Langsung ke konten utama

[Resensi Buku] Ten Years Challenge by Mutiarini

 

Judul Buku : Ten Years Challenge

Pengarang : Mutiarini

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Terbit : Cetakan Pertama, 2020

Tebal : 200 halaman

ISBN : 978-602-06-4277-2

Rating : 4/5 bintang

Baca via Gramedia Digital

 

 

Sinopsis Buku :

Agastya Renandi merasa hidupnya hancur. Pada usia 27 tahun, ia diputuskan sepihak oleh Diga, pacarnya sejak SMA. Otomatis ia juga kehilangan pekerjaannya di perusahaan milik Diga. Atya merasa sendirian dan nyaris tak punya uang sepeser pun.

Reuni SMA yang diharapkannya bisa sedikit menghibur, malah berakhir dengan buruks etelah Atya melabrak Diga yang membawa pacar baru. Atya mengalami kecelakaan dalam perjalanan pulang dari reuni. Saat membuka mata dan melihat cahaya menyilaukan, ia berpikir dirinya pasti sudah mati. Namun, ia justru mengalami hal ajaib dan mendapatkan kesempatan untuk menjalani kembali masa SMA-nya.

Atya harus memperbaiki semua kesalahan yang diperbuatnya saat remaja, ia pun berfokus mencari cara agar tidak kehilangan pacarnya yang sempurna. Namun, hidup selalu punya rencana tak terduga. Atya bimbang saat hatinya mulai terbuka pada pilihan lain yang terbentang di hadapannya.

 

Resensi Buku :

Masa sekolah putih abu-abu adalah masa sekolah yang paling menyenangkan bagi Atya. Ia memiliki segalanya. Ada Diga, pacar Atya yang setia, pengertian juga sempurna, dan geng cewe populer yang melambungkan namanya. Atya memiliki yang diinginkan oleh cewek seusianya di SMA Nasional Bandung. Apalagi Atya selalu menjadi pusat perhatian karena ikut eskul fashion yang membuatnya makin dikenal di instagram sebagai cewe fashionable.

Bagi Atya, Diga adalah segalanya. Atya menemani Diga menggapai impian-impiannya. Hingga usia 27 tahun, Atya dikejutkan dengan sebuah keputusan yang diambil Diga, ia ingin putus dari Atya. Alasannya? Atya dianggap menghambat perkembangan karir kekasihnya. Atya pun putus dan keluar dari Patronus, perusahaan yang didirikan Diga.

 

“Apa maksud kamu kita harus putus?”

“Kamu tahu maksudku, Atya. Kita nggak pernah berhenti bertengkar. Terutama setahun terakhir setelah kita kerja bareng. Kamu tahu masalah kita bukan soal kerjaan. Kamu dan aku menginginkan hal yang berbeda. Aku ingin lari dengan kecepatan penuh, dan kamu ingin santai menikmati hidup. You and I have grown apart.”

 

Sebelumnya, mereka adalah sweet couple di angkatannya. Tapi, Atya baru sadar bahwa Diga sangat perfeksionis membangun bisnisnya yang ia rintis sendiri bahkan sudah diimpikan sejak SMA. Atya dianggap mengganggu fokus Diga untuk berkembang karena Atya justru sering membuat masalah di kantor.

Masalah demi masalah muncul dalam hubungan mereka. Pertengkaran tak terelakkan lagi. Atya selalu menganggu Diga dengan permintaan menemani Atya berlibur atau hang out. Diga menyerah dengan Atya, bukan dengan impiannya; membangun Patronus menjadi perusahaan besar.

Sejak keluar dari perusahaan Diga, Atya sudah berusaha mencari pekerjaan lain, namun nihil. Ia justru ditolak oleh berbagai perusahaan. Selain itu, ia pun bertemu dengan adik kelas yang pernah dibullynya di SMA. Adik kelas itu bahkan mengingat dengan jelas perlakuan geng cewe Atya. Karma is a bitch!

Setelah 10 tahun sejak kelulusan SMA, Atya tak menyangka akan datang ke reuni tanpa Diga, dan dalam kondisi menyedihkan. Tanpa pekerjaan, uang yang mulai menipis, dan kepercayaan dirinya yang merosot drastis. Atya sedang berada di titik terendah hidupnya. Namun, Sachi, sahabat Atya sejak SMA selalu menyemangatinya untuk datang ke reuni. Sachi menganggap bahwa Atya perlu refreshing agar tidak stress karena mengurung diri di rumah sejak tidak bekerja lagi.

Siapa sangka Atya justru bertemu dengan Diga yang menggandeng Angel, pacar barunya. Atya marah dan melabrak Diga di depan teman-teman saat reuni. Atya mempertanyakan kenapa Diga langsung berpacaran dengan Angel pasca putus. Cewe ini dulu direkrut oleh Atya saat ia masih bekerja di Patronus.Atya merasa ditikam oleh mantan kekasihnya sendiri di reuni itu.


“Kamu ngerti kenapa kita putus dan itu bukan karena Angel.”

“Aku nggak ngerti. Jelasin sama aku kenapa! Diga! Kenapa?!”

“Karena kamu menghambat aku! Oke? Aku ambisius, aku tahu. Tapi aku juga tahu tujuanku baik. Aku ingin bikin bahagia orang-orang terdekatku. Sementara kamu… yang kamu pedulikan cuma dekat sama aku. Aku sibuk sedikit, kamu protes, marah-marah. Aku ingin fokus kerja, kamu sibuk ngajak aku liburan.”

“Kita harusnya saling mendukung, Atya.  Tapi, yang kamu lakukan sebenarnya Cuma bergantung sama aku. Aku rasa, kamu bahkan nggak tahu apa yang harusnya kamu lakukan dengan hidup kamu sendiri! Hubungan yang baik perlu dua orang yang sama-sama kuat, Atya. Bukan yang kuat terus-terusan menopang yang lemah. Itu bukan cinta, itu ngabisin energi.” (hlm. 31)

 

Percakapan itu terhenti saat sorotan kamera televisi mengarah ke Atya. Pertengkaran itu telah membuat Atya shock dan sedih. Setelah itu, tak ada yang menyangka, Atya justru hampir kehilangan nyawanya saat ia pulang dari reuni. Kecelakaan mobil telah membuat mobilnya hancur. Namun, seberkas sinar membuat Atya terbangun, tapi ia tak berada di rumah sakit. Ia berada di kamarnya tempo dulu, kembali ke masa putih abu-abunya. Sebuah suara membuatnya tersadar, ia harus memperbaiki kesalahan yang diperbuatnya di masa lalu, 10 tahun lalu sebelum Atya kehilangan dirinya sendiri.

Atya berjibaku dengan waktu untuk mencari tahu apa yang membuatnya kehilangan dirinya. Dulu ia sangat passionate, menekuni hobi yang membuat gairah hidupnya sangat dinamis. Namun, sejak kenal gengnya dan Diga, ia kehilangan sisi dirinya yang lain. Atya tak lagi peduli dengan impiannya. Baginya, impiannya adalah menemani sahabat dan Diga menggapai impian mereka. Impian Diga adalah juga impiannya. Itu yang membuat Atya mengambil jurusan kuliah yang sama dengan Diga. Demi bisa terus bersama dengan pujaan hatinya, ia merelakan hidupnya untuk terus menemani Diga menggapai impiannya. Hingga ia sendiri lupa, dulu ia pernah punya impiannya sendiri.

 

“Kayaknya saya terlalu focus sama orang-orang di sekitar saya. Pacar dan sahabat-sahabat saya. Apa yang mereka suka, apa ang mereka ingin raih, apa yang bisa kita lakuin bareng-bareng. Rasanya seru  sih, being part of something. Tapi kalau itu bikin lupa sama diri kita sebenarnya, nggak sehat namanya.” (hlm. 71)

 

Atya kembali ke masa putih abu-abunya, namun ia tidak boleh membuat kesalahan yang sama. Yang justu akan membuat takdir hidupnya semakin memburuk. Jadi, apa yang harus dilakukan Atya?

Perubahan demi perubahan mulai ia lakukan. Pertama, ia mengambil ekskul yang berbeda yaitu multimedia, yang kedua ia berkenalan dengan Hiro, cowo blasteran Jepang yang jago fotografi namun pendiam. Cowo itu mengajari Atya seluk beluk dunia fotografi, dunia yang masih sangat awam baginya. Yang ketiga, Atya membuat kejutan yang memusingkan sahabat-sahabatnya. Ia menjadi berbeda dari Atya yang dulu. Atya yang sekarang justru sangat anti bullying

Lalu, bagaimana dengan Diga? Apa yang akan terjadi dengan berbagai perubahan dalam diri Atya yang baru? Bagaimana takdir akhirnya memiliki dua sisi yang berbeda. Akankah Atya memperjuangkan apa yang dicarinya selama ini? Apakah ia benar bisa menemukan dirinya sendiri, passion dan impiannya, atau ia kembali menjadi Atya yang menjadikan Diga pusat seluruh dunianya?

 

***

 

Kisah putih abu-abu ini sangat kompleks dan rumit. Baru kali ini saya menemukan kisah cinta remaja yang begitu mendalam di novel Ten Years Challenge. Ide cerita yang out of the boxes ini membuat saya tercenung karena merasa related dengan ceritanya. Wow, keren! Saya penasaran gimana penulisnya bisa membuat kisah tentang time travel dan mengubah takdir yang begitu detail dan unik ini. Selain itu, setiap babnya membawa saya merasakan relfeksi hidup juga, sama seperti yang dirasakan Atya.

Ide cerita tentang kembali ke masa 10 tahun lalu itu memang terbilang bukan hal baru. Saya sudah sering menonton drama Korea dengan tema time travel, namun kisah Atya ini menurut saya sungguh patut untuk dijadikan bacaan favorit. Atya bukan saja kembali ke masa putih abu-abu untuk mengejar cintanya kembali, namun ia juga mengganti passionnya yang membuat dirinya kembali hidup dengan mimpi-mimpi yang sangat dicintainya.

Saat sudah dewasa, manusia memiliki keinginan untuk merubah takdir. Andai 10 tahun lalu bisa kembali ke masa lalu, apa kamu ingin mengubah sesuatu? Jika kamu seperti Atya, apa yang akan kamu lakukan? Tentu jika kesempatan kedua ada, kamu tak boleh menyia-nyiakannya kan?

Buat Atya, kisah masa SMA nya sangat menyenangkan. Tak ada yang tahu bahwa keputusan besar dan kecil yang diambilnya di masa lalu akan membawa pengaruh pada dirinya di masa depan. Bullying yang dulu pernah dilakukan geng Atya justru membuat citra buruk bagi Atya di masa depan. Atya kehilangan wajah di depan adik kelas yang pernah dibullynya saat tes wawancara kerja. 

Atya pun kehilangan passionnya dan menegsampingkan impiannya demi memenuhi rasa cintanya pada Diga. Padahal, Diga ingin keduanya bertumbuh, bukan hanya salah satunya. Atya dan Diga telah bersama sekian lama namun kini bersebrangan arah hidup.

 

“Kalau dia betulan cinta sama kamu, dia akan percaya dan dukung kamu sepenuhnya. Ini semua tentang kamu dan bukan dia. Kamu berhak untuk bahagia. Kamu nggak harus membuat pilihan apapun.” (hlm. 127)

 

Atya mulai membenahi hidupnya. Yang membuat saya salut justru kegigihan Atya untuk mulai bangkit dan melawan semua rasa bersalah yang muncul saat ia ada di masa lalu. Atya yang baru memberanikan diri untuk mengubah jalan takdir hidupnya. Atya yang dulu sangat bergantung pada Diga justru mengejar apa yang ingin ia miliki. Impian hidupnya yang dulu pernah ia angankan sejak kecil.

Saya banyak menemukan refleksi saat membaca dialog cerita di novel Ten Years Challenge ini. Seperti saat Atya bertemu dengan Hiro, sahabat barunya. Hiro sanggup menahan beban dirinya untuk memaafkan orang tuanya yang bercerai. Ia focus pada passion dan impiannya menjadi fotografer internasional. Padahal di masa depan, Hiro yang dulu adalah orang yang lemah. Ia ditemukan meninggal karena over dosis obat anti depresan. Sejak Hiro kecelakaan sebelum kelulusan, ia tinggal dengan ayahnya dan sepuluh tahun kemudian ia ditemukan meninggal.

Banyak dialog yang bikin saya mikir, iya juga ya. Gimana rasanya ada di posisi Atya maupun Hiro, lalu takdir berubah karena sesuatu yang kita perbuat di masa yang lain. Saat masuk lorong waktu, dunia sangat berbeda tergantung dari apa yang kita tanam. Menanam kebaikan maka akan menuai kebaikan di masa yang akan datang. Begitu pun sebaliknya, karma is real. Jangan sampe deh kaya Si Atya yang jadi salah tingkah karena sikap di masa lalu.


SMA Nasional Bandung


Btw, soal lokasi cerita, penulis membahas tentang SMA Nasional Bandung itu bukan fiktif lho. beneran ada SMA nya. Salah satu SMA swasta di Bandung, hehe. Kamu bisa napak tilas di Bandung kalau liburan ke sana ya. :D

Trus, ide tentang proposal UNESCO yang dibikin sama Hiro dan Atya itu bikin saya mikir lagi, emang iya ya? Apa yang kita sebut sebagai privilege karena kita hidup di lingkungan yang sangat support kita akan berpengaruh besar pada kesuksesan kita nanti.

Di studi kasusnya Atya dan Hiro, mereka ambil sampel 5 keluarga dengan 5 strata social dan ekonomi yang sangat berbeda. Yang secara nggak langsung juga berpengaruh di masa depan anak-anak yang dinaungi oleh keluarga tersebut. Benar bahwa perubahan besar di keluarga kurang mampu itu dimulai dari membuka akses seluas-luasnya bagi pendidikan anak-anak kurang mampu. Dengan begitu, mereka akan keluar dari lingkar kemiskinan yang menjerat mereka selama ini.

Bayangkan berapa banyak orang yang terbantu dengan dana bantuan social dan pendidikan yang tepat sasaran dari lembaga internasional seperti UNESCO. Bantuan ekonomi itu ngenanya ke orang yang butuh, bukan yang masih mampu. Wah, beneran mind blowing~

Saya ngrasain gimana perubahan lewat jalur pendidikan ini juga bikin kita lebih bersyukur hidup di lingkungan yang baik dan tidak toxic. Kebayang nggak kalau kita seperti Arik, anak keluarga pemulung yang bahkan untuk bermimpi dan berharap saja tidak berani? Berbeda dengan kasus Andrew, anak orang kaya yang orang tuanya sangat support pendidikannya. Well ya, saya takjub banget dengan detail proposal Atya dan Hiro. Ngebayangin kalau mereka berdua beneran nyari datanya sampe ke TPA. Waw, rasanya kayak amazing aja gitu.

Dan bahasan soal passion yang dikejar oleh Atya, Hiro dan Diga ini bikin saya ngerasa waw, keren banget sih kalian. Fokus sekali mencapai apa yang diinginkan. Kebayang kan gimana kalau 10 tahun lagi kita udah tahu kemana arah peta hidup kita, bakalan lebih mudah mencapai tujuan, seperti yang dialami oleh Atya dan Hiro.

“Passion mungkin mengingatkan siapa kita sebenarnya, dan apa yang ingin kita lakukan dalam hidup. Tapi, kegigihan seperti motor yang memberi  kita kekuatan untuk terus bergerak ke depan. Sedangkan niat baik, selalu memastikan bahwa apa pun yang sedang kita usahakan adalah untuk manfaat yang lebih besar.” (hlm. 190)

“Saya yakin, kita semua pernah berada dalam satu titik ketika rasanya semua upaya mengalami jalan buntu. Ketika tidak ada pintu yang terbuka setelah satu pintu tertutup. Jika boleh menambahkan berdasarkan pengalaman saya pribadi, selain passion, kegigihan dan niat baik, seseorang yang dengan tulus bersedia mendamingi kita menghadapi itu semua, akan membuat perjuangan menjadi lebih mudah.” (hlm. 190)

 

Nah, ini quote favorit saya di novel Ten Years Challenge ini.

 

“Beberapa orang tidak harus bersama untuk bisa bahagia.”

 

Overall, buat saya novel Ten Years Challenge ini bukan hanya sekadar novel young adult biasa, melainkan membawa misi pribadi dari penulisnya untuk mengubah sesuatu yang bisa kita ubah. Jadi, buat saya, novel ini worth it banget karena banyak pesan untuk anak remaja yang bisa bikin mereka tahu, mau kemana nih hidup kita 10 tahun ke depan? Nah, selamat membaca ya! ;)

Komentar

  1. Waw detail banget reviewnya. Terima kasih banyak sudah baca Ten Years Challenge. Im so touched :)

    BalasHapus
  2. Baru tadi siang kelar baca bukunya. Dan aku Setuju banget sama Argumen Argumen nya Mbak Mutiarini. Kayak ngebuka pikiran, "oh iya ya, harusnya banyak bersyukur karena aku hidup di keluarga yg support semua kebutuhan aku", "oh iya ya, jgn jgn aku jenuh gara gara Bukan passionnya lagi" huhu

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya. ^_^

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Gadis Kretek by Ratih Kumala

  Judul Buku : Gadis Kretek Pengarang : Ratih Kumala Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan Ketiga, Juli 2019 Tebal : 275 halaman ISBN : 978-979-22-8141-5re Rating : 5 bintang Genre : Novel Sastra Indonesia Harga Buku : Rp 75.000 Baca Ebook Gadis Kretek pdf di Gramedia Digital Beli novel Gadis Kretek di Shopee (klik di sini)

[Resensi Buku] Sang Keris - Panji Sukma

  Sang keris Judul : Sang Keris  Pengarang : Panji Sukma Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan Pertama, 17 Februari 2020  Tebal : 110 halaman Genre : novel sejarah & budaya ISBN : 9786020638560 Rating : 4/5 ⭐ Harga buku : Rp 65.000 Baca ebook di aplikasi Gramedia Digital ❤️❤️❤️

Resensi Buku Funiculi Funicula (Before The Coffee Gets Cold) by Toshikazu Kawaguchi

  Judul   Buku : Funiculi Funicula Judul Asli : Kohii No Samenai Uchi Ni (Before The Coffee Gets Cold) Pengarang : Toshikazu Kawaguchi Alih Bahasa : Dania Sakti Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan kedua, Mei 2021 Tebal : 224 halaman ISBN : 9786020651927 Genre : Novel Fantasi - Jepang Rating : 4/5 bintang Harga Buku : Rp 70.000 Baca via Gramedia Digital