21 September 2014

Resensi The Five People You Meet in Heaven by Mitch Albom


Judul : The Five People You Meet in Heaven (Meniti Bianglala)
Pengarang : Mitch Albom
Alih Bahasa : Andang H. Sutopo
Penerbit : Gramedia
Terbit : Cetakan keenam, Desember 2012
Tebal : 208 hlm
ISBN : 978-979-22-7002-0


Eddie bekerja di taman hiburan Ruby Pier hampir sepanjang hidupnya, memperbaiki dan merawat berbagai wahana. Tahun-tahun berlalu, dan Eddie merasa terperangkap dalam pekerjaan yang dirasanya tak berarti. Hari-harinya hanya berupa rutinitas kerja, kesepian dan penyesalan.

Pada ulangtahunnya yang ke-83, Eddie tewas dalam kecelakaan tragis ketika mencoba menyelamatkan seorang gadis kecil dari wahana Freddy’s Free Falls yang rusak. Saat mengembuskan napas terakhir, terasa olehnya sepasang tangan kecil menggenggam tangannya. Ketika terjaga, dia mendapati dirinya di alam baka. Dan ternyata, Surga bukanlah Taman Eden yang indah, melainkan tempat kehidupan manusia di dunia dijelaskan lima orang yang telah menunggu. Lima orang yang mungkin orang yang kita kasihi, atau bahkan orang-orang yang tidak kita kenal, namun telah mengubah jalan hidup kita selamanya, tanpa kita sadari.

Kelimanya mengajarkan Eddie tentang sesuatu.

“Bahwa tidak ada kejadian yang terjadi secara acak. Bahwa kita semua saling berhubungan. Bahwa kau tidak bisa memisahkan satu kehidupan dari kehidupan lain, sama seperti kau tidak bisa memisahkan embusan udara dari angin.” (hlm. 52)

Orang pertama yang ditemuinya di alam baka adalah seorang lelaki berkulit biru. Seseorang yang bahkan tak dia kenal. Eddie merasa asing dengan orang itu, tapi takdirnya bersinggungan dengan takdir orang tersebut. Eddie kecil berlari untuk mengambil bola yang menggelinding di sebuah jalan raya, dari jauh, sebuah mobil melaju kencang. Mobil itu tak menabraknya, tapi ban mobilnya selip. Pengemudinya gemetar ketakutan, hingga meninggal karena serangan jantung.

Tanpa sadar, Eddie adalah penyebab kematian si lelaki biru. Lelaki itu tak marah, justru mengajarkan sesuatu. Bahwa,“Keadilan tidak mengatur persoalan hidup dan mati. Kalau keadilan yang mengatur, tidak akan ada orang baik mati muda.” (hlm. 53)

Lalu, Eddie bertemu dengan orang kedua, sang kapten, atasannya di militer sebelum Eddie dipensiunkan dari kesatuan karena kakinya cedera saat perang. Tanpa diketahui Eddie, ada andil Kapten dalam kehidupan Eddie, yang membuatnya tak bisa berjalan normal lagi. Eddie terus menerus menyesali mengapa kakinya sakit dan harus bekerja di taman hiburan sepanjang sisa hidupnya. Ia masih belum berdamai dengan takdirnya.
  1. waaw, saya baru tau isi bukunya! Oke .. nanti cari bukunya deeh...

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya. ^_^

Big Ad