Judul buku :
Memori
Pengarang : Windry
Ramadhina
Penerbit : Gagas
Media
Terbit : 2012
Tebal : 304 hlm.
ISBN : 978-979-780-562-3
Rating : 4/5
bintang
Blurb :
Blurb :
Cinta
itu egois, sayangku.
Dia
tak akan mau berbagi.
Dan
seringnya, cinta bisa berubah jadi sesuatu yang jahat. Menyuruhmu berdusta,
berkhianat, melepas hal terbaik dalam hidupmu. Kau tidak tahu sebesar apa
taruhan yang sedang kau pasang atas nama cinta. Kau tidak tahu kebahagiaan
siapa saja yang sedang berada di ujung tanduk saat ini.
Kau
buta dan tuli karena cinta. Kau pikir kau bisa dibuatnya bahagia selamanya.
Harusnya kau ingat, tak pernah ada yang abadi di dunia – cinta juga tidak.
Sebelum kau berhasil mencegah, semua yang kau miliki terlepas dari genggaman.
Kau
pun terpuruk sendiri, menangisi cinta yang akhirnya memutuskan pergi.
***
Resensi Buku :
Mahoni,
seorang arsitek yang sedang meniti karirnya di Virginia, dan terobsesi dengan Frank O. Gehry, harus pulang ke
Jakarta saat kabar duka datang. Papanya dan Grace, ibu tirinya meninggal karena
kecelakaan. Di rumah peninggalan papanya, Mahoni menemukan seorang anak lelaki bernama
Sigi, adik tiri Mahoni. Mahoni tak ingin mengurus Sigi karena ia masih belum
bisa berdamai dengan masa lalunya. Papa Mahoni menikah dengan Grace saat ia
kecil, ibunya Mae patah hati sekali karena hal ini. Mae sering menciptakan
drama dalam hidupnya dengan mengungkit hal itu.
“Aku langsung tahu. Damar adalah kayu kesukaan Papa; bukan jati, nyatoh, atau sungkai; bukan pula mahoni. Karena itu, saat Papa memberi nama Sigi yang berarti damar kepada anak lelaki Grace, aku cemburu. Ya, kuakui alasanku membenci Sigi adalah alasan yang kekanak-kanakan. Dan perasaan itu menetap di dalam diriku selama bertahun-tahun, bersembunyi di balik kemarahan dan kebencian yang sesungguhnya kutujukan kepada Papa dan Grace hingga aku keliru mengenalinya.” (hlm. 70)
Om Ranu,
saudara papanya meminta Mahoni tinggal di Jakarta karena ia harus kembali ke
Jogja. Ia tidak bisa mengurus Sigi. Kini, Mahoni dihadapkan pada dua pilihan
yaitu karirnya di luar negeri atau tinggal di Jakarta. Pilihannya jelas, ia
lebih memilih karir. Namun saat melihat adiknya, Mahoni mengurungkan niatnya
untuk kembali ke kota impiannya.
Mahoni
memilih berjibaku di Jakarta. Ia tak sengaja bertemu dengan mantan kekasihnya,
Simon yang juga seorang arsitek terkenal. Mahoni pun diajak bergabung dengan
kantor arsitek MOSS yang didirikan oleh Simon dan Sofia, gadis yang juga jatuh
cinta pada Simon. Bersama keduanya mereka meniti karir di Jakarta, membuat desain untuk klien-klien langganan dan percikan cinta datang lagi di kehidupan Mahoni dan Simon. Akankah Mahoni bisa berdamai dengan mantan kekasihnya dan masa
lalu keluarganya?
***
Saya
sudah lama tak membaca novel karya mb Windry Ramadhina. Novel Memori
ini terlambat saya baca padahal sudah lama direkomendasikan oleh adek. Dan yak,
saya melihat sisi lain Windry di buku ini. Novel Memori penuh dengan kenangan
akan masa lalu, baik dari keluarga ataupun orang tercinta. Kenangan yang akan
selalu ada meski orangnya sudah tiada.
Novel
Memori karya Windry Ramadhina mencipta kisah keluarga yang getir dengan
penyelesaian yang logis, tidak menye-menye. Meski yang dikisahkannya adalah kenangan
tentang masa lalu yang kelam. Saya merasa di tengah cerita kisahnya terasa
mengambang dan kehilangan karakter. Baru di akhir cerita lebih terasa feelnya.
Saya
belajar banyak dari tokoh Mahoni saat ia belajar berdamai dengan Sigi yang
tidak bersalah dalam urusan kedua orang tuanya. Bagaimana Mahoni bisa memaafkan
masa lalu, bahkan menerima kehidupan yang telah terjadi padanya. Bagaimana ia
berdamai bahwa papanya pernah menghilang dari hidupnya dan tinggal bersama ibu
tirinya. Mahoni memahami bahwa kesedihan tak harus selalu tersimpan lama di dalam
hati. Bahkan Grace, ibu tiri Mahoni melewati masa sulit dalam kesedihan yang ia
simpan sendiri.
“Tidak, Mae. Grace tidak menari bahagia sementara kau melalui masa sulit. Dia harus menghadapi dunia Marra-nya sendiri.” (hlm. 268)
Saya
juga belajar dari tokoh Sofia, bahwa hidup sejatinya perlu penerimaan yang baik
atas hal-hal yang terjadi. Sofia mau menerima keputusan sulit meski yang
dikorbankan adalah perasaannya pada Simon. Sedangkan Simon menjadi kacau dan
kembali merokok meski dulu ia pernah berhenti menjadi perokok aktif saat dekat
dengan Sofia.
“Simon yang menghadirkan dua benda tersebut bersama kebiasaan lama yang mewakili kegelisahannya. Dengan caranya sendiri, lelaki itu sedang berusaha melawan rasa bersalah.” (hlm. 268)
Cara
Simon dan Sofia berdamai tentang masa lalu mereka sungguh di luar dugaan.
Seperti yang dibilang Mahoni.
“Dalam dua bulan mereka terlihat seperti dua teman baik yang punya sedikit sejarah, itu saja.” (hlm. 280)
Jujur
ya, buat saya itu ajaib ya. Berdamai dengan orang yang pernah menjadi bagian
dari masa lalu itu ya luar biasa banget. Dua bulan terbilang waktu yang cukup cepat
untuk mereka bisa kembali menjadi teman baik. Ya, salut banget dengan ketegaran
hati Sofia. 😘
Karakter
lain yang saya suka adalah Sigi. Dia dewasa sebelum waktunya, lebih dewasa
mengambil sikap dibanding Mahoni sendiri. Bahkan ia mampu mengurus dirinya
sendiri.
“Mae berasal dari Bahasa Hebrew yang berarti getir. Mae mengganti nama penanya dengan sebutan itu tidak lama setelah dia berpisah dengan Papa. Bagiku, sikap Mae menunjukkan pilihannya dengan jelas. Ada orang yang memilih bangkit dan mengobati lukanya setelah terjatuh, tetapi ada pula yang lebih suka tetap terpuruk dan menangisi masa lalu. Mae adalah tipe yang kedua dan dia tidak ingin berada di kegelapan sendiri.” (hlm. 249)
Karakter
paling menyebalkan kok jatuh sama Mae ya. 😢 Entah kenapa saya jadi bisa
melihat bahwa sosok seperti Mae pasti ada di sekitar kita. Seseorang yang
menyimpan lukanya sendiri, menginginkan luka itu terus ada di hati dan tak
ingin menyembuhkannya. Justru memaksa orang lain untuk bersikap terluka sama
sepertinya. Padahal waktu sudah lama berlalu tapi ingatannya tentang kegetiran
yang dialaminya masih sama seperti saat ia pertama kali merasakan lukanya. Mae
menjadi Marra, sosok penulis yang menabur kegetiran dalam setiap tulisan dan
kata-katanya.
Menurut
saya kisah dalam novel Memori ini bagus dan nggak pasaran. Di sepanjang cerita,
pembaca disuguhkan kehidupan para arsitek dengan lika-liku kerjanya. Seru kali
ya kalau novel Memori ini difilmkan. Hehe. Saya merasakan pencerahan tentang bagaimana
menerima takdir dengan sebaik-baiknya, tanpa menghakimi Tuhan. Overall,
4 bintang untuk novel Memori karya Windry Ramadhina ini. 😍
Ya ampuuun, aku salut banget sama dirimu mba, rajiiiin 😘
BalasHapusKayaknya emang ada ya mba sosok seperti Mae. Malah lebih parah atau biasa kita sebut psycho 😑
hmm jadi penasaran nih sama novelnya, aku juga sdg belajar berdamai dengan masa lalu dan sering ketemu sama org spt Mae, gregetan ya, dikasih tau suka ngeyel tapi ngeluh mulu :D
BalasHapusPenasaran jadi ingin tahu gimana sih kehidupan para arsitek itu...
BalasHapusCinta..oh Cinta emang selalu jatuh di depan cinta ya.
BalasHapusGa akan abis kalo ngomongin cinta, jadu senyum2 sendiri niy Ilaa.
Menyimpan luka di Masa lalu, bikin sakit ya, duh kasian Mae..
Jadi kepo, sama novelnya.
Dan aku belum membaca novel ini. Aku suka semua tulisan Windry, kisah yang diramu selalu apik.
BalasHapus