Judul Buku : Javier
Pengarang :
Jessica Huwae
Penerbit : Bentang
Pustaka
Terbit : November
2014
Tebal: 264 hlm.
ISBN : 978-602-291-076-3
Rating : 3/5
Baca via BookMate
Resensi Buku :
Javier,
si penulis yang pernah menerbitkan karya best seller, dihantui deadline oleh
editornya, Rosi. Ia hanya diberi waktu selama 30 hari untuk menyelesaikan
naskahnya. Jika tidak, maka karir menulisnya akan tamat. Javier sudah
bertahun-tahun tidak menerbitkan karya sejak novelnya best seller. Ia
kehilangan ‘muse’ sejak Duma dan dirinya bercerai bertahun-tahun lalu. Baginya,
Duma adalah penyemangatnya dalam berkarya. Didera rasa bosan, ia menyepi di
sebuah villa yang disewanya di kawasan puncak demi memenuhi deadline menulis
yang ditawarkan Rosi. Javier ingin membangkitkan kembali inspirasi yang telah
terkubur lama.
Tak
disangka, ia justru menemukan oase yang telah lama dicarinya. Kisah yang
mengharu biru juga menghentak kesadarannya bahwa cinta terlalu rumit untuk
dijalani, baik oleh pelakunya maupun yang mengisahkannya. Javier bertemu dengan
Tanaya, gadis 21 tahun yang justru jatuh cinta padanya dan menawarkan cinta.
Si
satu sisi ia makin dekat dengan sahabatnya sesama penulis, Saosan. Perempuan
yang mendapatkan penghargaan atas karya yang ia hasilkan karena menjadi best
seller dan dipuji kritikus sastra. Javier ingin menghilang dari dunia Tanaya,
tak ingin diganggu dengan sikap agresif Tanaya. Tapi gadis itu justru makin
menjadi. Ia ditemukan tengah melakukan hal yang aneh setelah mengetahui masa
lalunya. Akankah Javier menemukan lagi keindahan dalam berkarya, meski harus
menempuh jalan sunyi sebagai penulis idealis?
***
Novel
Javier adalah karya ketiga dari Jessica Huwae yang saya baca. Sebelumnya ada
Soulmate.com dan Skenario Remang-remang yang saya baca. Karya ini menawarkan
kisah yang tidak biasa, tentang sisi kelam penulis yang ditinggalkan istrinya
karena tak bisa menafkahi keluarga, juga writer block dan pernak-pernik tentang
penulis yang wajib diketahui oleh pembaca. Bahwa tidak setiap penulis bisa
menghasilkan karya yang indah hanya dalam sekali duduk. Seorang penulis juga
manusia yang bisa saja butuh waktu lebih lama dibanding penulis lainnya untuk
menghasilkan sebuah karya. Bertahun-tahun dilanda kecemasan karena karya
fenomenal tak kunjung dihasilkan kadang juga membuat penulis frustasi.
Tak
ada kestabilan dalam karir sebagai penulis, karena penulis manapun berpotensi
untuk dikenang maupun dilupakan begitu saja ketika karyanya muncul di toko
buku. Tak jarang buku-buku yang didisplay beberapa bulan kemudian teronggok
begitu saja di gudang karena selera pasar yang tak bagus mengapresiasi karya
tersebut. Keresahan inilah yang coba dituangkan Jessica Huwae dalam novel ini.
Ia juga kesulitan menghasilkan karya best seller dalam 7 tahun setelah karir
menulisnya sebagai penulis pemula yang fenomenal dimulai.
Saya
pikir sekelas Jessica Huwae saja memiliki kegamangan seperti susahnya mengeluarkan
inspirasi ke dalam kata-kata. Ternyata bukan hanya penulis baru yang seperti itu,
bahkan penulis yang sudah menghasilkan karya best seller pun begitu. Javier
adalah simbol dari penulis-penulis yang mempertanyakan jalan sunyi yang
dijalaninya. Javier menghadirkan sisi lain penulis, bagaimana kritikan bisa
mempengaruhi mood penulis untuk menghasilkan karya yang baru. Juga bagaimana
penulis bisa berduka jika ia kehilangan ‘muse’.
Kisah
tentang Bernardus Tirto dan Padma hanya selingan menurut saya, tidak menjadi
pokok cerita. Namun bisa membawa Javier keluar dari masalahnya. Saya pikir
awalnya kisah ini akan murni romantis, tapi ternyata suram sekali. Membayangkan
Javier bertiga di villa dengan Tanaya dan pak penjaga villa bikin saya
mrinding. Apalagi dengar kisah Padma yang misterius, euh... bikin jantung mau
copot. :))
Jessica
Huwae juga menyelipkan kritiknya terhadap fenomena yang ada di negeri ini lewat
penceritaan Javier. Mulai dari pelajar (praja) yang dipukuli oleh senior hingga
cacat, fenomena kawin kontrak di puncak, fenomena cinta beda agama, hingga
bagaimana detailnya ia bisa membaca karakter orang dari gaya tulisannya.
Saya
pikir Javier adalah penjelmaan dari karakter Jessica Huwae itu sendiri yang
menginginkan kebebasan dalam berkarya, termasuk menuangkan beragam kritikannya
tentang banyak hal di novel ini. Tapi saking banyaknya materi yang dijejalkan
di novel Javier, saya serasa melihat puzzle tanpa panduan. Jadi sangat acak dan
abstrak. Baru setelah ¾ bagian buku ini saya baca, saya menemukan benang merah
antara kisah Padma dan Javier.
"Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Menurutku, fotografi juga begitu. Mengabadikan momen, merekam sejarah, mendokumentasikan bukti akan apa-apa yang kelak mungkin kita lupa atau tidak bisa kita lihat lagi. Dan kelak, kalau bisa membuat pameran seperti ini, rasanya tentu menyenangkan sekali. Bukan buat pamer, melainkan untuk berbagi. meminjamkan mata kepada mereka yang tidak punya akses untuk menjangkau tempat atau peristiwa yang berlangsung."
Jujur,
saya lebih suka Soulmate.com. Jessica lebih lincah mengisahkan cerita cinta
para tokohnya dibanding di novel Javier yang terkesan sendu. Kelemahan Jessica
di novel ini lebih banyak tell, jadi shownya jarang. Dialog-dialog hangat
terasa kurang, justru penggambaran karakternya terbentuk dari penceritaan
Javier secara narasi. Dan saya kurang suka endingnya yang kurang greget. Ngetwist
abis deh. :P Well ya, move on hanya sebatas angan-angan jika yang dilakukan
Javier adalah menuruti kata hatinya. Overall, 3 bintang untuk novel Javier
karya Jessica Huwae ini. :)
Baca nama tokoh-tokohnya kirain novel luar negeri, eh tapi kok settingnya di Puncak. Berarti novel lokal. Duh saya dah lama bgt gak baca buku.
BalasHapusUdah lama juga ga baca novel.
BalasHapusKayanya mau mulai bergerilya ke toko buku nyari novel deh. Hehehe
Aku kira penulis luar negeri..tema2 kayak gni kan seringnya di LN. Kereenn..patut dibaca nih
BalasHapus