Judul
Buku : Love in Blue City
Pengarang
: Irene Dyah
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Terbit
: 2016
Tebal
: 219 hlm.
ISBN
: 978-602-03-2865-2
Rating
: 4/5
Baca
via Scoop Premium
Resensi Buku :
Sebagai
pecinta warna biru, Nada ingin mengunjungi Chefchaouen-Blue City. Kota yang
akan membuat Nada kegirangan karena ia sangat penasaran dengan kota biru ini.
Kedatangannya ke kota Biru diawali oleh tawaran Tristan dan istrinya untuk
berbulan madu di Prancis sekaligus liburan ke kota biru. Sayangnya, istri
Tristan hamil dan harus istirahat di rumah. Agar tak mengecewakan adik
kesayangannya, Tristan menawari Nada untuk pergi berlibur bersama Rania, sahabat
adiknya tersebut. Rania yang ceriwis dan mengerti mau Nada pun akhirnya
mengikuti rencana gadis itu untuk berlibur di Kota Biru.
Chaouen sangat indah,
membuat Nada mengingat dengan jelas tawaran yang diberikan seseorang dari masa
lalunya. Lelaki bernama Haykal yang merupakan sahabat kakaknya berkenalan
dengan Nada di Maroko dan membuat gadis itu penasaran dengan lelaki tersebut.
Tak pernah ada lelaki lain yang sanggup membuat Nada jatuh cinta. Tapi Haykal
adalah pengecualian. Mereka berdua seperti kucing dan anjing yang saling
bertengkar ketika bertemu tapi tetap saja berjalan beriringan selama perjalanan
traveling di Maroko.
Kini
Nada berharap bisa bertemu dengan si pangeran Maroko Kw di kota biru. Namun,
kedatangan Noemie Anderson, gadis yang menjadi rekan sesama model dan partner
bisnis pembangunan hotel dengan Haykal membuat Nada ditikam rasa cemburu. Gadis
itu tak mau mendekat dengan kentara dan sering menghindar jika melihat
kedekatan Haykal dan Noemie. Tak dipungkiri benih rasa suka yang dulunya hanya
sedikit mulai tumbuh perlahan dan jadi lebih intens ketika Nada menganggap
bahwa Haykal memberinya harapan. Lalu, bagaimana dengan Noemie yang ingin
memperdalam islam lewat Nada? Akankah gadis itu menjauh? Apakah Haykal bisa
memenangkan hati gadis impiannya?
***
Membaca
novel Love in Blue City sehari setelah tamat membaca Love in Marrakesh. Kisah
ini bisa dibilang klimaknya kisah cinta Nada dan Haykal. Nggak seru dong ya
kalau hanya mereka berdua yang jatuh cinta tapi nggak ada bumbu dan intrik di
antara mereka. Hahaha. Makanya kisah cintanya nggak semulus drama Korea. *eaa.
:p Ya, sebenarnya saya gemes aja lihat Haykal kok ya nyebelin banget. Wkwk.
Versi tengilnya Tristan kali ya. Untungnya dia bukan orang yang suka tepe-tepe
ke sembarang orang. Walau ngeselin juga lihat kedekatannya dengan Noemie.
"Memangnya kamu pikir aku ini semacam bidak catur yang bisa kamu pindah-pindahkan semaumu sendiri?" (hlm. 165)
Saya
ketawa waktu baca percakapan Noemie dengan Haykal yang bahas soal Islam yang toleran.
Ya, tak dipungkiri bahwa Haykal dengan pekerjaannya dan rutinitasnya yang
sehari-hari bekerja dengan para model pasti adalah ya interaksi yang intens.
Nggak hanya saling kenal tapi budaya yang erat dengan kehidupannya pun mulai
mempengaruhi gaya hidupnya. Walau dulu saya ngarepnya dia beneran jadi
laki-laki baik-baik. Tapi kok kayaknya sejak setahun terakhir perkembangan
keimanannya turun drastis. Fiuh, nggak nyangka. -_-
“Jadi, sayang itu harus diperjuangkan ya. Kalau begitu, beri aku kesempatan untuk memperjuangkan sayangmu.” (hlm. 135)
“Bila Nada yang kauinginkan, berjuanglah untuk mendapatkannya. Dan semoga kau tidak terlalu tinggi hati untuk berjuang dengan cara yang kaupulakan selama ini, yaitu dengan doa.” (hlm. 176)
Tapi
ya, saya masih nggak habis pikir kenapa Nada bersikukuh membuat segalanya jadi
terasa rumit. Dengan tetap melakoni perannya sebagai orang yang teramat baik.
Btw, saya jadi makin penasaran gimana kalau Noemie dibikin kisahnya sendiri di
novel lain. Setidaknya dia jadi punya jalan hidup sendiri untuk mengenal Islam
lebih jauh.
Bagian
paling disuka yang mana? Pas obrolan Nada berantem sama Haykal lewat telepon di
Lobi hotel, pas Nada ngobrol dengan Haykal di cafe, juga waktu Rania dan Nada
jalan-jalan di sebuah tempat deket masjid. Di situ mereka foto bertiga sama
Noemie tapi tampangnya bener-bener kayak mau ngajak ribut. Nada manyun, Rania
pengin marah, si Noemie malah ceria sendiri. Wkeke. Kebalikan banget ya.
Karakter
Nada yang childish sangat tereksplor di novel Love in Blue City ini.
Dibandingkan Love in Marrakesh, persahabatan Rania dan Nada juga lebih tergali.
Jadi makin ngerti gimana karakter kedua sohib ini. Saling ngerti kelemahan dan
kelebihan satu sama lain. Jadi Rania beneran jadi penolong selama Nada di kota
antah berantah yang jauh dari Jakarta itu. Dan tetiba Rania juga bisa jadi
orang yang bijaksana walau ceplas-ceplos juga. Seperti dalam dialog ini.
“Hidup ini indah ya, Nad... Aku tidak menyindirmu, kok. Aku mau bilang, hidup ini selalu indah kalau kita pandai bersyukur. Kalau kita ikhlas menerima skenario Tuhan, apa pun bentuknya. Kan kadang yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut Dia. Seberapa pun kita menginginkan sesuatu dan berusaha keras mendapatkannya, kalau itu mengingkari takdir, ya pasti luput...” (hlm. 192)
Oiya,
kenapa ya endingnya dibikin Si Haykal kok beda kotanya jauh banget. Saya kirain
bakalan tetap di kota biru, tapi ternyata dia pindah-pindah mulu. Dan dialog
Haykal dan Tristan di telepon bener-bener deh. Gokiilll. Cowok gitu ya kalo
becanda dan ngobrol. Bener-bener deh. Wew. ;)) Yaudah deh, 4 bintang untuk
kisah ini. Sebenernya mau kasih bintang 5, tapi ada adegan yang ehem kurang
cocok buah novel series islami. :D Overall, thanks buat pengarangnya bikin
novel seseru ini. Hehehe. Mayan bikin saya bisa ketawa sambil senyum-senyum. :P
Aku suka banget baca karyanya Irene Dyah. Setuju banget salah satu kekuatan tulisan Kak Irene itu di dialognya, seru gitu bacanya. Satu lagi nih buku Kak Irene yang cakep banget, Complicated Thing Called Love. Gila deh, segitu banyak tokoh dan kompleksitas cerita, Kak Irene masih hisa fokus untuk mengembangkan cerita tiap2 tokoh sampai titik maksimal. Meski aku lebih tertarik sama tokoh-tokoh lain yaitu tenen2nya tokoh utama sih hihihi. Dan yang aku suka lagi, deskripsi latar tempat Kak Irene itu top banget. Parah. Btw buat resensi Ila, aku seneng deh bacanya. Berasa lagi diajak ngobrol, banyak becanda dan ketawanya :D
BalasHapusWah jadi penasaran sama watak si Nada dan haykal ini, gak kebayang seperti apa kisah cinta mereka. Dan blue city in beneran ad yah? Wah jd pengin menyelam kota Maroko :)
BalasHapusWah jadi penasaran sama watak si Nada dan haykal ini, gak kebayang seperti apa kisah cinta mereka. Dan blue city in beneran ad yah? Wah jd pengin menyelam kota Maroko :)
BalasHapusLove in Marrakech aku udah baca. Dan penasaran sama sequel novel ini. Baca resensi ini jadi ngurangin rasa penasaran. He he...
BalasHapusKalo baca novel mbak Irene, selalu suka dengan percakapan yang natural dan kadang bikin senyum senyum karena kadang kesindir. Top deh pokoknya resensinya.
(Aku sedihh) karena belum baca yg Around The World series yang 3 punya kak Irene Dyah :'( Doakan semoga di bulan 4 ntar bisa tercapai.
BalasHapusPenasaran akunya dgn nasib asmaranya Nada :(
Novel-novel kak Irene dyah selain romansanya yang 'nggak diragukan' lagi, pesan-pesan moralnya juga nggak pernah ketinggalan. Ada banyak hal yang bisa di petik setiap aku selesai membaca novel penulis satu ini :) *I Like it
Belum pernah sama sekali menikmati karya Irene Dyah. Tapi beneran, cukup terhipnotis dengan review ini, lebih lagi Love In Blue City mengangkat tema islami yang cukup menarik perhatianku, karena memang aku penyuka novel dengan olahan seperti ini, romantis namun bersekat, dalam artian selalu dibatasi dengan cara pandang islami yang cerdas. Juga banyak hal yang dapat dijadikan pembelajaran kedepan, salah satunya penggalan dialog Rania yang benar-benar bijaksana dalam memaknai hidup, hanya saja terkadang kita yang menjalani kehidupan terlalu cepat memvonis baik buruknya tanpa tahu hikmah yang terkandung dibaliknya. Top.
BalasHapusBelum pernah sama sekali menikmati karya Irene Dyah. Tapi beneran, cukup terhipnotis dengan review ini, lebih lagi Love In Blue City mengangkat tema islami yang cukup menarik perhatianku, karena memang aku penyuka novel dengan olahan seperti ini, romantis namun bersekat, dalam artian selalu dibatasi dengan cara pandang islami yang cerdas. Juga banyak hal yang dapat dijadikan pembelajaran kedepan, salah satunya penggalan dialog Rania yang benar-benar bijaksana dalam memaknai hidup, hanya saja terkadang kita yang menjalani kehidupan terlalu cepat memvonis baik buruknya tanpa tahu hikmah yang terkandung dibaliknya. Top.
BalasHapusBaca review diatas aku jadi semakin ingin membaca novel ini. Ceritanya ternyata seru dan keren banget ya. Tapi kok Nada ini karakternya childish gitu sih. Oh ya aku penasaran deh adegan apa yang membuat kak Ila tidak jadi ngasih bintang 5.
BalasHapus