Judul Buku : Notasi
Penulis : Morra Quatro
Tebal : 294 halaman
Terbit : May 2013
Penerbit : GagasMedia
ISBN : 9789797806 (ISBN13: 9797806359)
Rating : 4/5
Rating : 4/5
Blurb :
Rasanya, sudah lama sekali sejak aku dan dia melihat pelangi di langit utara Pogung.
Namun, kembali ke kota ini, seperti menyeruakkan semua ingatan tentangnya; tentang janji yang terucap seiring jemari kami bertautan.
Segera setelah semuanya berakhir, aku pasti akan menghubungimu lagi.
Itulah yang dikatakannya sebelum dia pergi.
Dan aku mendekap erat-erat kata-kata itu, menanti dalam harap.
Namun, yang datang padaku hanyalah surat-surat tanpa alamat darinya.
Kini, di tempat yang sama, aku mengurai kembali kenangan-kenangan itu....
Resensi Buku :
Reformasi
Mei 1998 menyisakan peristiwa kelam yang akan selalu diingat seluruh anak
bangsa, bahkan meski sudah lewat 15 tahun silam. Berbagai kecamuk yang mendera
di zaman Orba saat itu, memang menjadi kengerian yang tak akan bisa
dilupakan begitu saja. Setiap orang memiliki potensi dibunuh jika tidak memihak
pada penguasa saat itu.
Reformasi
pecah saat para mahasiswa yang kecewa dengan pemerintahan akhirnya turun ke
jalan, melakukan demo besar-besaran, menuntut keadilan pada rezim Soeharto.
Termasuk salah satunya adalah Nino dan Nalia. Nino, mahasiswa Teknik Elektro. Nalia
mahasiswa kedokteran gigi. Keduanya adalah mahasiswa dari kampus ternama di Jogja,
UGM. Radio Jawara FM, milik Tehnik Elektro menjadi sarana untuk menyuarakan perlawanan pada para penguasa saat itu.
Nino
bersama dengan teman-teman BEM-nya selama ini sering berseteru dengan
mahasiswa dari fakultas kedokteran. Ini karena kedokteran dianggap sebagai
kampus yang mahal, namun dana yang cair untuk fakultas tehnik justru tersisa
sedikit. Padahal tehnik membutuhkan dana yang cukup besar untuk menjalankan
perkuliahan.
Nino
dan Nalia, keduanya dipertemukan dan
dekat karena urusan BEM yang saling berseteru memperebutkan suara pemilihan
ketua BEM Universitas. Siapa yang paling unggul di antara dua fakultas itu. Masalah
muncul ketika terjadi penembakan saat ada event karya tulis di Fakultas
Kedokteran. Salah satu karya mahasiswa yang diikutkan di event itu mengkritik
pemerintahan zaman orba yang melindas keadilan. Situasi mencekam, akhirnya
kedua kubu yang dulu berseteru, mau tak mau menyusun kekuatan dan bersatu. Demi
agar teman-teman mereka di kampus tak jadi korban.
Selanjutnya
penulis mengisahkan tentang bagaimana bayang-bayang pertempuran di reformasi
1998. Dan di sana, di antara deru kerusuhan itu, Nino dan Nalia justru saling
jatuh cinta. Nino yang pamit untuk melakukan aksi bersama teman-temannya
akhirnya tak pernah kembali, dan hanya
mengirimkan beberapa helai surat yang dia kirim untuk Nalia. Bagaimana akhir kisah
cinta Nalia dan Nino?
***
Dua
kampus yang merupakan setting dalam novel ini, dituliskan dengan detail oleh
penulisnya. Bahkan saya bisa membayangkan tempat mana saja yang menjadi latar
kejadian yang dialami para tokohnya.
Alurnya memang agak lambat di awal, saya pertama sangsi, karena memang baru
kali ini membaca novel Morra. Hanya karena temanya unik, saya pun meneruskan membacanya sampai selesai.
Morra
meriset detail kejadian di zaman reformasi bergulir. Anak cina yang
didiskriminasikan, para mahasiswa yang jadi korban penembakan gas air mata dan tembakan para sniper, toko-toko yang tutup lebih cepat karena takut dilempari batu, juga media yang dibungkam rapat seperti Tempo saat itu. Karakter
Nino yang pendiam dan cenderung meredam amarahnya dalam diam, awalnya membuat Nalia bertanya-tanya mengapa ia demikian pendiam dan tenangnya di saat yang
lain bergerak. Ternyata memang Nino adalah gambaran anak-anak orang yang dekat dengan penguasa orba
saat itu. Yang memilih diam dan bungkam karena takut ayahnya akan tahu gerak
geriknya di kampus seperti apa. Nino baru bergerak ketika ingat kisah The
Killing Jar, para capung yang mati kehabisan oksigen karena dibekap dalam stoples.
Kisah
cinta Nalia dan Nino memang terlalu cepat. Beberapa kali bertemu dan langsung
suka. Saya penasaran sama si Ve yang misterius yang ternyata mencintai Nino
lebih dulu, bertahun-tahun saat awal kuliah mereka. Kisah cinta Tengku dan
Lin Lin, gadis Tionghoa itu bikin saya senyum-senyum. Sederhana memang namun
memorable, bagaimana Lin Lin selalu menyediakan teh manis untuk berbuka Tengku,
padahal keduanya berasal dari ras dan agama yang berbeda.
Penulisnya
lebih banyak memotret sisi persahabatan, reformasi dan radio dalam novel ini.
Kisah cintanya sendiri hanya bumbu yang lebih banyak disisipkan di tengah dan
akhir cerita. Narasinya bikin merinding. Dialognya dikit sih, tapi tidak
mengurangi isi cerita. Walau endingnya ga bisa dibilang sad ending. Ending realistis ini bisa memberikan twist
yang sempurna, hingga kisahnya membekas di benak pembaca.
Btw, boleh saya tebak kenapa judulnya Notasi?
Mungkin karena ada lagu Sheila on 7 yang membuka kenangan Nalia akan sosok Nino
yang ditunggunya hingga bertahun-tahun. Meski banyak typo yang bertebaran dan bikin sepet mataku, tapi saya beri 4 bintang untuk kisah menegangkan ini. :)
Quotes
yang saya suka di novel ini :
“Bahwa saat-saat istimewa dalam hidup kita selalu datang tanpa peringatan. Seringnya kita tidak sadar ada saat-saat dalam hidup yang kemudian akan menjadi momen yang spesial, meskipun itu sedang berlangsung. Seringnya kita justru menyadarinya setelah semua berlalu.” (Halm 52)
“Bila segalanya telah berakhir.
Bila segalanya telah berakhir.
Tidak ada yang tampaknya akan berakhir.
Tidak ada. Lihat saja sekarang, bahkan setelah event selesai dan BEM fakultas-fakultas mulai berdamai. Segala hal tampak akan terus terjadi, susul-menyusul. Aku dan Nino mungkin tidak akan pernah pergi ke mana-mana seperti yang kami angan-angankan. “ (Halm 149)
“Tapi, bila revolusi tidak terjadi hari ini, pasti akan terjadi juga suatu saat nanti. Dan pada saat itu kelak, pertumpahannya, harga yang harus terbayar akan jauh lebih mahal.” (halaman 246)
aaaaaaaaaaah pinjem T_T
BalasHapusJadi ingat jaman selesai kuliah dulu Ila. Saya lulus kuliah bulan Maret 97, pas mulai krisis. saking dahsyatnya krisis waktu itu, tak ada satu pun info lowongan pekerjaan di koran2 hari Minggu di berbagai media. Tak ada satu pun undian2 berhadiah yang beriklan di tivi atau di kemasan snack. Sekarang katanya krisis, tapi masih bertaburan info lowongan, masih bertaburan pula undian2 berhadiah :D
BalasHapusHihihi ... jadi nostalgia ya ....
Keren latar belakang ceritanya ini ya ...
Bukunya bagus juga ya ?
BalasHapusSalam
Aku awal baca buku ini enak tapi lama kelamaan engga kuat trus aku skip ke ending nya T.T ahahaha
BalasHapusKarena yaampun ini maknanya daleem banget..
Jadi keingetan sama seseorang #eeh #malahcurhat hahah xD
😊
BalasHapus