“Cinta tak pernah
membebani, ia meringankan yang memilikinya.”
Mencintai seseorang yang tak sempurna adalah sebuah pengorbanan
yang besar. Butuh kelegaan hati untuk sama-sama menerima kekurangan diri.
Claire dan Alex saling jatuh cinta, namun saling memendam perasaan cinta. Cinta
dua orang yang sama-sama tak sempurna, hingga harus membuat mereka bertahan
dengan pikiran masing-masing.
Claire seorang gadis biasa, bekerja sebagai pelayan di Mark’s
Burger dekat kampus. Kadang ia bekerja bergantian shift saat ia harus masuk
kuliah. Ibunya pelacur, ayahnya seorang yang sering melakukan tindakan
kriminal. Claire yang tak tahan dengan keadaan rumah, akhirnya sering menunda
kepulangannya dari kampus. Ia sering menyendiri di lorong dekat perpustakaan
yang sepi, hingga pukul sepuluh malam. Sebab jam-jam itulah ayahnya baru pergi
dari rumah.
Alex adalah dosen kimia Claire di kuliah keperawatan. Cacat di
kakinya karena penyakit polio membuatnya harus terus bergantung dengan kursi
rodanya. Ia yang sebenarnya dikenal sebagai seorang peneliti dengan seratus
penemuan produk kimia itu sering melihat Claire sepulang dari rapat malam hari.
Alex sering melihat Claire di lorong dekat perpustakaan lama, menyendiri sampai
pukul sepuluh malam.
Cinta Alex pada Claire yang berawal dari rasa kasihan, membuat
lelaki itu mau memberikan apa pun agar Claire hidup bahagia. Alex memiliki uang
yang cukup untuk membuat ia mendapatkan apa saja yang ia inginkan. Termasuk
menyingkirkan orang-orang yang membuat hidup Claire menderita. Dengan uang ia
juga membuka perpustakaan lama kampus untuk tempat Claire sehingga gadis itu
bisa menunggu sambil membaca buku.
Hingga suatu saat, sebuah tawaran makan bersama dari Alex membuat
mereka mengenal satu sama lain. Claire yang pendiam serasa memiliki teman
berbagi, di kampus ia menjadi lebih semangat. Sayangnya, prahara dalam hidup
Claire terus saat menghantuinya. Ibunya mencuri uang beasiswanya, menjualnya
pada Markus- pemilik Mark’s Burger yang berniat memperkosanya. Juga berniat
menjual Ayu, adik kecilnya. Rumah tak lagi aman dan begitu menyeramkan untuk
Claire. Dapatkah Claire keluar dari masalahnya? Mampukah Alex membuat Claire menjadi
pendamping hidupnya? Baca saja di buku ini. :)
***
Kisah di buku ini membuat saya mengenal tulisan Adam Aksara.
Sebelum ini saya pernah melihat namanya di Goodreads
Indonesia. Meski awalnya saya mengira kalau kisah ini adalah nyata,
tapi kata pengantar Adam Aksara di halaman awal membuat saya yakin bahwa memang
buku ini based true story. Meski memang masih membingungkan juga
mana yang bagian nyata, mana yang fiksi. Setting tempat yang
disamarkan membuat saya tidak bisa menebak tempat yang digambarkan di buku ini.
Ya, tak apalah, yang terpenting pembaca bisa melihat kisah dan hikmah yang dituliskan oleh penulisnya.
Ada beberapa bagian kisah yang saya suka misalnya saat di
perpustakaan tempat Claire dan Alex berkenalan. Memang benar, kalau jarang
ada perpustakaan yang buka sampai tengah malam. Enak kali ya kalau bisa sampai
pukul sepuluh malam meski ada risikonya juga. Buku ini juga memberi gambaran
tentang tindakan kriminalitas di kalangan ekonomi bawah yang merupakan kaum
marjinal, mulai dari mabuk-mabukan, mencuri, pelacuran, hingga human
trafficking. Jalan ceritanya mirip sinetron, di mana orang kaya jatuh cinta
dengan orang biasa, lalu kemudian melakukan banyak hal agar yang ia cintai
menjadi bahagia.
Kisah cinta Claire dan Alex seakan meramu kisah-kisah cinta tragis lainnya yang sebenarnya sering kita temukan. Kalau Ti Pat Kai bilang “Beginilah
cinta, deritanya tiada akhir”, rasanya memang berlebihan. Tapi untuk dua orang
seperti Claire dan Alex, cinta yang ada tak seharusnya saling membebani. Sebab,
dalam cinta yang ada adalah sebuah kompromi, komunikasi, dan peduli yang
merupakan sebuah jembatan bagi cinta untuk masuk lebih dalam hidup orang yang
kita sayangi. Kompromi atas kekurangan diri, komunikasi tentang perasaan dan
peduli pada impian pasangan.
Bayangkan bila kamu ada di posisi Claire dan Alex yang terlambat
mengungkapkan perasaan masing-masing. Mungkin kisah itu akan membuat rasa yang
ada hanya akan menjadi rasa yang terpendam, seperti judul buku ini, “Menanti
Cinta”. Penantian yang berlangsung lama, seharusnya bisa memberi kita keyakinan
bahwa solusi kegalauan hati ada di tangan masing-masing, kan?
Quote yang saya suka :
“Saat kamu pernah dicintai begitu dalam oleh seseorang, kamu tidak
akan pernah dapat melupakannya seumur hidupmu.” (halaman 204)
“Biarlah dicintai dan mencintai dengan sepenuh hati saat waktu
masih mengizinkan. Menarilah dan nikmatilah saat senandung itu masih ada.
Karena sungguh, suatu saat nanti, waktu itu akan hilang dan hanya akan tersisa
kesepian dan penyesalan jika tersia-siakan.” (halaman 209)
Kekurangan buku ini, di halamannya yang lepas karena ternyata
jilidnya kurang kuat, ini sudah dibahas oleh penerbitnya dengan menawarkan
solusi untuk dikirimkan kembali dan ditukar dengan buku lainnya. POV yang sering berganti-ganti dari POV satu
menjadi tiga, juga membuat saya bingung di awal novel karena karakter tokohnya pun kurang terbentuk dengan gambaran yang jelas. Setelah saya sampai di akhir cerita, saya kaget dengan adanya ending yang
menjadi dua bagian. Padahal lebih menyenangkan jika endingnya satu
saja sehingga pembaca tidak dibuat bingung dengan keinginan penulis. EYD
yang masih berantakan membuat kenyamanan membaca menjadi berkurang. Misal : siapapun (siapa pun), special (spesial), mau pun (maupun), mengijinkan
(mengizinkan), diantara (di antara), di bawa (dibawa), dll.
Ya, untuk siapa pun yang sedang menanti cinta, buku ini bisa menjadi
gambaran tentang kisah yang serupa. Overall, 3 bintang untuk buku
ini. ;)
Judul
: Menanti Cinta
Penulis
: Adam Aksara
Penerbit
: Mozaik Indie Publisher
Terbit
: Februari 2014
Tebal
: 227 Halaman
ISBN
: 978-602-14972-3-4
baru baca review novel ini di blog lain via hp jadi lupa meninggalkan jejak.
BalasHapuskayanya bukan jenis romance yang kusuka, tapi malah penasaran kalau ada hal yang bikin geregetan.