Judul : Salad Days
Pengarang : Shelly Salfatira
Penerbit : Gramedia
Terbit : Juli 2013
Tebal : 232 hlm.
ISBN : 978-979-22-9631-0
Selain memiliki prestasi akademis
cemerlang, Greta begitu diandalkan dalam tim basket SMA-nya. Ia menikmati
kehidupannya yang penuh warna bersama sahabat-sahabatnya : Hannah, Boy, dan
Patrick. Tapi semua itu berubah ketika sekolahnya kedatangan murid baru, Dirga.
Kesan pertama yang ditinggalkan Dirga di hadapan Greta tidaklah mengenakkan,
bahkan membuat Greta cukup kesal.
Hannah dan Dirga bersahabat sejak
kecil. Dirga menjadi pelindung Hannah, menjaganya dari perasaan terluka. Hingga
Dirga pindah kota dan akhirnya bertemu lagi saat Hannah duduk di bangku kelas
dua SMA. Hannah tetap menyimpan perasaannya pada cowok itu. Dirga yang telanjur
sayang pada Hannah membuat gadis itu merasa nyaman. Greta yang satu tim dengan
Dirga awalnya tidak suka dengan Dirga, apalagi cowok itu ternyata sok akrab
dengan sahabatnya, Hannah. Jadi Greta merasa dirinya tersisih saat Dirga ada di
sisi Hannah.
Greta
tak suka dengan Dirga. Namun, ketika Dirga direkrut menjadi anggota tim basket,
mau tak mau Greta melihat sisi lain Dirga yang cukup mengagumkan. Hanya saja,
saat itu Dirga telanjur akrab dengan Hannah. Apakah Greta harus mengalah demi
sahabatnya?
***
Kisah
sahabat jadi cinta memang sudah biasa diceritakan dalam novel lainnya. Hanya
saja, kisah ini memiliki akar yang berbeda. Persahabatan antara Greta, Hannah,
Patrick, Boy, dan Dirga membuat kisah ini seru dan hangat. Saya seperti
diingatkan lagi tentang persahabatan yang murni dan tulus saat masa sekolah di
SMA. Persahabatan yang seperti ini belum tentu bisa ditemukan di usia dewasa. Seperti
yang orang bilang, masa remaja masa yang tak akan terlupakan. Begitu juga kisah
persahabatan dan cinta dalam buku ini.
Penulis
banyak berbagi kisah tentang ekskul basket di SMA tempat Greta bersekolah.
Bahkan cara berlatih untuk mengikuti turnamen pun dibahas lengkap. Seperti cara
Greta yang selalu mengulang latihan sendiri meski di sekolah setiap sore pun
sudah berlatih. Juga cara Greta menyeimbangkan belajar dengan ekskulnya. Bahkan
Greta tetap bisa memberi les privat tiga kali dalam seminggu untuk menunjang
hobi basketnya. Mengingat basket butuh sepatu yang mahal dan jika sering
digunakan akan mudah menipis.
Di
novel ini juga penulis banyak menyisipkan pesan kebaikan seperti : kegemaran
Greta berbagi pada orang yang tidak mampu, ketidaksukaan Greta pada merokok
juga caranya agar tetap fokus dalam mencapai target baik target sekolah maupun
turnamen basket. Cara hidup Greta tentang sekolah dan basket bisa ditiru oleh
pembaca remaja, karena Greta memiliki fokus tingkat tinggi dan presistence yang
kuat hingga mau membayar lunas untuk semua target sempurna yang ia buat.
“Kalo cedera seperti ini membuat gue nggak bisa mewujudkan mimpi,
pengorbanan gue sia-sia. Selama gue masih bisa berlari, sekalipun terpincang,
gue akan tetap berlari. Gue nggak pernah setengah-setengah, Ga.” (hlm. 85)
“Gue nggak merasa rugi sama sekali untuk
ngasih ke orang-orang seperti itu. I never think it’s something to regret, let
alone something to lose. Gue berterima kasih sama Tuhan karena diberi
kesempatan berbagi.”(hlm. 98)
“Semester lalu Boy masuk peringkat sepuluh besar kelas. Dengan jujur
dia bilang, itu anugerah. Kebetulan. Dia mengaku bahwa ulangan dan ulangan umum
kemarin dia hanya bergantung pada konsentrasinya saat guru menerangkan dan saat
mengerjakan tugas di sekolah. Sesederhana itu.” (hlm. 108)
“Ayo, belajar bareng, kita bisa
diskusi. Bisa satu, bisa semua. Sukses satu, sukses semua. Silakan nanya sepuas-puasnya
saat belajar bareng, tapi jangan nanya pas ulangan.” (hlm. 181)
“Banyak impian besar yang harus gue
raih. Dan gue nggak akan membiarkan apa pun menghalangi keinginan gue itu,
Termasuk soal kita. Gue memilih menyalurkan energi ke hal lain yang lebih oke.
Lebih positif, lebih menyenangkan.”(hlm. 202)
Ada quote tentang cinta yang bagus untuk direnungkan.
Misalnya :
“Nggak perlu mengakhiri sesuatu yang nggak pernah dimulai.” (hlm. 179)
“Gue meyakini kita punya akhir yang indah bersama. Yang perlu kita lakukan hanyalah mengambil kesempatan yang ada.” (hlm. 227)
Untuk
kisah cinta, menurut saya kisah ini nggak cengeng, meski melibatkan cinta
segitiga antara sahabat. Tapi Greta mampu menahan emosinya. Yang bikin saya
gregetan malah Dirga. Aih, cowok ini. Kepedean kali ya, maybe karena handsome.
Hahaha. :P Trus, Boyyy dan Patrick. Dua karakter ini bertolak belakang, tapi
tetep keren karena satu sama lain saling melengkapi di tim basket. Pengembangan
karakter Boy bikin saya suka gaya bercerita penulisnya. Ya, untuk kisah cinta
yang akhirnya bikin saya pengin teriak “aaakkk, ga terimaa!”. Kok pakai teknik “Tuhan
keluar dari mesin” siiihh? :P Tapi meski begitu, saya beri 4 bintang. Saya
pengin suatu saat kisah ini difilmkan. Pasti seru. Hehe. ;)
judulnya sama kayak judul komik :)) udah lama banget nggak ngikutin teenlit terbaru, paling nunggu lanjutan teenlit dari penulis favorit aja :)
BalasHapusWah, ada yang judulnya sama ya? Aku baru tahu, Sulis. :D
HapusAku juga nunggu buku dari Esti Kinasih, belum ada yang baru ya.
Woh. Judulnya... kupikir ini novelisasi dari manga berjudul sama. :))
BalasHapus