Judul : Kembali ke St. Clare (St Clare #2)
Pengarang : Enid Blyton
Penerbit : Gramedia
Terbit : Cetakan kedelapan, Juli 2010
Tebal : 256 hlm.
ISBN : 978-979-22-5299-6
Blurb
:
Liburan telah usai. Betapa
senangnya kembali ke St. Clare. Bertemu teman-teman lama, berkenalan dengan
teman-teman baru, mengadakan pesta tengah malam, iseng mengganggu guru… dan
tentu saja tak ketinggalan kerja keras untuk mendapat nilai yang tinggi.
Semua itu memang mereka alami.
Dan lebih lagi!
Karena anak-anak baru lebih
meramaikan suasana. Terutama Margery, yang ternyata sama sekali lain dari yang
semula diduga anak-anak.
Resensi
:
Pat O’ Sullivan dan Isabel,
saudara kembarnya akan masuk tahun ajaran baru. Bersama dengan Alison, sepupunya,
mereka akan melalui petualangan seru di St. Clare. Sekolah yang dihuni oleh
anak perempuan dan berasrama ini memiliki aturan yang ketat soal nilai.
Anak-anak bebas berolahraga, menjahit, merajut, maupun belajar bahasa, namun
yang terpenting nilai harus berada di standar yang ditentukan oleh guru mereka.
Suatu kali, terjadi sebuah
insiden saat pesta tengah malam. Isabel, Pat, Hetty, Susan, Nora, Janet dan
Winnie diajak oleh Tessie. Tessie, seorang anak kelas tiga mengajak mereka
untuk hadir di acara pesta tengah malam. Acara ulang tahun ini bersifat rahasia
sehingga semua anak yang terlibat hanya berani berbisik menggunakan bahasa
isyarat. Sayangnya kekacauan terjadi ketika Erica, teman sekelas Isabel membuat
keributan. Erica mengetuk pintu kamar Mam’zelle, guru bahasa Prancis mereka.
Padahal pesta berada di samping kamar Mam’zelle. Mam’zelle pun memergoki kedelapan
muridnya melakukan pesta. Karena itu mereka disuruh menghadap kepala sekolah.
“Perbuatan kalian bisa dinilai serius apabila kalian sering melakukannya Tapi kali ini aku menilainya sebagai kenakalan biasa. Walau demikian, kenakalan pun perlu dihukum. Karenanya, selama dua minggu kalian tidak boleh pergi ke kota. Artinya, selama dua minggu kalian tidak bisa ikut berjalan-jalan, berbelanja, atau pergi ke restoran dan ke bioskop. Soalnya, jika kalian bersikap seperti anak kecil dan bukan seperti gadis remaja, aku pun terpaksa memperlakukan kalian seperti layaknya terhadap anak kecil. Anak kecil belum bisa diberi keleluasaan seperti gadis-gadis yang menjelang dewasa. “(hlm. 72)
Erica
melakukannya karena ia tidak suka dengan si kembar. Ia ingin agar mereka dihukum.
Namun, Margery, murid baru yang bersikap kasar dicurigai oleh Isabel dan Pat
sebagai biang keladi. Si kembar mengira Margery yang selama ini bersikap
kasarlah yang tega mengetuk pintu Mam’zelle dan mengacaukan pesta. Siapa sangka
ternyata Erica justru kelak ditolong oleh Margery. Margery yang kasar
sebenarnya adalah korban dari ketidakstabilan di dalam rumahnya. Ia memiliki
ibu tiri yang mengambil seluruh perhatian ayahnya. Margery memiliki reputasi
berpindah ke enam sekolah karena sikapnya yang kasar dan suka memusuhi.
Namun
tindakan Margery menolong Erica mengubah segalanya. Lucy punya rencana untuk membantu
Margery mendapatkan perhatian ayahnya lagi. Dengan menulis sepucuk surat bahwa
Margery menolong temannya dalam musibah kebakaran, dan menceritakan
keunggulannya di bidang olahraga. Ayah Margery akhirnya datang ke sekolah untuk
menengok. Lucy yang bermasalah dalam keuangan pun juga harus berkemas untuk
keluar dari sekolah asrama yang elit itu. Bagaimana masalah demi masalah bisa
dihadapi Isabel dan teman-temannya?
***
Buku
Enid Blyton yang satu ini baru saya baca satu seri. Ada beberapa kemiripan
tentang ide sekolah asrama. Seperti Malory Tower yang juga ditulis Enid, St.
Clare juga menggunakan setting
sekolah asrama khusus anak perempuan. Saya belum merasakan bedanya St. Clare
dengan Malory Tower. Yang terlihat hanya perbedaan pada tokoh utama yaitu si
kembar. Seri ini juga banyak berkisah tentang anak-anak nakal yang akhirnya
mendapatkan cara untuk menyelesaikan masalah mereka masing-masing.
Di seri ini juga dikenalkan cara
anak asrama berinteraksi. Seperti pergi berdua dengan teman agar aman jika ke
kota, menghabiskan waktu di ruang rekreasi, pertandingan regu antar kelas,
maupun insiden di sanatorium. Saya jadi makin yakin bahwa JK. Rowling mengadaptasi
kehidupan anak-anak berasrama yang ditulis Enid Blyton ini, karena beberapa kemiripan
dalam membangun setting sekolah
berasrama.
Di
buku ini pula masalah seperti menggantung, misalnya saja bagaimana nasib Lucy
belum pasti, karena ia belum melaksanakan ujian untuk mendapatkan beasiswa. Ada
pula Erica yang terpaksa pindah. Melihat Erica pindah saya pikir tindakan ini
terburu-buru, tapi karena Erica sudah telanjur malu karena perbuatannya, jadi
solusi ini yang terbaik. Ada juga kenakalan anak-anak pada Mam’zelle seperti memasukkan kumbang ke kotak kacamatanya. Overall, 4 bintang untuk seri kali ini.
aku cuma baca buku pertamanya aja, nggak cocok =))
BalasHapusAku malah yang pertama belum baca. Sold out soalnya. :D
Hapus