Langsung ke konten utama

Review Buku Anak "Mary and The Trail of Tears" : Tragedi Pengusiran Suku Cherokee oleh Tentara Amerika


Judul Buku : Mary and The Trail of Tears - The Cherokee Removal Survival Story

Penulis Buku : Andrea L. Rogers 

Penerbit : Capstone Press

Terbit : 2020

Tebal : 102 halaman

ISBN : ‎978-1496587145

Usia membaca : 8-12 tahun

Grade level ‎: 4 - 6

Bahasa : Inggris

Genre buku : novel anak, fiksi sejarah

Rating buku: 5/5 🌟


Baca dan download ebook di aplikasi Libby 

Pinjam ebook pakai ecard Montgomerry County Public Libraries


❤️❤️❤️


Review Buku Anak "Mary and The Trail of Tears" : 


Bagaimana rasanya harus berjuang agar tetap hidup di masa sulit selama pengusiran suku Cherokee?


Pertanyaan ini akan terjawab setelah membaca buku berjudul Mary and The Trail of Tears. Buku anak ini menggambarkan bagaimana sulitnya bertahan di tengah tragedi pemusnahan suku Cherokee di Georgia, Amerika Serikat. 

Buku anak ini adalah sebuah kisah dramatis yang melibatkan perjalanan keluarga suku Cherokee yang terusir dari rumah mereka di Georgia oleh tentara Amerika Serikat pada Mei 1838, "Mary and The Trail of Tears" membawa kita melalui pengalaman berat seorang gadis berusia dua belas tahun bernama Mary. 


Sinopsis Buku "Mary and The Trail of Tears" : 


Suatu hari, Mary yang sedang di rumah bersama keluarganya, mendengar suara kuda dan tentara masuk ke kawasan rumah suku Cherokee. 

Belakangan, Mary mendengar kabar dari kakek dan ayahnya bahwa ada insiden pemusnahan suku  Cherokee di wilayah lain. Hal ini membuat keluarga Mary waspada. 

Tentara Amerika yang masuk ke rumah Mary memaksa mereka untuk segera pindah tanpa membawa banyak barang. 

Alasannya, presiden sudah sangat bersabar dengan penundaan perpindahan ini. Mereka diusir dan digiring ke Fort Wool di New Echota. 

Margaret, kakak Mary yang bisa berbahasa Inggris mengatakan bahwa mereka perlu mengubur mayat neneknya karena beliau baru saja meninggal akibat terjatuh di taman. Tapi, tak ada toleransi. 

Kakek Mary nekat berlari ke dalam rumah demi menemui jenazah sang istri. Tiba-tiba terdengar suara tembakan, sang kakek pun meninggal karena ditembak tentara. 


Kakek terus berlari dan menghilang ke dalam kabinnya. Dia tidak ingin meninggalkan nenekku.

Mereka telah memukul Raven dan mengikat tangannya. Kakekku kuat, tapi dia jauh lebih tua dari Raven. Aku takut mereka akan memukuli kakekku atau mencambuknya ketika kami sampai di benteng.

Kakek hanya berada di dalam rumah sesaat ketika satu tembakan senapan meledak.


Mary, ibunya, Becky, Nelly, Raven, dan Margaret harus segera pergi dengan berjalan kaki. Barang yang disimpan di keranjang diletakkan di gerobak. Becky juga membawa bebek kesayangannya, Kawonu di keranjang. Kuda-kuda milik keluarganya disita dan dijual dengan harga murah.

Saat perpindahan itulah, Mary dan keluarganya mengalami banyak hal tak menyenangkan seperti kurangnya air bersih, tempat tinggal yang seadanya, hanya dinaungi kayu yang dibentuk untuk tempat berteduh. Bahkan,Becky juga mengalami diare karena makanan dan tempat tinggal yang tak layak. 

Dari awal perpindahan paksa ini, Mary dan keluarganya terpisah dari ayahnya. Menghadapi kengerian seperti penahanan, kekerasan, penyakit, dan cuaca keras, Mary gigih bertahan dan membantu menjaga keluarga dan teman-temannya tetap bersama hingga mereka mencapai wilayah suku Cherokee yang baru di daerah Indian.


Mary Bertahan Hidup Saat Terjadi Pengusiran Suku Cherokee oleh Tentara Amerika:


Kisah ini memperlihatkan keberanian Mary yang luar biasa di tengah tantangan. Terpisah dari keluarganya dan dihadapkan pada berbagai kengerian, dia tetap gigih dan berusaha menjaga keutuhan keluarganya. 

Pembaca akan dibawa pada perjalanan yang penuh perjuangan, sementara Mary menjadi penguat bagi keluarganya. 

Selain itu, Mary juga membantu keluarga temannya yang hilang di hutan, agar segera ditemukan. Bahkan ia sampai menukar isi keranjangnya demi mendapat kabar tentang temannya. 


Realisme Sejarah Kelam Pemusnahan Suku Cherokee :

"Mary and The Trail of Tears" memberikan gambaran nyata tentang sejarah Amerika yang kelam, khususnya terkait dengan Undang-Undang Pengusiran Penduduk Asli tahun 1830. 

Kisah ini bukan hanya fiksi, tapi juga menggambarkan pengorbanan dan penderitaan yang dialami oleh komunitas suku Cherokee selama pengusiran paksa mereka.

Benua Amerika ini pernah dihuni seluruhnya oleh masyarakat adat. Lima ratus tahun kemudian, setelah penjajahan Eropa, jumlah penduduk Amerika hanya kurang dari dua persen. 

Istilah Trail of Tears atau Jejak Air Mata juga mengacu pada pemusnahan suku-suku Tenggara lainnya (Choctaw, Chickasaw, Seminole, dan Creek) yang dimulai sebelum pemusnahan suku Cherokee. 


Suku Indian Cherokee (sumber https://international.sindonews.com/read/792239/42/profil-suku-indian-cherokee-suku-muslim-penghuni-asli-benua-amerika-1654679209)


Sebelum pemindahan paksa, populasi Cherokee diyakini berjumlah sekitar 17.000 jiwa. Trail of Tears, yang berjarak sekitar 1.000 mil, mengakibatkan kematian sekitar 4.000 orang, atau 24 persen dari populasi. Sejumlah besar orang Afrika yang diperbudak dan orang kulit putih yang menikah juga tewas dalam perjalanan tersebut.

Pada tahun 1838, di bawah Presiden Martin Van Buren, suku Cherokee disingkirkan. Suku Cherokee menjadi pengungsi, diusir dari tanah air mereka di benua yang merupakan hak milik masyarakat adat dan negara mereka.


Setiap orang telah kehilangan sesuatu. Beberapa telah kehilangan segalanya. Aku memikirkan kakek dan nenekku. Aku teringat pada hewan peliharaan Ayah dan Becky, Kawonu. Aku memikirkan Tsali, yang sangat dirindukan Nelly. Kami mulai berjalan bersama lebih dari seribu orang Cherokee lainnya, dan kami telah kehilangan lebih dari lima puluh orang dari detasemen kami saja.


Materi Pendukung Nonfiksi:

Salah satu keunikan buku anak ini adalah adanya materi pendukung nonfiksi, glossarium suku kata Cherokee, dan pertanyaan respons pembaca. 

Hal ini tak hanya memberikan pengalaman membaca yang mendalam, tapi juga memberikan kesempatan bagi pembaca untuk lebih memahami konteks sejarah dan merenungkan kisah Mary dan keluarganya



Bahasa yang Mudah Dipahami:

Saat meresensi buku ini, saya juga tidak bisa melewatkan bahasa yang digunakan. Cerita ini disampaikan dengan bahasa yang santai, membuatnya lebih mudah dipahami oleh pembaca anak-anak. Pilihan kata dan narasi yang sederhana namun menyentuh hati mengundang empati dan rasa kebersamaan. Buku ini bisa dibaca oleh anak usia 8-12 tahun.

Meskipun tema yang diangkat termasuk tema yang berat, tapi penulis menggambarkan kondisi di mana situasi genting itu mampu membuat gadis seperti Mary sanhat tangguh dan pantang menyerah. 

Kesabaran Mary dan keluarganya menghadapi musibah dalam Trail of Tears ini membuat saya jadi bersyukur hidup di Indonesia saat ini, masa dimana kebebasan kita masih dihargai. 

Saya nggak kebayang kalau kita hidup di zaman yang mengerikan begitu.  Situasi The Trail of Tears ini mirip genosida yang dialami warga Gaza di Palestina. Situasi sulit yang harus membuat warga harus menyingkir ke tepian wilayah lain agar selamat. 


Kesimpulan:

"Mary and The Trail of Tears" bukan sekadar kisah fiksi biasa; ini adalah pengalaman menyentuh hati yang mengajarkan kita tentang keberanian, ketahanan, dan perjuangan sepanjang perjalanan Trail of Tears. 

Dengan menyoroti bagian gelap sejarah Amerika, buku ini membangkitkan kesadaran pembaca akan realitas tragis yang pernah dialami oleh komunitas penduduk asli. 

Sebuah kisah yang menginspirasi dan membuat saya ikut berpikir. Buku ini menggambarkan arti keadilan dan keberanian, menjelaskan bahwa sejarah kelam seperti ini tidak terlupakan dalam catatan sejarah, dan semoga tak terulang lagi  di masa depan.

Buku anak ini memang ditujukan untuk anak-anak. Kisahnya masih bisa dipahami oleh pembaca anak dengan mudah karena bahasanya yang sederhana dan alurnya yang mengharukan. 

Nah, selamat membaca ya! ❤️


Baca juga : 

Review Buku "Love in The Library": Menemukan Cinta di Tengah Penderitaan Camp Pengungsian Minidoka

Review Buku Anak "These Olive Trees" karya Aya Ghanameh

Review Buku Anak "A Visitor for Bear" Karya Bonny Becker


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Funiculi Funicula (Before The Coffee Gets Cold) by Toshikazu Kawaguchi

  Judul   Buku : Funiculi Funicula Judul Asli : Kohii No Samenai Uchi Ni (Before The Coffee Gets Cold) Pengarang : Toshikazu Kawaguchi Alih Bahasa : Dania Sakti Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan kedua, Mei 2021 Tebal : 224 halaman ISBN : 9786020651927 Genre : Novel Fantasi - Jepang Rating : 4/5 bintang Harga Buku : Rp 70.000 Baca via Gramedia Digital Beli buku Funiculi Funicula di Gramedia.com

Resensi Buku Gadis Kretek by Ratih Kumala

  Judul Buku : Gadis Kretek Pengarang : Ratih Kumala Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Terbit : Cetakan Ketiga, Juli 2019 Tebal : 275 halaman ISBN : 978-979-22-8141-5re Rating : 5 bintang Genre : Novel Sastra Indonesia Harga Buku : Rp 75.000 Baca Ebook Gadis Kretek pdf di Gramedia Digital Beli novel Gadis Kretek di Shopee (klik di sini)

[Resensi Buku] Kado Terbaik - J.S. Khairen

Judul buku : Kado Terbaik Penulis : J. S. Khairen Penerbit : Grasindo Terbit : Cetakan pertama, 2022 Tebal : 260 halaman  ISBN : 978-602-0529-332 Genre : novel remaja Rating : 5 🌟 Harga buku : Rp 89.000 Download Ebook Kado Terbaik J.S. Khairen di aplikasi Gramedia Digital Beli buku di Gramedia.com atau Shopee ❤❤❤