Judul Buku :
Tentang Kamu
Pengarang : Tere
Liye
Penerbit :
Republika
Terbit : Cetakan
pertama, Oktober 2016
Tebal : vi + 524
hlm.
ISBN : 786020822341
Rating : 4/5
bintang
Blurb:
Terima
kasih untuk kesempatan mengenalmu, itu adalah salah satu anugerah terbesar
hidupku. Cinta memang tidak perlu ditemukan, cintalah yang akan menemukan kita.
Terima
kasih. Nasihat lama itu benar sekali, aku tidak akan menangis karena sesuatu
telah berakhir, tapi aku akan tersenyum karena sesuatu itu pernah terjadi.
Masa
lalu. Rasa sakit. Masa depan. Mimpi-mimpi. Semua akan berlalu, seperti sungai
yang mengalir. Maka biarlah hidupku mengalir seperti sungai kehidupan.
Resensi Buku :
Zaman
Zulkarnaen, pengacara dari biro hukum Thompson & Co. bertempat di Belgrave Square
London, mendapat tugas untuk menyelesaikan kasus pembagian hak waris dari
seorang perempuan bernama Sri Ningsih. Sri Ningsih ditemukan meninggal di panti
jompo, Paris, meninggalkan kekayaan sebesar 1% saham di perusahaan
multinasional yang nilainya setara dengan 1 milyar poundsterling. Kekayaan Sri
Ningsih sangat besar dan masuk ke dalam daftar prioritas untuk diselesaikan
oleh Zaman karena ia harus segera menemukan ahli waris Sri. Jika tidak ada ahli
waris, maka harta peninggalan Sri akan jatuh kepada pemerintah Inggris atau
bahkan diperebutkan oleh firma hukum lainnya yang ingin merongrong kekayaan
tanpa klaim tersebut.
Belgrave Square, London |
Zaman
pun melakukan penyelidikan mulai dari panti jompo di Paris, ia bertemu dengan Aimee
petugas panti yang memberinya diary Sri Ningsih. Dari diary itu, Zaman
menelusuri kehidupan Sri Ningsih mulai dari halaman pertama diary yang menyebut
tentang sebuah tempat bernama Pulau Bangin.
Pulau
Bangin (Sumbawa) dihuni penduduk dengan profesi sebagai nelayan. Pulau ini sangat
padat penduduknya dan jadi salah satu destinasi wisata para wisatawan. Zaman
mencari seorang yang bisa mengisahkan kehidupan Sri di tahun 1940 an. Ia pun
menemukan Ode, pak tua yang menjadi tetua di kampung itu. Dulu Ode kenal baik
dengan Sri yang merupakan anak pelaut. Ayah Sri bernama Nugroho meninggal saat berlayar.
Istrinya, Nusi Maratta, ibu tiri Sri memiliki anak lelaki bernama Tilamuta. Sejak
lahir, Sri sudah tidak memiliki ibu sebab ibunya meninggal saat melahirkan
dirinya.
Pulau Bungin, tempat Sri Ningsih bertumbuh saat kecil (doc : dolandolen.com) |
Dulu
Nusi Maratta baik pada Sri Ningsih hingga anak itu kehilangan ayahnya saat
berlayar. Nusi Maratta kehilangan tumpuan hidupnya hingga ia sering memaki Sri
Ningsih dan menyuruh-nyuruh anak itu mencari uang demi menghidupi keluarganya.
Bahkan Sri tidak dekat dengan adiknya akibat bentakan ibu tirinya itu.
Sri
tumbuh menjadi gadis pendek, hitam dan gempal yang cekatan dan senang belajar.
Sebelum ayahnya meninggal ia pernah bersekolah di sekolah yang didirikan Tuan
Guru Bajang. Gurunya mengajarkan Sri bahasa Belanda dan Inggris. Keduanya menjadi
pelajaran yang kelak akan menjadikan Sri menempuh takdir yang menakjubkan,
mengelilingi dunia.
Sri
terpaksa berhenti sekolah saat ibunya marah-marah terus dan meminta ia bekerja.
Hingga tragedi menimpa Nusi Maratta. Sri dan Tilamuta pun pindah ke Surakarta
untuk melanjutkan pendidikan di madrasah Kyai Ma’sum, teman Tuan Guru Bajang,
guru Sri sebelumnya. Sri mendapatkan persahabatan yang tulus dari Nur dan mbak
Lastri. Mereka menjalin persahabatan yang erat hingga sebuah pengkhiaatan
terjadi dan membuat Sri trauma juga terpaksa meninggalkan Surakarta menuju
Jakarta.
Di
Jakarta, Sri berjibaku menempuh nasib hidupnya. Ia berhadapan dengan kerasnya
ibukota hingga membuat ia bekerja serabutan dari guru sekolah, kuli panggul,
jualan nasi goreng, rental mobil hingga mampu membuat pabrik produk toiletries
seperti sabun mandi, odol, dll. Sri paham bahwa hidup bukan hanya tentang
dirinya, tetapi juga mimpinya untuk menaklukkan ibukota, menemukan kehidupan
yang bisa membuatnya lupa dengan masa lalunya. Itu sebabnya Sri berjibaku
setiap hari bekerja dari jam 4 pagi hingga 12 malam. Demi mengumpulkan satu
per satu impiannya.
Mungkin seperti ini penampakan apartemen Sri tinggal selama 19 tahun di Little India. Bagian bawah restoran, atas untuk tempat tinggal keluarga Rajendra Khan. |
Tak
disangka, dari Jakarta, Sri menghilang ke London dan menemukan kehidupan
barunya sebagai imigran. Ia berkenalan dengan keluarga India yang memberinya
tempat tinggal murah di kawasan Little India. Sri berkenalan juga dengan Hakan,
lelaki pilihannya yang kemudian menikahinya. Episode hidup Sri bergulir hingga
ke Paris. Lalu, yang menjadi pertanyaan, apa saja yang membuat Sri menghilang
selama di London dan Paris? Mengapa ia tidak terlacak oleh sistem imigrasi? Lalu,
siapa saja ahli waris yang nantinya akan diamanahi harta oleh Sri? Zaman harus menemukan ahli
warisnya sebelum semuanya terlambat.
***
Kisah
perebutan kekayaan lazim dibahas di sinetron, tapi jika dikisahkan di novel, rasanya
baru kali ini saya membacanya. Dalam sudut pandang baru, saya melihat bahwa
hukum hak waris memang harus ditegakkan seadil-adilnya, apalagi jika ahli waris
mendapatkan kekayaan yang nilainya fantastis. Sri Ningsih, perempuan tua
berusia 70 tahun bisa memiliki pemikiran yang sungguh brilian hingga mampu
membuat skenario untuk bisa mengirimkan surat berisi permintaan penanganan hak waris
tersebut pada firma hukum Thompson & Co dan juga mengirim surat waris pada
seseorang.
Saya
awalnya mengira Sri perempuan biasa yang sudah melupakan mimpi-mimpinya dan
melupakan bahwa belajar adalah denyut nadinya sejak dulu. Nyatanya tidak. Ia
perempuan yang masih menyimpan nyala api semangat hidup lebih dari siapapun
yang ada di panti bahkan bisa merancang apa yang harus dilakukan oleh seseorang
terkadap harta kekayaannya ketika ia meninggal nanti
Sri
berani berdamai dengan luka masa lalunya. Membiarkan dirinya siap menyambut
hidup yang lebih baru. Lebih hidup dan berlimpah kebahagiaan di antara
teman-temannya. Kehidupan Sri yang semacam ini membuat saya trenyuh sekaligus
membayangkan apa jadinya orang seperti Sri yang sejak lahir harus menjalani
kehidupan yang menyedihkan dan dilabeli “Si anak yang dikutuk”.
Ya, seolah
kesedihan dan kesialan ditimpakan berkali-kali hingga membuat episode hidupnya bergelombang
seperti pasang surutnya air laut. Saat ia mulai bahagia, justru saat itu dunia
berbalik arah padanya. Pengkhianatan, rasa sakit, kejatuhan bisnis, hingga rasa
kehilangan orang tercinta membuat Sri tabah menjalani ujian hidup.
Tidak
banyak orang yang bisa seperti Sri, tetap yakin menatap masa depan saat dunianya
luluh lantak. Namun, tekad Sri yang tercermin lewat semangatnya di surat-surat,
kartu pos, foto, dan diarynya mampu membangkitkan motivasi baru, bahkan hidup
sejatinya adalah tempat yang terbaik untuk menjalani apa yang sudah ditakdirkan
untuknya.
“Kenapa orang mudah sekali mengkhianati? Bukankah dalam hidup ini kejujuran adalah hal yang penting?” (hlm. 239)
“Jadilah seperti lilin, yang tidak pernah menyesal saat nyala api membakarmu. Jadilah seperti air yag mengalir sabar. Jangan pernah takut memulai hal baru.” (hlm. 278)
“Daripada kita sibuk bertanya kapan seorang gadis menikah, hanya membuatnya sedih, lebih baik bantu dia agar segera mendapatkan jodohnya. Itu lebih bermanfaat.” (hlm. 357)
“Ayo kita tidur. Maka semoga besok beban di hati terangkat sedikit. Tidak usah banyak, sedikit saja tidak apa. Besok, besoknya lagi, biarkan waktu menyiram semua kesedihan hingga hilang tak berbekas.” (hlm. 384)
“Aku tidak akan menangis sedih karena semua berakkhir. Aku akan tersenyum bahagia karena semua hal itu pernah terjadi.” (hlm. 412)
Bagian
paling menyedihkan saat ibu tiri Sri melakukan kekerasan padanya, baik fisik
maupun psikis. Ibu tiri Sri belum ikhlas menjalani hidup pasca kematian
suaminya. Namun itu juga mencerminkan bahwa ada masalah serius jika seorang ibu
stress dan tidak kunjung mendapatkan kehidupan yang membaik, ia bisa jadi kasar
dan hobi memaki.
Ada juga dibahas tentang mengapa kekerasan dalam rumah tangga
seringkali berakhir dengan tragis karena lingkungan membiarkan hal tersebut
terjadi karena menganggap bahwa rumah tangga orang lain sebobrok apapun tidak
perlu diusik oleh tetangga kanan kiri. Betapa itu adalah sebuah pernyataan yang
keliru, karena akan memicu kekerasan yang jauh lebih mengerikan dan hanya
tinggal menunggu waktu bom atom akan meledak di keluarga yang bermasalah.
Saya
rasa ibu Sri mengalami Baby Blues juga, bagaimana pun saat Tilamuta lahir sang
ibu tiri sudah ditinggal oleh suaminya berlayar hingga tak pernah kembali lagi.
Hingga 5 tahun kejadian itu membekas di hatinya. Seperti yang disebutkan ibu
tirinya, seharusnya dirinya menyelesaikannya dengan saling berbagi semangat
hidup dengan Sri. Berbincang seperti dulu, berkomunikasi, bukannya memaki
seolah kepedihan akan hilang jika ia melampiaskannya dengan makian.
Juga
saat pengkhianatan yang dilakukan Lastri dan Musoh atas pembantaian anggota
keluarga Kyai Ma’sum dan para santri hingga seluruh madrasah tergenang darah.
Menurut saya itu mengerikan, benar-benar sadis dan tanpa ampun. Sedemikian
besar efek dengki dan fitnah merajai hingga membuat pertumpahan darah.
Saya membayangkan betapa psikopatnya Lastri akibat kebencian yang ia tanamkan pada orang lain. Seolah
energi negatifnya tak ada habisnya, padahal orang lain sudah berdamai dengan
masa lalu. Tapi ia tidak dan justru membenamkan lukanya semakin dalam.
Ibaratnya orang terluka akan melukai, itu benar. Semakin berat lukanya maka ia
akan semakin keras melakukan pembalasan dendam yang baginya bisa jadi seumur
hidup. Benar-benar mengerikan. :’)
Btw,
soal karakter tokoh, saya paling suka dengan keluarga India, Aami dan
keluarganya, benar-benar baik hati, yang paling bikin ngakak adalah Rajendra
Khan. Duh, jadi inget iseng dan gokilnya Shahrukh Khan. :p
Kisah
cinta Hakan dan Sri juga legendaris, sangat indah dimaknai, apalagi jika
mengingat lagu “Tentang Kamu” dinyanyikan oleh teman-teman Hakan di kantor. Dan
pengorbanan Hakan untuk Sri yang begitu besar untuk beradaptasi dengannya. Saya
rasa hanya orang yang sangat tulus yang bisa membuat kisah cinta itu jadi
indah. Cinta dengan penuh keikhlasan. Bahkan meski orang yang dicintai tidak
tahu betapa besar pengorbanan yang diberikan.
“Kamu tahu, Sri. Apa yang membuat pernikahan orang tua dulu langgeng berpuluh-puluh tahun? Karena mereka jatuh cinta setiap hari pada orang yang sama. Itulah yang terjadi. Maka, kesedihan apa pun, ujian seberat apa pun, bisa dilewati dengan baik.” (hlm. 385)
Kisahnya
diceritakan dengan alur maju mundur dan beberapa kali terhenti saat membaca bab
juz yang ada di diary Sri. Pencarian ahli waris seperti memakan waktu lama.
Mungkin kalau novel ini difilmkan akan jadi 2 part film dengan masing-masing 2
jam, saking tebalnya. Haha. :D
Hanya
saja ada inkonsistensi dari segi penokohan, Sri digambarkan menjadi guru di
madrasah Kyai Ma’sum tapi saat di Jakarta fotonya dia memakai kemeja lengan
pendek. Saya jadi bertanya-tanya apa di zaman itu belum ada keinginan berjilbab
dari Sri? Atau saat itu memang Islam baru sebatas pemahaman teori dari Al Quran
saja?
Ada juga
inkonsistensi usia Sri yang disebutkan berbeda di beberapa halaman awal. Well
ya, yang terpenting timeline hidup Sri bisa dipahami dengan mudah karena ada
penggalan tulisan di diary surat dan foto-foto. Jadi saya bisa tetap
membayangkan bagaimana kisah hidup Sri hingga akhir hayatnya.
Saya
mengagumi bagaimana penulisnya melakukan riset tentang tempat-tempat tokohnya
bertumbuh, menjalani hidup dan menggapai impian. Banyak istilah ekonomi seperti
saham SPV, dll dan istilah hukum waris yang rumit tapi bisa dijelaskan dengan
bahasa yang lebih mudah dipahami. Overall, 4 bintang untuk novel ini.
Sepertinya bukunya bagus nih, apalagi tema hukum kaya gini tergolong jarang diangkat kedalam novel. keren!
BalasHapusWow resensi yang keren dari novel yang luar biasa. Terbayang riset yang dilakukan penulisnya, masalah ilmu waris rumit juga ya. Jadi pengen punya bukunya
BalasHapusaku udah baca novel ini dalam sehari mba, sukses dibawa nangis, terharu, bangga, ketawa campur aduk bagiku ini novel master piecenya Bang Tere Liye :)
BalasHapusKisah Sri Ningsih yang inspiratif banget klo menurutku dan yang keren ini satu cerita tapi bisa banyak banget setting tempatnya Sumbawa, Solo, Jakarta, London, Paris mantap
Awalnya aku mengira ini hanya tentang perasaan asmara kepada seseorang. Teryata buku ini juga menceritakan lebih kompleks ya termasuk KDRT
BalasHapusBelum lama baca novel ini dan sebelumnya saya udah baca novel rindu. Jujur aja ini novel terbaik yang pernah saya baca dan setelahnya rindu. Kisah hidup Ningsih bener-bener menyedihkan apalagi pas pondoknya diserang sama sahabatnya sendiri.
BalasHapuskagettt banget ketika baca blog ini sepertinya tak ada yg kebetulan ,mbak
BalasHapusntah cerita ttg dia ,blum akan ber berakhir dan terhenti di bab 17 karna si dia itu tidak siapp untuk memulai