Judul Buku :
Menjadi Djo
Pengarang :
Dyah Rinni
Penerbit : Gramedia
Pustaka Utama (GPU)
Terbit : Cetakan
pertama, Mei 2014
Tebal : 296
halaman
ISBN/EAN : 9786020304472
/ 9786020304472
A Guan akrab dengan Yanto, anak pembantu di rumah keluarganya, keluarga
Tan. Bagi A Guan, bersahabat tanpa sekat dengan Yanto membuat perubahan dalam
dirinya. Ia belajar bagaimana sifat tanggungjawab Yanto menular padanya saat
harus menghadapi kemarahan mama karena insiden sepeda petugas PLN yang ia
pinjam tanpa ijin. Yanto juga yang membela A Guan saat diganggu Swan Tiem,
teman sekolahnya yang menyebutnya ba tauka, alias orang Tionghoa yang berteman
dengan orang pribumi.
A Guan yang seorang China totok bersahabat dengan Yanto yang
pribumi asli. Apa yang membuat keduanya bisa selalu bersama? Sebuah gabungan
sifat yang berbeda namun saling melengkapi, seperti puzzle yang saling
membersamai. Jika ada A Guan, di sana ada Yanto pula. Bersama mereka sering menghabiskan
waktu bermain. Mulai dari memanjat pohon trembesi, main layang-layang, membaca
komik pendekat silat, hingga bermain di kedai kopi Ho Peng yang ada di belakang
rumahnya.
Namun, persahabatan lintas rasial itu harus terpisah karena
tragedi tahun 1965. A Guan harus pindah ke Jakarta bersama keluarganya, memulai
hidup baru, menjauh dari kerusuhan yang terjadi di Medan. Di Jakarta ia
menemukan petualangan masa remaja, dan penemuan atas makna cinta serta menjadi
Indonesia.
A Guan harus berganti nama menjadi Djohan Sutan, peraturan
pemerintah menyatakan demikian agar tidak terjadi kericuhan lagi akibat isu
rasial. Semua anggota keluarga Tan juga berganti nama menjadi nama yang lebih
terdengar Indonesia.
“Apa kita akan selalu begitu? Masalah kita baru bisa selesai kalau
kita punya back up, punya hubungan
dengan pribumi dan penguasa?” (hlm. 172)
Dari pengalaman hidupnya, Djohan
alias Djo menemukan jalinan takdir yang membentuk dirinya saat ini. Dulu ia
belajar bisnis dari siapa saja, termasuk dari bisnis A Beng, kakaknya yang hobi
membuat benang gelasan saat musim main layang-layang tiba. Ia juga menjalankan
bisnis pertamanya yaitu menlajukan pergerakan majalah Samantha dan Ricci News
bersama Geng Apache. Djo pun pernah harus banting setir mengurus bisnis kaset Honsin
demi membayar uang SPP yang harganya mencekik keuangan keluarga.
Hidup di Jakarta tak semudah bayangan Djo. Banyak pergesekan hidup
yang membuatnya harus berani mengambil risiko dalam persahabatan dan juga cinta.
Termasuk ancaman teror dari seseorang yang memecahkan kaca jendela rumahnya
dengan tulisan yang diselipkan di batu. “Mati lo, China”.
“Katanya
orang nggak butuh alasan buat membenci sesuatu.”- A Beng
Segala yang ia alami menjadikan Djo dewasa. Akankah ia akhirnya
mendapatkan apa yang ia citakan? Menjadi Indonesia dengan caranya sendiri
hingga isu rasial tak hinggap lagi dalam kebersamaannya dengan orang lain? Yuk,
baca novel ini. ;)
***
Novel Menjadi Djo terinspirasi dari kisah nyata seorang direktur
perusahaan pengiriman terbesar di Indonesia yaitu JNE, bernama Johari Zein. Saya
baru tahu makna tagline JNE yaitu Express Across Nations yang merupakan simbol
semangat untuk bersama tanpa batasan suku maupun bangsa.
Dituturkan dengan lincah dengan gaya bahasa remaja, novel ini
mampu membawa pembaca ke sebuah masa di mana para tokohnya hidup saat itu. Ada
tiga bagian novel ini yaitu Medan awal 1960-an, Jakarta 1966, dan Jakarta 1972.
Hingga kini, isu rasial tetap jadi komoditas untuk memecah kesatuan bangsa.
Padahal, apalah arti dari warna kulit yang melekat pada diri? Seorang Djo tak
ingin dianggap sebagai Tionghoa yang hanya ingin mengambil untung dari pribumi.
Baginya, menjadi Indonesia artinya bersahabat tanpa sekat. Sebab ia lahir di
bumi Indonesia, ia ingin menjadi sepenuhnya orang Indonesia, diterima menjadi
putera bangsa.
Di buku ini pembaca juga jadi bisa lebih tahu bagaimana keadaan
kerusuhan tahun 1965 di mana isu komunis yang katanya melibatkan orang
Tionghoa, justru membuat suasana makin memanas. Chaos di mana-mana. Bahkan
meski sudah berganti nama menjadi nama Indonesia pun, ketentraman masih belum
sepenuhnya didapat oleh orang Tionghoa.
O iya, saya menemukan ada kesalahan ketik di bagian ini.
Halaman
126 : “Namanya sudah bukan lagi A Guan lagi, Ma.” Kata lagi diulang dua kali,
seharusnya sekali saja.
Halaman
129 : “Kata Papa, nama itu diambidarinamapahlawan, TeukuUmarDjohanPahlawan.” Di
kalimat itu kurang spasi antar kata.
Halaman
186 : “Kenny dan Herman memilih sekolah yang lain. Untung masih ada Herman dan
Corby yang memutuskan untuk bersekolah di tempat yang sama.” Herman diketik dua
kali. Seharusnya Kenny dan Raymond.
Halaman
141 : “Tapi gue nggak selalu punya uang duit buat beli bacaan.” Seharusnya kata
uang dan duit dihapus salah satu. Uang atau duit saja yang ditulis.
Penulisnya yaitu mba Dyah Rinni melakukan riset untuk novel ini
dengan detail. Saya menemukan ada beberapa bagian di mana ia menuliskan tentang
musik, segala hal yang berhubungan dengan orang Tionghoa seperti detail
makanan, juga kesenian betawi yang jarang kita tahu. Untuk kuliner, ada mie
untuk makanan orang Tionghoa sebagai simbol panjang umur. Lalu, baju merah yang
sering digunakan saat pesta. Dan ada tren fashion saat itu dengan celana
cutbray yang melegenda.
Quotes yang saya suka ini :
“Biarlah dia
menerima hukuman itu. Biar dia sikit-sikit
mengerti kalau setiap perbuatan itu ada risikonya. Kau selalu bilang
kalian berdua ingin jadi pendekar, kan? Pendekar juga harus berani menerima
hukuman kalau salah, To. Itu baru namanya pendekar sejati.” (hlm. 28)
“A Guan,
kita memang harus menghindari masalah, tetapi terkadang justru masalah yang datang
kepada kita. Kita tidak punya pilihan selain menghadapinya. Pastikan saja kamu
tahu mana yang harus kamu pilih.” (hlm. 50)
“Coba semua
orang di dunia ini seperti kalian, hanya bermain tanpa melihat warna kulit. Mungkin
dunia ini akan jauh lebih damai.” (hlm. 121)
“Duit
gampang dicari. Kalau pershabatan lenyap, mau dicari ke mana?” (hlm. 151)
Ada beberapa istilah yang sayangnya tidak dituliskan dalam
glosarium. Seperti ini misalnya : ba tauka, huana, dan sudako. Nah, tertarik
untuk mengikuti kisah hidup Djo? Yuk baca buku ini. Agar kamu tahu apa arti
Indonesia bagimu.
"Sukses
memang selalu dijanjikan kepada mereka yang mau bekerja keras. Siapa pun yang
mau bekerja keras, pasti akan diganjar kesuksesan, dan jenis sukses inilah yang
bertahan lama." (Johari Zein -
Managing Director PT JNE)
pasti keren deh novel mb dyah :-)
BalasHapusIya risetnya detail banget, bun. :D
Hapus"Huana" artinya perempuan Indonesia. "Sudako" artinya kendaraan umum di Medan. "Ba tauka" kurang tahu apa. *maklum, anak Medan* Makasih review-nya. Jadi tertarik baca bukunya. :)
BalasHapusQuotesnya menginspirasi yaah mbak :)
BalasHapuspersahabatan, cinta menjadi hal yang selalu menarik.
Idenya keren tapi typonya cukup banyak ya :)
BalasHapusGood job
BalasHapusNovel masa masa SMP,jadi kangen temen lama yang terpisah selama 12 tahun.
BalasHapus