Judul
Buku : Ikal dan Kapur A Ling (Seri Laskar Pelangi)
Penulis
: Dini Larasati
Terbit
: Februari 2012
Penerbit
: Bentang Belia
Tebal
: xiv + 82 halaman
ISBN
: 978-602-9397-04-8
Rating
: 3/5
Resensi Buku :
Novel remaja ini dituliskan oleh Dini Larasati. Sebenarnya,
kisah dalam buku ini adalah adaptasi dari novel Andrea Hirata berjudul Laskar
Pelangi. Kali ini versinya yang ditulis adalah versi remaja. Nah, kisah dalam
novel ini seperti yang sudah kita duga adalah kisah cinta antara Ikal dan A
Ling. Hanya saja, karena adaptasi, jadi ada beberapa bagian yang tidak sama
persis dengan buku aslinya.
Dalam novel ini dimulai dengan pengenalan tokohnya, ada
Ikal, Lintang, Mahar, Bu Mus, dll. Beberapa adalah tokoh yang sama dengan di
novel Laskar Pelangi. Hanya ada tokoh tambahan bernama Moko. Lalu, ada juga
pengenalan daerah yang merupakan setting tempatnya yaitu Belitung atau orang
biasa menyebutnya Belitong. Dari halaman ini, pembaca bisa tahu di mana letak Belitong
dan apa saja keistimewaan daerah ini.
Novel ini terdiri dari tujuh
bab. Kisah dimulai dengan cerita bahwa ada sebuah ramalan yang datang saat Ikal
lahir ke dunia. Ikal diramalkan akan jatuh cinta dengan seorang gadis yang
dekat dengannya. Di novel ini, diceritakan bahwa keluarga Ikal dekat dengan
keluarga A Ling sejak mereka masih kecil. Di bagian ini saya mengerutkan dahi,
karena gimana ya? Bukankah novel Laskar Pelangi justru memuat unsur islami
lebih banyak? Mengapa malah di bagian novel adaptasi ini ada kisah ramalan
cinta segala? Ini yang saya sayangkan. Sementara di bab lainnya penulis menulis
menggunakan bahasa-bahasa simbolis seperti penggunaan salam saat memulai
pelajaran, lalu tokoh bu Mus yang menggunakan jilbab rapat. Di sini penulis menunjukkan
bahwa novel ini adalah novel berlatar sebuah sekolah Islam, yaitu SD
Muhammadiyah.
Lalu kisah berlanjut saat Ikal
disuruh untuk membeli kapur di Toko Sinar Harapan, di toko inilah ia bertemu
dengan A Ling. Dag dig dug hati Ikal karena melihat A Ling yang ternyata
cantik. Sejak itu, ia sering menjadi relawan untuk mengambil kapur dengan
mengayuh sepeda, meski jarak sekolahnya sangat jauh dengan toko kelontong itu.
Kapur pun menjadi sebuah labirin yang membuat kisah cinta mereka jadi berwarna.
Ikal suka dengan A Ling, namun bingung mengungkapkannya. Di bayangannya selalu
ada bayang-bayang A Ling. Mahar pun sering meledek dengan memberi nyanyian
cinta pada Ikal. Padahal itu membuat Ikal makin risau dengan perasaannya. Ah,
anak muda. Janganlah suka galau ya, Nak! :p
Lalu Ikal ingin memberi sebuah
surat untuk A Ling, sayangnya takdir berkata lain. Ia tak sempat bertemu dan
patah hati. Dapatkah Ikal menyembuhkan hatinya? ;)) Ya, meski kisahnya kisah remaja,
namun karena saya sudah membaca versi aslinya jadi kerasa kurang greget saja
dengan novel ini. Apalagi bagian ramalan cinta itu yang bikin saya tanda tanya.
Heuheu. Kenapa harus ada ramalan ituuu? :p
Lalu, bagian yang saya suka saat bu Mus memberikan nasihat
pada Ikal. Begini kalimatnya :
“Kalian ini masihlah
sangat kecil. Belum waktunya memikirkan masalah cinta. Mengagumi seseorang itu
boleh, tapi tak boleh berlebihan. Lebih baik sekarang kalian sekolahlah
baik-baik. Belajarlah sungguh-sungguh. Jangan mengurusi masalah cinta agar masa
depan kalian baik. Toh, nanti kalau masa depan kalian baik, kalian juga kan
yang senang?” (halaman 77)
Ya, secara umum, saya suka kisah
ini, meski ada bagian yang membuat saya kurang sreg. Tiga bintang untuk novel
remaja ini. Terimakasih sudah mengingatkan saya tentang kisah cinta Ikal dan A
Ling ya. Sweet memories. ;)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya. ^_^