Judul Buku :
Catatan Indah Untuk Tuhan
Penulis : Saptuari
Sugiharto
Penerbit : Mizania
Terbit : 2014
ISBN : 978-602-9255-91-1
Rating : 4/5
bintang
Baca via BookMate
Buku
Catatan Indah untuk Tuhan ini berisi kisah nyata yang dialami oleh mas Saptuari
Sugiharto (@saptuari), pemilik Kedai Digital dan Jogist yang sekaligus menggawangi Sedekah
Rombongan. Banyak hal-hal ajaib yang terjadi selama Mas Saptuari Sugiharto
menjalani kehidupannya, baik sebagai pebisnis maupun sebagai hamba Allah. Sebagai
refleksi, buku ini ditujukan bagi orang-orang yang sedang mencari makna hidup
dalam balutan Islam, memaknai Tauhid pada Allah dengan seyakin-yakinnya lewat
kisah yang dituangkan dalam buku ini.
Ada
15 catatan yang ditulis Mas Saptuari Sugiharto dalam buku Catatan Indah untuk
Tuhan ini. Catatan pertama berjudul “Tuhan Sepanjang Masa” mengisahkan saat mas
Saptuari berlibur bersama dengan temannya di pantai. Ia dikejar anjing hingga
berlari kencang, namun temannya tidak minat untuk berlari. Bahkan temannya
menyapa si anjing dengan membaca basmallah dan salam, lalu meminta si anjing
untuk tidak mengganggu.
“Wahai anjing, engkau juga makhluk Allah sepertiku, tenanglah. Aku datang ke sini bukan untuk mengganggumu. Kembalilah ke tempatmu.”
Sejak
itu si anjing tidak mengganggu lagi. Ada juga kejadian saat Cak Nun berdoa agar
hujan berhenti di saat ia mengisi ceramah di sebuah desa. Kejadian-kejadian itu
adalah bukti bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam yang mengurusi segala alam
raya sehingga hanya kepadaNya lah kita meminta pertolongan saat butuh, bukan
pada orang lain.
Baca juga : [Resensi Buku] Rezeki Level 9 - Andre Raditya
Catatan
yang paling saya suka saat Mas Saptuari membahas tentang kisah hidup BJ.
Habibie. Pak Habibie sangat religius dalam kesehariannya. Ia selalu
mendahulukan panggilan shalat meski saat itu ia sedang memimpin rapat. Karena
itulah, kehidupannya dimudahkan oleh Allah. Sayangnya kisah hidupnya yang
religius tidak dimunculkan di Film Habibie Ainun, justru ditampilkan di
sekuelnya yaitu film Rudy Habibie.
Ada
juga kisah mas Saptuari dalam Catatan “Para Perayu Tuhan”. Ia pernah bertemu
dengan ustad Yusuf Mansur yang saat itu sedang shalat dhuha. Beliau memperlama sujud
di akhir shalat. Setelah shalat dhuha, sang ustad menjelaskan keutamaan berdoa
pada saat sujud terakhir sebelum shalat selesai pada para jamaah yang hadir di
masjid tersebut.
“Perbanyaklah doa pada sujud terakhir karena itu sujud perpisahan kita dengan Allah. Sampaikan keinginan kita langsung pada Allah.”
Mas
Saptuari menyebutkan bahwa para kyai, ustad dan orang-orang yang dekat dengan
Tuhannya adalah para perayu Tuhan yang hadir di sisi kehidupannya. Mereka
memberi contoh bagaimana berdialog dengan Illahi Robbi dengan cara yang santun
dan mulia.
Dalam
catatan lainnya ada kisah Mas Mono, pemilik warung ayam bakar mas Mono yang
ngehits itu. Mas Mono cerita bahwa azan adalah panggilan Allah yang wajib
didahulukan dibanding aktivitas lainnya.
“Azan itu pertanda kita sedang ‘ditelepon’ Allah, disuruh menghadap. Allah kangen sama kita. Kalau dipanggil oleh yang memiliki hidup, kita cuek, apa nggak mungkin diambil semua nikmat yang sudah diberikan, seperti majikan yang mengambil ponsel sopirnya yang males-malesan?”
Saptuari
Sugiharto mengatakan bahwa Azan adalah panggilan Allah yang merindukan
hambanya mendekat padaNya. Jika Allah sudah ridha, maka apapun yang diminta
oleh kita pasti akan dikabulkan dengan mudah olehNya. Namun, karena kesombongan
kita yang lebih mementingkan dunia, maka saat azan berkumandang kita lebih
sering mendahulukan kehidupan dunia. Sehingga azan, panggilan dari Allah
berubah menjadi panggilan tak terjawab alias misscall. Jadi, manakah hamba
Allah yang memuliakan Allah dengan mendekat segera saat azan berkumandang,
itulah yang akan Allah percepat urusannya di dunia dan akhirat.
Baca juga : Api Tauhid : Memantik Gelora Perbaikan Diri
Dalam
catatan lainnya, Mas Saptuari mengisahkan Rara, anak Pak Jayadi, buruh pembuat
tahu yang mengalami kecelakaan hingga kulit tubuhnya melepuh terkena siraman
air kuah gulai di sebuah hajatan tetangganya. Sejak itu, hari-hari Rara terasa
menyedihkan karena kulitnya luka dan bernanah. Pak Jayadi merayu pada Allah
lewat kegiatannya yaitu membersihkan mushala tempatnya biasa shalat. Ia rutin
membersihkan hingga tiba-tiba keajaiban datang.
Pak
Jayadi mendapatkan bantuan dari Sedekah Rombongan agar anaknya bisa segera
ditangani di rumah sakit. Biaya yang besar kini tak jadi masalah karena sudah
ada donatur. Pak Jayadi bukanlah orang kaya, namun ia merayu pada Allah lewat
caranya yang indah, makin rajin membersihkan mushala sebelum shalat maghrib
tiba, hingga akhirnya Allah mengabulkan doanya.
“Bersama gesekan sapu dan kain pel, saya terus berdoa “Ya Allah, sembuhkanlah anakku, hanya Engkau yang mampu mengangkat semua penyakitnya. Bantu kami dengan seluruh kuasaMu, ya Allah. Saya yakin sekali ketika saya membersihkan rumah Allah, Allah pun akan membersihkan masalah saya.”
Ada
juga kisah Elang Gumilang yang menjadi pengusaha sukses. Hidupnya berubah drastis
saat ia menjadi pemenang Wirausaha Muda Mandiri bersama dengan mas Saptuari
juga namun beda di kategori pemenang. Elang punya kebiasaan unik dalam
kesehariannya.
“Alhamdulillah, saya nggak pernah bolong shalat dhuha sejak kuliah, kalau puasa Senin-Kamis saya jalankan sejak SMA. Bapak dan ibu saya nggak putus shalat tajahudnya sejak muda. Kalau ruku saya tidak lurus, tidak sempurna, ibu selalu mengingatkan.”
Elang
Gumilang yang kini membawahi 13 Perusahaan di bidang properti yang membangun
rumah bagi tempat tinggal warga kurang mampu, kini bisa menikmati hidup nyaman.
Sejak muda, ia sudah menjalankan amalan sunnah yang membuatnya dicintai Allah.
Saat ia kuliah, pernah ia tinggal 3 tahun di masjid karena rumahnya sangat
sempit sekali hingga jika ia membalikkan posisi tidur maka mukanya akan
menghadap ke motor saking sempitnya.
Sejak
itu, ia pindah ke masjid, menjaga masjid. Ia tidur di masjid, dan membersihkan
masjid hingga bisa dipakai untuk beribadah kepada Allah. Masya Allah ya. Saya
merinding pas baca cerita Elang ini. Karena catatan ‘Sang Penjaga Masjid’ ini
merupakan kisah nyata yang membuat saya yakin bahwa Allah cinta dengan
orang-orang yang memakmurkan masjid.
Ada
banyak kisah mengharukan lainnya yang membuat saya jadi ikut menitikkan air
mata, saat membaca doa-doa panjang yang dituliskan mas Saptuari, juga membaca
kisahnya saat pergi ke Mekkah. Tak ada yang lebih indah selain doa-doa panjang
untuk mengiringi kepergiannya kembali ke Indonesia sesaat setelah ia menunaikan
umroh. Saya banyak belajar dari buku Catatan Indah untuk Tuhan ini. Ada banyak
ketenangan dan kemudahan hidup saat kita menjalankan ibadah pada Allah tepat
waktu dan memperbanyak doa dalam segala urusan kita, karena Allah sang Maha
Kaya, Maha Mengabulkan Segala. Overall, 4 bintang untuk buku ini.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya. ^_^