Judul : Before Happiness
Pengarang : Abbas Aditya
Penerbit : Moka Media
Terbit : 2014
Tebal : vi +210 hlm
ISBN : 979-795-841-8
Happy Amalia, seperti harapan
saat orangtuanya memberi nama ini, semestinya ia menjadi orang yang selalu
bahagia. Mencintai seorang sahabat yang telah lama berada dalam hidupnya,
membuat Happy berada dalam labirin perasaan yang rumit. Sadha, lelaki yang kini
sudah menjadi kekasih sahabatnya bernama Yuna itu, malah menjadikannya sebagai
pemeran pembantu utama untuk mengurus segala perihal pernikahannya. Mulai dari
surprise proses lamaran, sampai menyiapkan konsep pernikahan.
Tak terbayangkan bagaimana
sakitnya perasaan Happy mengingat baginya Sadha adalah cinta pertama yang
berkesan. Bedanya, Happy lebih memilih jatuh cinta diam-diam ketimbang harus
mengakui perasaannya pada Sadha. Baginya, menyatakan cinta berarti harus
menerima risiko yang lebih besar, ditolak dan berjarak dengan lelaki itu.
Tapi di sinilah Happy, memutar
harinya dengan perasaan acak dan absurd. Langit Jakarta, Kota Batu di Malang,
dan sungai Chou Praya Thailand mungkin bisa menjadi obat bagi sakit hati yang
ia rasakan. Happy memilih untuk melarikan diri dari kenyataan pahit itu.
Berharap waktu dan jarak bisa menyembuhkan luka.
“Jatuh cinta itu emang sakit, Happ. Dan akan lebih menyakitkan jika
kita nggak ikhlas jika orang yang kita cintai bahagia. Sadha sudah memilih
titik di mana dia harus bahagia. Lu mau ngerusaknya?” (hlm. 77)
Di sudut lain, Gerald, sepupu
Sadha yang sejak dulu jatuh cinta padanya justru membuat Happy makin sebal
dengan tingkahnya. Gerald bahkan menawari Happy untuk jadi kekasihnya, kekasih
pura-pura.
“Jatuh cinta itu perlu belajar, termasuk melupakan kenangan akan sakit
yang ditimbulkannya.” (hlm. 145)
Demi memupus perasaan Happy pada
Sadha. Happy yang awalnya benci setengah mati dengan Gerald karena insiden
ospek, malah harus menelan ludahnya sendiri. Pura-pura jatuh cinta dengan
Gerald itu berisiko! Sebab tanpa disadarinya, Happy masuk ke dalam konflik
internal keluarga besar Gerald dan Sadha, yang merupakan keluarga pebisnis
film. Dibalik ketenangan Sadha dan kecemerlangan karirnya, tersimpan masalah
besar yang berpusat pada Nara, nenek Sadha. Dapatkah masalah itu selesai?
Bagaimana kisah cinta Happy selanjutnya? Baca saja di buku ini. ;)
“Terkadang masa lalu adalah semak belukar yang harus kita babat habis,
karena jika kita terus di dalamnya, kita akan sukar mendapat cinta yang baru,
kebahagiaan yang baru.” (hlm. 154)
***
Kisah cinta Happy, Sadha, dan
Gerald yang dituliskan oleh Abbas Aditya membuat pembaca ikut larut dalam
konflik yang diciptakan. Tak banyak novel yang bersetting pekerja perfilman dan
entertainment. Kalau lihat keluarga Sadha, saya jadi ingat keluarga Punjabi
yang merupakan trah dinasti perfilman tersohor di Indonesia. Meski filmnya yang
‘ya gitu deh, ga jelas’ tapi dibalik itu semua ada alasan mengapa film harus
tetap bergulir meski mengorbankan idealisme. Ditambah lagi dengan bumbu
travelling ala kaum borjuis, membuat novel ini memberi rasa baru bagi pembaca.
Lewat Nara, tokoh nenek Sadha,
pembaca jadi tahu untuk lebih bijak menyelami kehidupan perempuan yang keras
dan tegas, pekerja keras yang memiliki dedikasi pada film, namun melupakan rasa
ikhlas pada masa lalu.
Gerald yang jago main musik dan
kekanakan, tampak berkilau di mata pembaca karena kelugasannya menyatakan apa
yang mengganjal. Buat seseorang yang patah hati, memang harus ada yang
mengatakan kenyataan, meski itu sulit diterima. Apalagi mengingat perasaan
Happy yang terombang-ambing padahal Sadha hanya menganggap kebiasaan memanggil Prince
dan Princess adalah dongeng yang tak pernah jadi kenyataan. Sahabat tetap
sahabat. Putri dan pangeran hanya ada di alam dongeng, tak menjelma jadi nyata.
Kelebihan dari novel ini, selain
settingnya yang kuat, juga banyaknya adegan yang memberi suasana yang berbeda. Seperti
saat surprise lamaran Yuna dan Sadha, juga di Kafe tempat mereka biasa ngobrol.
Meskipun ada beberapa typo yang sangat sering saya temukan menghiasi novel ini.
Overall, novel ini bisa jadi bacaan untuk menemani akhir pekanmu. ;)
good luck
BalasHapusMakasih :D
HapusTypo-nya banyak ya? Btw Kiky ngasih berapa bintang untuk novel ini?
BalasHapusIya, banyak typonya, Kang. Hihi :D
HapusAku kasih 3,5 bintang :D
Ngikik baca ini mbak: Meski filmnya yang ‘ya gitu deh, ga jelas'....
BalasHapus#salahfokus :D
Haha. Ochaaa, iya, di bukunya dibilang gitu sih, Cha. :D Jadi aku kutip aja apa kata penulisnya xD
Hapus