Langsung ke konten utama

[Resensi Buku] Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela by Tetsuko Kuroyanagi


Judul Buku : Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela
Pengarang : Tetsuko Kuroyanagi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2007
Tebal : 272 hlm
Rating : 4/5 bintang
Baca via BookMate


Resensi Buku :

Totto-chan tak pernah menyangka ia akan dilabeli anak nakal di sekolah itu. Ia dianggap anak yang sulit diatur. Berkali-kali membuka tutup laci meja sekehendak hatinya. Selalu berdiri di tepi jendela dan menanti pemusik jalanan yang dimintanya memainkan musik, juga mencoret-coret meja dengan tinta yang sulit dihapus. Totto-chan dianggap berbeda dibanding anak lainnya. Gurunya tak sanggup untuk mengurusnya lagi di sekolah. Akhirnya, mama memikirkan cara lain agar ia bisa sekolah. Totto-chan dikirim ke sebuah sekolah yang antimainstream, sekolah yang kelasnya menggunakan gerbong-gerbong kereta yang sudah tak digunakan.

Gerbong sekolah Tomoe dialihfungsikan sebagai kelas lengkap dengan perpustakaan. Di dekat aula juga ada tempat bermain anak-anak dan bisa digunakan untuk berenang. Hanya saja, di sekolah yang sudah lama berdiri itu, Totto-chan keheranan. Ia tak melihat banyak murid yang hadir di kelas. Hanya ada 50 anak dari 6 kelas yang ada. Jadi satu kelas dihuni beberapa anak saja. Anak-anak yang ada di sana juga bukan termasuk anak normal pada umumnya. Rata-rata mereka memiliki masalah pribadi hingga tidak diterima di sekolah yang normal. Misalnya, seorang anak yang cacat karena sakit polio, kakinya membentuk huruf O. Anak itu kesulitan berjalan namun sangat pandai.

Totto-chan masuk ke sekolah dan diwawancarai oleh kepala sekolah, Mr. Kobayashi. Kepala sekolahnya baik sekali. Ia mengetes Totto-chan dengan pertanyaan, “Apa yang ingin kamu ceritakan?” Dan Totto-chan pun menghabiskan 4 jam hanya untuk bercerita apa yang ia alami, rasakan dan pikirkan selama ini. Hingga kemudian ia pun dinyatakan diterima di sekolah Tomoe. Satu yang paling diingat Totto-chan dari kepala sekolahnya adalah kalimatnya yang indah, “Kau benar-benar anak baik.” Perkataan yang sangat diingat Totto-chan hingga membekas di hati dan pikirannya, bahwa ia benar-benar anak baik, bukan anak nakal seperti yang dilabelkan oleh orang dewasa di sekolahnya dulu.

“Dalam kasusku sendiri, sulit bagiku untuk mengukur betapa aku sangat tertolong oleh caranya mengatakan padaku, berulang-ulang,”Kau anak yang benar-benar baik. Kau tahu itu, kan?” Seandainya aku tidak bersekolah di Tomoe dan tidak pernah bertemu Mr. Kobayashi, mungkin aku akan dicap “anak nakal”, tumbuh tanpa rasa percaya diri, menderita kelainan jiwa dan bingung.”

Buku karangan Tetsuko Kuroyanagi ini pertama kali terbit di Jepang pada tahun 1981. Dengan judul asli 窓ぎわのトットちゃん (Madogiwa no Totto-chan), Ada 63 bab di buku yang ditulis oleh Tetsuko Kuroyanagi, sang penulis yang merupakan karakter asli Totto-chan saat kecil dulu. Ia ingat beberapa fragmen dalam hidupnya, namun ia tidak sadar bahwa ia dikeluarkan dari sekolah. Mamanya menyimpan rapat kisah tersebut hingga ia membongkar rahasia itu saat Totto-chan berusia 20 an tahun.

Sistem pendidikan yang diterapkan oleh Mr. Kobayashi di Tomoe Gakuen bukanlah sistem yang konvensional. Mulai dari tempat mereka bersekolah yang berupa bekas gerbong kereta api, murid-muridnya yang ‘unik’, makanan yang dibawa sebagai bekal yang harus terdiri dari “sesuatu dari laut dan sesuatu dari gunung”, kurikulum sekolah, hingga bagaimana mereka membentuk karakter anak sesuai dengan fitrah anak-anak yaitu bermain.

Saya kagum dengan cara kepala sekolah membuat konsep makan yang baik. “Yuk kunyah baik-baik” terdengar sederhana dilafalkan, tidak seperti lagu yang terlalu rumit diingat dan dieja. Ingatan anak-anak pun mudah menempelkan kalimat itu di kepala mereka. Sang kepala sekolah yang memiliki keahlian di bidang musik ini memahami bagaimana anak-anak bertumbuh dan berperilaku hingga menyesuaikan kurikulum dengan cara berpikir anak-anaknya.

Cara sang kepala sekolah menerapkan sistem sekolah yang unik ini bikin saya suka. Seperti bagaimana agar anak tidak takut dengan hantu lewat permainan “Menangkap hantu di kuil dan kuburan” Saat membacanya saya cekikikan karena lucu mengingat anak-anak yang menjadi hantu justru takut dan pulang tanpa hasil. Hahaha. Benar-benar sebuah pengalaman yang menakjubkan bagi mereka. :p Ini semua karena nasihat kepala sekolah dan guru yang mengatakan bahwa jika mereka takut mereka tak perlu menyelesaikan rute hingga ke kuburan, langsung boleh kembali ke sekolah. Dan itulah yang membuat anak-anak yang berperan jadi hantu takut setengah mati di kuburan. Sampai harus dijemput oleh guru karena semua anak sudah kembali ke sekolah. Wkwk.

Ada juga kejadian lucu waktu Totto-chan bersikeras ingin membeli kulit kayu kesehatan karena iming-iming dari sales di stasiun kereta api dekat sekolahnya. Ia pun meminjam uang dari kepala sekolah untuk membeli kulit kesehatan yang sebenarnya tak berkhasiat apa-apa. Ya, segitu polosnya tingkah Totto-chan yang periang, cerdik juga penuh rasa ingin tahu. Kadang rasa ingin tahunya membahayakannya seperti saat ia menyelundup ke bawah ladang yang ada kawatnya. Sampai roknya robek setiap hari. Juga saat Totto-chan melakukan hal ajaib seperti menyerok semua kotoran di pembuangan air demi mencari dompetnya yang hilang. Heran juga kenapa mamanya bisa sesabar itu. :p Mungkin kalau saya udah kepikiran kenapa anaknya aneh begitu. xD *elus-elus jidat*

Ada juga kejadian sedih saat Rocky, anjing Totto-chan menghilang. Rasa sedihnya menjalar hingga saya ikut meneteskan air mata. Tak banyak anak-anak yang bisa bersahabat dengan hewan sebagaimana Totto-chan bermain bersama Rocky. Baginya, anjing itu sahabatnya yang bisa ia ajak bercerita kapanpun. Rocky juga ikut mengantar ke stasiun setiap kali Totto-chan akan ke Tomoe Gakuen.

Ada juga masa-masa suram saat kehidupan sedemikian menyedihkan bagi anak-anak Jepang. Saat pecah Perang Pasifik hingga membuat sebagian besar pemuda dan laki-laki dewasa dikirim ke medan perang demi membela negaranya. Kesedihan membayang di pelupuk mata saat satu persatu berita kematian datang, tapi anehnya anak-anak menanggapinya dengan sikap yang polos seperti saat seorang anak justru menawarkan sesuatu yang membuat kepala sekolah terhenyak, “Aku akan membawa kue pemakaman yang banyak dan enak” karena menganggap bahwa kue-kue sesaji itu memang lezat.

Kesedihan juga terjadi saat sekolah Tomoe luluh-lantak terkena bom hingga akhirnya tidak bisa didirikan lagi. Kepala sekolah ingin membangun sekolah yang serupa dengan Tomoe, namun ia harus memiliki dana yang besar, juga waktu yang banyak untuk memulainya kembali. Sistem pendidikan non konvensional yang diterapkannya kini bisa dilihat di homeschooling yang membolehkan anak untuk belajar dengan caranya sendiri. Apa yang ia sukai boleh dikerjakan lebih dulu. Jadi minat anak pada pelajaran bisa terus ditumbuhkan hingga mereka bisa menghabiskan hari-hari di sekolah dengan nyaman dan tidak membosankan. Sekolah jadi menyenangkan sekali, apalagi sesi berenang, bercocok tanam dan makan siang. 

Pertanyaannya sekarang adalah apakah sekolah sejenis Tomoe Gakuen akan bisa dibangun di tengah badai pendidikan? Sekolah konvensional lebih mudah diterima di masyarakat dibanding sekolah sejenis Tomoe Gakuen. Jika ada sekolah seperti sekolah Tomoe Gakuen, maka akan sulit membangun sistemnya. Anak-anak harus ditangani oleh guru setidaknya 1 guru mengurus paling banyak 5 orang agar lebih efisien. Seperti yang dilakukan oleh Tomoe Gakuen. Sekolah dengan jumlah anak-anak yang sedikit lebih memungkinkan kepala sekolah untuk memonitor pendidikan yang sudah dijalankan oleh anak tersebut. Jadi kalau ada yang kurang, evaluasi bisa dilakukan.

Seperti saat Mr. Kobayashi kecewa dengan guru yang mengajar kelas Totto-chan. Sang guru mengeluarkan kata-kata tidak patut seputar lelucon tentang fisik seorang anak yang cacat. Bagi Mr. Kobayashi yang memahami dunia anak-anak, ia ingin agar guru bisa menempatkan posisi anak cacat tetap setara dengan anak normal lainnya sehingga anak-anak tidak minder. Ya, kalau saat ini pasti sulit deh nemu kepala sekolah yang care begitu.

Kekurangannya di bagian anak-anak yang tidak pakai baju di tempat renang. Meski ada alasan mengapa Mr. Kobayashi membolehkan anak-anak untuk berenang tanpa baju tapi menurut saya kurang etis. But, overall kisahnya menyentuh hati dan membuat saya bertanya-tanya di dunia modern saat ini apakah ada sekolah yang menerapkan sistem seperti yang dianut sang kepala sekolah Tomoe Gakuen? Jika ada rasanya pasti bahagia sekali anak-anak bisa diterima sesuai dengan fitrah mereka tanpa merasa terkucil seperti saat Totto-chan melihat dunia dari balik jendela kelasnya. 

Btw, 4/5 bintang untuk novel yang diterbitkan hingga tembus 4,5 juta eksemplar buku dalam satu tahun cetakan pertamanya di Jepang.


Komentar

  1. yang berenang tanpa baju itu supaya mereka belajar perbedaan cowo-cewe ya? meski menurutku tetap aneh sih.
    Buku ini bikin aku membayangkan sekolah di atas kereta, kita bisa pilih sendiri pelajaran favorit.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan, mb. Biar yang cacat ga minder dengan bentuk tubuhnya karena ada anak yang cacat kakinya bengkok.

      Hapus
  2. Wah..dari dulu sering nih nemu judul Totto-chan, tapi nggak tertarik. Saya cuma tau ini cerita anak-anak doang. Eh..ternyata pas baca di sini..kenapa saya ikutan sedih diawal😩 "kau benar-benar anak baik." Kesannya dalem banget...
    Soal sekolah Tomoe Gakuen kok bikin sirik ya..kayaknya kalau di Indonesia ada sekolah kayak gitu seru juga😳 pelajar boleh mengerjakan apa yg dia sukai lebih dulu. Ada sesi bercocok tanam segala whoaa😁😁

    Entah kenapa tapi meskipun dikeluarin dari sekolah dan dicap anak nakal, menurutku tottochan itu anak yang istimewa..dari mulai tingkah ajaibnya itu loh, sama saya juga pasti tepok jidat liat kelakuannya😂
    Tapi berhubung ini kisah nyata...sumpah keren banget! Kapan2 saya mau cari deh😆

    BalasHapus
  3. Aku baca buku ini dulu (waktu kelas 6 SD) -btw umurku skrg 20- , pas itu cuma sempet baca setengah, bener2 nggak kesampaian karna udah keburu lulus (buku ini bertengger di rak perpus SD waktu itu) , ceritanya gimana pun aku bener2 lupa, sampe ada beberapa part yang aku inget lagi waktu baca review ini ..

    Eh, ngomong2 makasih lohh udah di review, aku jadi inget pernah baca buku ini pas SD. kalau ada rejeki lebih mau beli buku ini dan melanjutkan kisah Toto-chan yang tertunda selama bertahun-tahun dehh ...

    BalasHapus
  4. This is one of my favorite books. Sukaaaaa banget cara Mr. Kobayashi memperlakukan dan mendidik anak. Samapai Totto chan dan temannya menganggap bahwa itu sekolah terbaik dan satu-satunya sekolah yang dimilikinya. Selain itu sekolah terswbut lebih merujuk pada penerapan contoh dan praktik secara langsung. Nggak pake banyak teori samapai ada pihak yang "salah". Tapi mengena. Yaaaa, baca buku ini sempat berharap nanti anak saya akan punya sekolah seperti itu. Hehehe.

    BalasHapus
  5. Novel yg menginspirasiku untuk membuat metode yg menarik dalam hal belajar mengajar.. Totto chan kedua waktu dia udah dewasa dan menjadi relawan di daerah konflik juga sudah selesai aku baca :) Buku nya recommended bgt..
    Nice review... 😊

    BalasHapus
  6. Dulu main ke toko buku sering banget liat buku ini. Tapi sama sekali ga tertarik karena aku kira dongeng untuk anak kecil, hehe. Tapi membaca review ini membuatku tahu ternyata buku ini bukan dongeng, melainkan kisah seorang anak bernama Totto-chan dengan sekolah uniknya. Sepertinya kisahnya seru dan menginspirasi. Semoga lain kesempatan bisa membaca buku ini:)

    BalasHapus
  7. One of my fave books. I've read this book when I was on my junior high school and uni. And now, I already have my own kids^^. Baca review ini jadi kangen pengen baca lagi buku ini.

    BalasHapus
  8. Waktu baca bagian ini 👇👇

    “Dalam kasusku sendiri, sulit bagiku untuk mengukur betapa aku sangat tertolong oleh caranya mengatakan padaku, berulang-ulang,”Kau anak yang benar-benar baik. Kau tahu itu, kan?” Seandainya aku tidak bersekolah di Tomoe dan tidak pernah bertemu Mr. Kobayashi, mungkin aku akan dicap “anak nakal”, tumbuh tanpa rasa percaya diri, menderita kelainan jiwa dan bingung.”

    Aku langsung teringat adegan di sebuah novel memoar yg judulnya Yakuza Moon. Karena bantuan orang lain, kita seolah diselamatkan dari orang-orang yang lainnya lagi.

    BalasHapus
  9. Wahhh senang baca reviewnya! Bagus. Jadi tambah pengin beli. Kemarin mau beli waktu ada promo nyala43 cuma harus di-pause dulu karena mau beli novel-novel yang masih di waiting list. Hi hi. Semoga next time kebeli karena suka dengan konsep sekolahnya.

    BalasHapus
  10. ini buku favoritku banget mbak! seneng deh di-review :D dulu aku bacanya sampai nangis pas Tomoe Gakuen kebakaran *hiks* ngomong2 soal yg renang gak pake baju itu, ehm... mungkin kalo di sini emang agak gak etis ya. tapi banyak hal di buku ini yang andai diterapkan di pendidikan sekarang, pasti seru banget. aku dulu sampe ngayal belajar di gerbong kereta mbak, hahaha. pokoknya buku ini the best deh. layak dikoleksi banget!! :D

    BalasHapus
  11. Hanya mampu membaca resensinya utuk saat ini.
    Karena belum kesampaian untuk membacanya langsung.

    Dari beberapa review yang aku baca...buku ini memang masuk dalam kategori best book for parents yaa....

    Menghargai cara belajar anak dan memfasilitasinya agar menjadi karakter yang baik dalam menemukan perbedaan di antara kebanyakan.


    Sungguh menjadi orang tua tidak boleh berhenti belajar.

    BalasHapus
  12. wah aku juga sudah punay buku dan sudah baca

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya. ^_^

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Gadis Kretek by Ratih Kumala

  Judul Buku : Gadis Kretek Pengarang : Ratih Kumala Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan Ketiga, Juli 2019 Tebal : 275 halaman ISBN : 978-979-22-8141-5re Rating : 5 bintang Genre : Novel Sastra Indonesia Harga Buku : Rp 75.000 Baca Ebook Gadis Kretek pdf di Gramedia Digital Beli novel Gadis Kretek di Shopee (klik di sini)

[Resensi Buku] Sang Keris - Panji Sukma

  Sang keris Judul : Sang Keris  Pengarang : Panji Sukma Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan Pertama, 17 Februari 2020  Tebal : 110 halaman Genre : novel sejarah & budaya ISBN : 9786020638560 Rating : 4/5 ⭐ Harga buku : Rp 65.000 Baca ebook di aplikasi Gramedia Digital ❤️❤️❤️

Resensi Buku Funiculi Funicula (Before The Coffee Gets Cold) by Toshikazu Kawaguchi

  Judul   Buku : Funiculi Funicula Judul Asli : Kohii No Samenai Uchi Ni (Before The Coffee Gets Cold) Pengarang : Toshikazu Kawaguchi Alih Bahasa : Dania Sakti Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan kedua, Mei 2021 Tebal : 224 halaman ISBN : 9786020651927 Genre : Novel Fantasi - Jepang Rating : 4/5 bintang Harga Buku : Rp 70.000 Baca via Gramedia Digital Beli buku Funiculi Funicula di Gramedia.com