri keduanya.
Bagi Aria, rencana
menikah jauh dari bayangannya. Ia harus berkompromi dengan kekurangan pasangan,
memiliki anak padahal ia sangat jauh dari figur ideal seorang ibu, juga
menganggap menikah mengekang kebebasannya. Bahkan ia berencana untuk
memundurkan pernikahan setahun setelah lamaran tak resmi dari Raga. Namun,
karena ibunya sudah mendengar Aria diberi cincin lamaran oleh Raga, maka ia
ingin anaknya itu bisa segera lamaran secara resmi dan menikah.
Dalam waktu
3 bulan kedua pihak mengusahakan segala pernak-pernik pernikahan bisa
terlaksana dengan bantuan WO. Meski begitu, ada saja halangan yang menghadang
di hadapan Aria dan Raga untuk mewujudkan pernikahannya. Raga yang tiba-tiba
jadi sering berdebat dengan Aria, Aria yang dipromosikan ke LA oleh atasannya
sebulan sebelum tanggal pernikahannya, dan kejadian yang membuat Aria trauma dengan
rencana memiliki anak dengan Raga setelah menikah nanti. Aria tidak dekat dengan
anak-anak, bahkan Raga mendekatkannya dengan keponakannya. Namun, nihil.
Rencana itu tak berjalan mulus. Akankah keduanya tetap menikah?
***
Pernikahan adalah
jalan panjang yang harus dilalui oleh laki-laki dan perempuan yang ingin
meresmikan hubungannya menjadi ikatan halal. Tak hanya untuk membangun keluarga
namun juga memiliki keturunan. Namun, Aria, tokoh dalam novel ini tak ingin
memiliki anak. Padahal ia sehat, namun ia menolak pernikahan dengan sadar dan
menganggap bahwa menikah tak perlu memiliki anak.
Saya pikir
orang seperti Aria tak hanya satu di dunia ini. Ada banyak Aria-Aria lainnya
yang tak ingin memiliki anak. Alasannya bisa banyak, seperti Aria yang trauma
terhadap pernikahan saudaranya. Bisa juga karena di kehidupannya tak ada figur
yang bisa menjadi contoh pernikahan ideal. Meski begitu sebenarnya pernikahan
ala negeri dongeng memang tak pernah ada di dunia nyata.
Masalah yang
digambarkan di novel ini sebenarnya cermin di kehidupan nyata. Bagaimana orang
seperti Aria dan Raga dilanda dilema saat sudah nyaman sebagai kekasih namun
tak ingin maju menjalani level selanjutnya, menikah. Hanya karena belum merasa
siap. Padahal kata siap tak akan pernah ada jika tidak ada yang mau memulai
untuk membicarakannya dengan serius.
“Nyatuin dua kepala itu nggak pernah gampang, makanya kompromi harus selalu di barisan terdepan dalam hal apapun.”
Aria juga
dilanda kegalauan karena adiknya ingin menikah tapi ibunya khawatir Aria tak akan menikah jika dilangkahi. Itu sebabnya ibunya ngotot. Bahkan mbak Mayang
ikut memberikan nasihat bagi Aria agar mempertimbangkan tawaran Raga untuk
menikah dan siap jadi ibu.
“Cinta itu aneh, Ar. Suatu saat, kamu bakal ngerasain banget kehadirannya. Beberapa saat habis itu, semuanya hilang kayak nggak pernah ada. Menurut kamu, kenapa orang yang awalnya saling jatuh cinta akhirnya mutusin nikah? Mereka butuh kommen buat pertahanin kebersamaan mereka walaupun nanti perasaan yang bikin mereka mutusin buat nikah tiba-tiba hilang. Kita kadang nggak bisa bedain perasaan cinta atau cuma rasa terbiasa sama kehadiran pasangan kita. Yang mana pun, akhirnya, ya, itu yang bikin kita bertahan.”
Para tokoh
di novel ini bagai cerminan tokoh di dunia nyata. Penyelesaian yang diberikan
sangat realistis. Ada orang yang berharap ketika menikah, karakter pasangannya
akan berubah, padahal tidak bisa terjadi jika tidak dilakukan dengan sadar dan
penuh kompromi. Bagaimanapun menikah adalah menyatukan kedua kepala jadi satu,
jika salah satunya tak sabar menghadapi sifat pasangan, maka yang terjadi
adalah kekacauan.
Saya kaget saat baca endingnya. Fiuh, habis dibikin gregetan dengan tingkah laku Aria, sekarang saya harus sabar dengan sikap Raga. Memang logis sekali Raga melakukan hal
yang seharusnya dia lakukan. Ya, kehidupan pernikahan tidak bisa
diprediksi. Jadi, seperti quote dari Shauna Niequist, “When life is well,
say thank you and celebrate, and when life is bitter, say thank you and grow.”
Overall, 4 bintang untuk novel ini.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya. ^_^