Judul : Edo Carta -
Tales of Love From Edo Era
Pengarang : Arare
Ame
Penerbit : m&c!
(Imprint Gramedia)
Alih Bahasa :
Lidwina Surjani
Terbit : Cetakan
Pertama, 2014
ISBN :
9786022667148
Blurb :
Akankah
Okuma bisa menemukan tambatan hatinya... Kimori
Asagi
yang gigih mempertahankan kehormatan diri meski dijual oleh orangtuanya...
Kanrobai
Bocah
yang bertahan dalam badai selagi menunggu djemput kembali oleh ayah
kandungnya... Maigoshi
Kesetiaan
seorang pelayan dan cinta yang tulus seorang nona besar... Akai Sinnyo
Inilah
4 episode klasik berlatar belakang zaman Edo yang menggetarkan jiwa!
Resensi Buku :
Edo
berasal dari kata “pintu masuk ombak” dipakai sebagai nama wilayah provinsi
Musashi , yang menjadi pusat politik Jepang selama 260 tahun, mulai dari
pemerintahan Tokugawa tahun 1603 hingga menyandang nama resmi Jepang pada
tahun 1868. Kastil di Edo dipenuhi oleh pemukiman samurai bersama rakyat
jelata, total penghuni sekitar 100.000 jiwa. Kebudayaan Edo berkembang pesat,
kota ini tampil menonjol di antara kota lainnya di sisi timur Jepang.
Karuta
berasal dari kata “Carta” yang berarti produk kertas atau permainan kartu dalam
bahasa Portugis. Inti permainannya adalah merebut kartu yang diinginkan sebelum
diambil oleh lawan main. Banyak yang menjadikan permainan ini sebagai ajang
bertaruh. Permainan Karuta muncul di beragam bentuk kesenian Jepang, mulai dari
ukiran, cetakan maupun lukisan.
Dalam
komik Edo Carta – Tales of Love From Edo Era, pembaca disuguhi 4 cerita
tentang kisah hidup orang-orang yang ada di zaman Edo. Bagaimana budaya,
sejarah dan kehidupan sosial mereka ditunjukkan dalam cerita di komik ini?
Sebagai komik yang berlatar zaman Edo, kisah di komik ini termasuk unik dan
mengharukan. Jadi buat kamu yang penasaran, simak ya review komiknya di sini!
Cerita
pertama berisi tentang kisah Kimori. Kimori merupakan istilah untuk menyebut sebutir
buah yang sengaja ditinggalkan di pohonnya agar tahun depan bisa berbuah lebih
banyak lagi. Bisa juga berarti sesuatu atau seseorang yang dipilih pada saat terakhir.
Cerita
ini berkisah tentang seorang lelaki pemilik toko terbesar di Edo sedang
mencarikan suami untuk puterinya. Lelaki itu bermarga Kurokiya. Semua orang
sangat segan dengan reputasi toko dan pemiliknya. Namun, tak ada mak comblang
yang mau mengenalkan puterinya pada lelaki yang didambakan. Mak comblang itu
putus asa karena Okuma Kurokiya sangat gemuk sehingga mempengaruhi penilaian
orang terhadap dirinya.
Suatu
hari, ada segerombol lelaki yang menjaili Okuma di jalanan, lalu muncul seorang
lelaki yang membela Okuma. Okuma terkesan dengan lelaki itu hingga ia
berterimakasih dan memberikan makanan pada Kawaguchi-sama, lelaki yang
menolongnya. Okuma sering menemui lelaki itu untuk berbincang, hingga kemudian
ayahnya ingin melamar Okuma pada Kawaguchi-sama. Namun, Kawaguchi-sama justru
menghilang keesokan harinya. Hal itu membuat Okuma berlarian di jalanan dan
kemudian pingsan.
Waktu
berlalu hingga bertahun-tahun lamanya, Kawaguchi-sama yang merupakan lelaki
samurai kini kembali ke daerahnya. Orang-orang mengenalinya dari bekas luka
yang ada di wajahnya. Kawaguchi-sama ingin bertemu dengan Okuma-dono. Namun,
ayahnya mengatakan hal yang membuatnya terkejut.
“Okuma yang sekarang beda dengan Okuma yang kamu kenal dulu. Apa kamu tidak keberatan?”
“Tidak.”
Jadi,
apa yang berbeda? Orang-orang yang ada di sekitar toko mengira Okuma kini gemuk
hingga tak berani keluar rumah bertahun-tahun lamanya. Namun, ternyata Okuma
Kurokiya yang sekarang bukanlah Okuma yang dulu. Gadis gemuk itu berubah
menjadi lebih cantik karena tubuhnya menjadi kurus akibat terlalu banyak
tersedih atas kepergian Kawaguchi-sama.
Ending
ceritanya gimana?
Well
ya, endingnya bisa ditebak kan? Akhirnya, mereka menikah dan hidup bahagia. Selain
itu, Kawaguchi-sama pun masuk ke dalam marga Kurokiya. Marga Kurokiya digunakan
juga untuk menyebut keturunan dari Okuma-dono dan Kawaguchi-sama.
Sebenarnya
saya penasaran kenapa marga laki-laki yang lebih rendah strata sosialnya saat
masuk ke dalam keluarga istri justru menggunakan marga sang istri? Apakah itu
artinya marga yang digunakan harus yang paling tinggi derajatnya? Padahal
biasanya perempuan yang ikut nama keluarga suaminya ya.
Btw,
di kisah pertama ini banyak istilah di zaman Edo yang baru saya tahu,
misalnya : kue manju yang menjadi kue favorit Okuma, Ada juga istilah Daifuku
yaitu bekal makanan. Selain itu, ada juga Batamochi yang merupakan kue
dengan isian anko (anko adalah pasta kacang merah).
Oke,
kita lanjut ke kisah kedua yaa.
Kisah
kedua berisi kisah tentang seorang gadis bernama Asagi yang merupakan anak dari
lelaki samurai yang telah meninggal karena seppuku. Asagi dijual oleh orang
tuanya ke sebuah tempat hingga ia harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Asagi mendapat perlakuan tak adil ketika ia harus membuat Kanrobai sendirian
sebagai hukuman karena ia sering membuat ulah di tempat kerjanya.
Ada
yang belum tahu tentang Kanrobai? Kanrobai adalah manisan buah plum yang
dibungkus dengan daun shiso biasa dinikmati dengan jorou.
Suatu
hari, Asagi yang harus membuat Kanrobai sendirian mendengar suara aneh dari
belakang ruangan dapur. Ternyata ada suara seorang lelaki yang dihukum karena
tidak bisa membayar uang saat bertaruh. Lelaki itu diletakkan di dalam ember
dan ditutup batu besar. Ia merintih dan menangis meminta makanan. Karena kasihan,
Asagi memberinya makanan berupa buah plum yang belum matang.
Selang
waktu berlalu, Asagi sibuk dengan pekerjaannya, lalu ada seorang yang
mengatakan bahwa buah Plum yang masih mentah bisa berisi racun yang
membahayakan tubuh. Asagi langsung teringat dengan buah plum yang diberikan
pada lelaki yang dihukum di ember itu. Ia langsung berlari ke belakang dan
menemui lelaki itu. Ternyata benar, lelaki itu hampir saja kehilangan nyawa
karena keracunan buah Plum. Namun, setelah diberi air, lelaki itu sedikit
membaik.
Asagi
kembali ke ruangan kerjanya, namun Asagi bermasalah dengan orang lain hingga ia
dihukum. Apalagi ia juga membantah saat harus berurusan dengan majikannya. Itu membuat
orang-orang geram, lalu Asagi dihukum di dalam ruangan khusus.
Beberapa
jam berlalu, ada seseorang yang mencari lelaki bermarga Kurokiya. Katanya ada
anak muda yang merupakan pewaris toko Kirokiya yang terkenal itu. Lelaki itu
diminta untuk pulang. Orang-orag baru sadar bahwa lelaki yang dimaksud adalah
lelaki yang dihukum di belakang ruangan dapur.
Lelaki
itu pun dibebaskan dari hukuman. Namun, ia meminta untuk mengumpulkan semua
perempuan yang ada di sana. Barulah ia mencari di mana perempuan yang menolong dan
memberinya makanan. Ia tak tahu nama Asagi, juga wajahnya. Namun ia bisa
menemukan Asagi hanya dengan menemukan ruangan tempat hukuman dilakukan pada
Asagi. Selain itu, tangan Asagi yang sangat khas warna merah buah Plum membuat
ia mudah ditemukan.
Lelaki
itu pun akhirnya meminta Asagi untuk dibebaskan sebagai budak dan menikah
dengannya. Hingga keduanya hidup bahagia dan menjadi tuan toko yang sangat
masyhur meneruskan generasi Kurokiya. Ternyata lelaki bernama Kurokiya Mankichi
merupakan anak dari Okuma-dono dan Kawaguchi-sama. Wew, ternyata ya. Haha.
Awalnya saya kira 4 kisah dalam komik ini tak saling berhubungan. Semacam
cerita yang saling lepas begitu. Ternyata ada beberapa orang yang saling
berhubungan, meskipun tidak secara semuanya ya. Hehe
Next,
kisah ketiga merupakan kisah anak yang terlantar karena dibuang oleh ayahnya.
Dalam budaya Jepang di era Edo, dulu ada istilah Maigoshi. Jika ada orang yang
mencari anak hilang, ia akan menempelkan selebaran keterangan di Maigoshi. Kalau
orang tua anak tidak juga muncul, maka anak yang bersangkutan dianggap telah
diterlantarkan dan akan diasuh oleh pemerintah kota.
Ada
seorang anak bernama Otama yang diterlantarkan oleh orang tuanya. Ia
ditinggalkan begitu saja di suatu tempat hingga ia tidak bisa kembali ke
rumahnya. Otama dititipkan sementara di Takaji, kepala Nishikimachi. Namun,
saat adaptasi di rumah barunya, Otama merasa tidak betah karena sikap anak
lelaki bernama Shiroi yang bertindak sewenang-wenang.
Suatu
hari mereka berdua masuk ke dalam ruangan khusus penyimpanan barang berharga,
hingga sebuah barang pecah. Otama yang bukan anak kandung pun lebih memilih
menanggung hukuman agar Shiroi tidak dihukum. Sejak saat itu Shiroi menjadi
lebih baik pada Otama.
Suatu
hari, Otama menghilang dari rumah. Ia pergi ke tempat di mana ayahnya dulu
meninggalkannya. Ternyata, di sana ia tak sengaja bertemu ayahnya. Otama
mengira ayahnya benar-benar merindukannya, ternyata tidak. Otama justru akan
dijual oleh ayahnya ke seorang pedagang yang sudah bertransaksi dengan
istrinya. Istrinya yang merupakan ibu tiri Otama ingin menjual Otama agar
mendapat uang tambahan.
Di
sinilah konflik terjadi. Apakah Otama akan memilih untuk tetap bersama dengan
ayahnya yang telah menjualnya, atau ia akan kembali dengan keluarga Shiroi?
Kisah ketiga ini mengingatkanku dengan kisah bawang merah dan bawang putih.
Hanya saja bedanya di zaman Edo memang masih ada strata sosial yang membuat gap
ekonomi terasa nyata. Terutama dari golongan yang ekonominya lebih baik seperti
tuan tanah. Setiap tuan tanah memiliki budak yang dibeli dengan harga murah.
Dulu
perbudakan masih kental dan sebagian besar orang yang sudah menjadi budak akan sulit
untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Mereka tidak bisa merdeka kecuali ada
yang membeli mereka dengan harga sesuai kesepakatan dengan tuan tanah. Itulah
yang membuat Otama memilih untuk bersama dengan keluarga barunya yaitu keluarga
Shiroi yang ternyata sudah mengajukan permintaan untuk adopsi Otama sebagai
anak angkat.
Ending
kisah ini bikin saya mikir, ternyata di zaman Edo masih sangat kental dengan
perbudakan. Selain itu, kisah Otama membuat saya hampir menangis. Apalagi Otama
mengatakan hal yang membuat ayahnya tertegun saat akan berpisah.
“Ayah... ini... aku ingin makan permen ini bersama ayah di rumah. Kubawa terus kemana-mana.”
Otama
membawa permen yang diberikan oleh ayahnya, namun permen itu tidak pernah
dimakan. Ia baru sadar bahwa itu cara ayahnya untuk mengucapkan selamat tinggal
pada Otama sebelum ia meninggalkan anaknya di jalanan yang sepi. Ya, sebelum
Otama ditemukan oleh keluarga lain. Saat itu Otama ditelantarkan begitu saja.
Bahkan anak sekecil Otama bisa mengingat apa yang diucapkan oleh ibu tirinya.
Wew, sebuah kisah tragis yang bikin saya bersyukur hidup di negara yang
merdeka. Setidaknya kita sudah bebas dan merdeka untuk menentukan hidup kita
sendiri. Tidak terikat dan jadi budak orang lain.
Kisah
keempat nggak kalah seru dan miris. Tapi nggak seru ya kalau saya bahas
semuanya di sini. Intinya, empat kisah ini ada beberapa tokoh yang saling
berhubungan, ada yang tidak. Kisah keempat sebenarnya tragis juga, tentang
kisah cinta antara dua strata sosial. Yang satu dari anak tuan tanah, yang satu
merupakan pelayan alias budak di keluarga tersebut. Namun, kisah cintanya bikin
miris. Duh, nggak mau cerita lebih lanjut deh. Baca aja sendiri ya.
Saya
pikir kish cinta di zaman Edo di komik ini membuat saya banyak berpikir,
bersyukur kita sudah hidup di zaman yang lebih canggih dan strata sosial tidak
terlalu terlihat jelas. Ada gap ekonomi, namun setiap orang menjadi jiwa
merdeka. Bukan budak dan pelayan. Nggak kebayang kalau harus ada gap ekonomi sebesar itu antara tuan tanah dan
pelayan. Ya, ribet juga ya urusannya kalau udah saling jatuh cinta. Weeyy lah,
kibarin bendera putih aja. Hehe
Nah,
baca aja komiknya ya. Menurut saya komik ini cukup mencerminkan gambaran sosial
di era Edo, zaman sebelum Jepang menjadi sebuah negara. Overall, 4 bintang
untuk komik ini. Plot twistnya dapet banget deh. 😁
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya. ^_^