Judul Buku : Madre
Pengarang : Dee
Lestari
Penerbit : Bentang
Pustaka
Terbit : 2015
Tebal : v+46 hlm.
ISBN : 978-602-291-103-6
Baca via BookMate
Resensi Buku :
Tansen
Wuisan mendapati kenyataan aneh yang ada di hadapannya. Ia diberi warisan oleh
seseorang yang tidak dikenalnya bernama Tan Sin Gie. Lelaki yang meninggalkan
banyak harta, namun memberinya sebuah warisan yang aneh tapi nyata. Sebuah
kunci untuk membuka sesuatu. Di tempat yang dibukanya itu Tansen mendapat Madre,
setoples biang bahan pembuat roti yang berusia puluhan tahun.
“Sejenak aku berharap adonan yang dipanggil Madre itu akan berubah jadi bidadari cantik atau minimal menyapa “Selamat pagi”. Namun, ia tetap diam membeku sebagaimana harusnya benda mati. Ludahku tertelan macam sebutir peria. Telah kuseberangi pulau demi seseorang yang tak kukenal, yang mewariskan kepadaku... adonan?”
Tansen
yang terbiasa hidup bebas dan tak terikat memilih untuk tetap tinggal di
Jakarta demi bisa membuat Madre hidup kembali. Pasalnya, Pak Hadi, si lelaki
tua yang ternyata mantan pegawai Tan de Bakker, justru memintanya membuat
adonan roti dari Madre. Madre diperlakukan selayaknya manusia. Yang membuat
Tansen terbahak sekaligus bingung, mengapa orang tua di hadapannya justru
merasa Tansen bisa membantunya memulihkan toko roti tua yang sudah tutup itu?
Tansen
tak sengaja bertemu dengan seorang pembaca blognya yang tertarik dengan
kisahnya tentang Madre. Gadis itu bernama Mei, perempuan kecil yang bagi Tansen
seperti peri yang berkilauan dengan aksesoris yang melingkupi dirinya. Mei
terobsesi dengan Madre hingga ingin membelinya dari Tansen. Sampai sebuah
keputusan mengubah segala takdirnya, tentang toko roti Tan de Bakker, 6 mantan
pegawai yang sudah udzur, juga tentang mimpi yang memenuhi hatinya kini. Tansen
dihadapkan pada pilihan hidup yang sungguh berbeda. Akankah ia memperjuangkan
Madre seperti para pegawai Tan de Bakker mencintainya selama puluhan tahun?
***
Novelet
Madre yang ditulis oleh Dee Lestari ini merupakan karya pertamanya yang saya
tamatkan. Sebelumnya saya pernah baca novelnya yang lain, lupa judulnya apa,
akar atau apa ya. Sayangnya karena bahasanya sulit dicerna jadi saya baca
bagian awalnya saja. Dee Lestari mampu meracik kisah unik dalam Madre hingga
bisa membius pembaca mempercayai kisah ini seperti kisah yang nyata. Kisah toko
roti yang legendaris, yang mampu bangkit lagi dari keterpurukan akibat krisis
kepemimpinan. Toko roti dengan Madre sebagai sentralnya.
Saya
baru kalau biang sebegitu hebatnya di mata para artisan (para pembuat roti yang
menggunakan cara manual). Saat zaman semakin modern, toko roti seperti Tan de
Bakker mungkin tak banyak bisa ditemui. Saya pernah ke Toko Oen dan adonan
rotinya memang seperti roti zaman dulu, tidak begitu mengembang, agak sedikit
asam, tapi mampu menampilkan kekhasannya tersendiri.
Madre
menggelitik rasa penasaran saya tentang bagaimana sebuah toko roti bisa
sedemikian berkembang hingga puluhan tahun, bahkan bertahan di tengah terpaan
zaman. Kalau di kota Tegal, ada toko Purimas yang juga sudah lama berdiri. Toko
seperti ini masih tetap bertumbuh meski dengan menampilkan kesan modern, bukan
lagi seperti toko roti tua. Dee Lestari mampu menghadirkan Madre sebagai sosok
yang unik, yang hidup meski sebenarnya ia benda mati. Saya tertawa saat membaca
pemikiran Tansen tentang Madre.
“Telah kuseberangi lautan, menemui orang-orang asing yang tiba-tiba mengobrak-abrik garis hidupku, menguak sejarah orang-orang mati yang tak mungkin bangkit lagi, dan satu-satunya yang tersisa dari rangkaian drama itu adalah satu toples adonan roti?”
Madre
yang diartikan dengan kata Ibu, mampu membuat saya tersentak saat Pak Hadi
menanyakan tentang adonan biang, Madre yang ingin dijual Tansen.
“Kenapa kamu berubah pikiran?”
“Karena sebetulnya ndak ada yang sanggup menjual ibunya.”
Madre
menjadi central yang kuat dan tak mudah dipisahkan dari hidup para tokoh di
buku ini. Meski terkesan buru-buru mengambil endingnya, tapi saya jadi makin
tahu bagaimana etos kerja seorang keturunan Tionghoa saat bekerja. Mereka
mengambil kesempatan dengan cepat dan tepat untuk sebuah dedikasi kerja yang
tidak main-main. Juga persistennya untuk menego orang soal bisnisnya yang
menurut saya sungguh di luar dugaan. Tokoh yang saya suka di buku Madre ini
adalah Tansen dengan kebebasannya, Mei dengan kegesitannya dan impiannya, juga
Pak Hadi dengan keluguan dan kesetiaannya pada Madre.
Dengar-dengar, novelet Madre karya Dee Lestari ini sudah difilmkan dan mendapat banyak penghargaan, tapi saya belum nonton. Jadi tak bisa berkomentar filmnya bagus atau nggak. Tapi, saya suka novelet Madre karya Dee
Lestari ini. Rasa humor yang berbeda bikin suasana Tan de Bakker jadi makin
asyik. Overall, 5 bintang untuk novelet ini. :D
suka banget sama buku ini, aku baca yang versi cover lawas :-D
BalasHapusSing covere opo, nduk? Covere ganti terus ki. :D
HapusSering dengar novel ini tapi blm baca. Khaatir gak abis bacanya hehe, TFS reviewnya mbak Ila :)
BalasHapusTipis banget kok, mba April. cuma 46 halaman aja. :D
HapusBuku Dewi Lestari memang buku yang tidak boleh dikatakan untuk gampang membacanya, bagaimana Dee meramu cerita yang sebenarnya sederhana dengan berbagai konflik yang kadang kita alami. Saya sudah lama memasukkan cerita ini dalam wishlist, tapi masih belum sempat membelinya. semoga tahun ini saya bisa membacanya :)
BalasHapus