Judul Buku : Wesel Pos
Pengarang : Ratih Kumala
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Cetakan Pertama, Juni 2018
Tebal : 100 halaman
ISBN : 978-602-03-8711-6
Rating : 3,5/5 bintang
Baca via Gramedia Digital
Blurb Buku Wesel Pos :
Ada dua jenis orang yang hidup di Jakarta. Pertama adalah orang sakti,
mereka adalah orang yang akan bertahan hidup sebab ‘ilmu’ mereka sudah tinggi.
Kedua adalah orang sakit, yang akan mati ditelan kekalahan di kota ini. Elisa
datang ke Jakarta membawaku, sebab di atas tubuhku tertulis alamat kakaknya
yang selama ini mengiriminya uang melalui aku, si Wesel Pos. Apakah dia akan menjadi
orang sakti atau orang sakit? Sungguh tipis perbedaan menjadi sakti dan sakit.
Resensi Buku Wesel Pos :
Kehidupan keras di ibukota
Jakarta kerap menjadi bahan tulisan untuk dibahas di novel sastra. Tak ada orang
yang bisa bertahan di kota sekeras Jakarta kecuali mereka yang memiliki tekad
baja. Dengan segala keruwetannya, Jakarta tetap menjadi primadona bagi kaun
urban pendatang. Jakarta yang kesibukannya mampu membuat kita tenggelam dalam
hingar bingar kota metropolitan ini. Jakarta dengan segala keruwetannya membuat
hanya ada dua orang yang sanggup bertahan di sana ; orang sakti atau orang
sakit.
Novel Wesel Pos karya Ratih Kumala ini mengusung tema yang unik
yaitu Wesel Pos. Kegelisahan dan kegamangan tentang kehidupan Jakarta yang
keras dituturkan lewat tokoh utama yaitu secarik benda berwujud wesel pos.
Tokoh dalam novel ini memang benda mati, namun ia menjadi pewarta apa saja yang
terjadi dalam kehidupan tokoh Elisa, gadis yang mencari kakaknya di Jakarta
berbekal dengan alamat di secarik kertas wesel pos.
Wesel Pos yang dulu digandrungi
karena memudahkan orang desa atau pelosok daerah yang belum terjangkau oleh
modernisasi untuk bisa tetap menerima uang dengan lebih mudah. Namun, kini
polularitas Wesel Pos tergantikan oleh teknologi yang lebih canggih lagi. Dunia
berputar, teknologi semakin maju. Wesel pos pun kurang diminati, dan mulai
ditinggalkan oleh penggunanya.
“Aku adalah alat yang digunakan semua orang untuk mengirimkan uang. Mereka memanggilku ‘wesel pos’. Tak banyak orang yang kini menggunakan jasaku, apalagi secara berkala. Elisa adalah sedikit orang yang masih menggunakan jasaku, uang yang diterimanya setiap bulan adalah kiriman kakaknya dari Jakarta. (hlm. 2)
Jakarta memisahkan impian dengan
realita setipis kulit ari. Kenyataan dalam hidup yang kejam dialami oleh Elisa,
tokoh perempuan yang membawa secarik wesel pos ke Jakarta. Ia berasal dari
Purwodadi, daerah dekat Semarang. Gadis
lugu ini mengalami banyak hal yang sulit dinalar olehnya. Ia kecopetan saat
pertama kali datang ke Jakarta. Tasnya raib bersamaan dengan hilangnya dompet
dan kartu identitasnya. Ia melapor ke polisi, namun tak bisa menemukan tasnya.
Saat itulah ia ingin mencari gedung kantor tempat kakaknya bekerja.
“Elisa baru menyadari kebodohanny. Hanya karena ibu itu menyuruhnya ‘hati-hati’ bukan berarti dia baik. Dia bahkan mungkin sedang mengingatkan Elisa untuk hati-hati pada dirinya. Anak bodoh!” (hlm. 11)
Melihat Sudut Pandang Kaum Urban di Jakarta dari Kacamata Secarik Kertas Wesel Pos :
Lewat novel Wesel Pos ini,
penulis ingin mengajak kita untuk melihat sudut pandang lain kota Jakarta dari
kacamata secarik wesel pos. Jika selama ini kita melihat Jakarta dengan
gemerlapnya yang menakjubkan, kita bisa membaca kegelisahan yang dialami kaum
urban. Mereka yang berpindah dari daerah asal menuju Jakarta untuk mengadu
nasib. Namun terkalahkan oleh kejamnya realita yang ada di Jakarta.
“Bu… lebih baik kita tidak ngumpul. Lebih baik aku pergi jauh, tapi bisa ngasi makan semua. Ngasi makan Ibu, ngasi makan Elisa.” (hlm. 23)
Elisa mengira Ikbal, kakak
laki-lakinya masih hidup. Hingga suatu hari ia mendapati kenyataan pahit.
Kakaknya telah meninggal sejak dua tahun lalu. Elisa terheran kenapa meskipun
kakaknya sudah meninggal tapi ia dan ibunya masih rutin menerima uang yang
dikirimkan ke alamat di wesel pos itu.
Wesel Pos telah memberikan
kebahagiaan pada Elisa karena selama dua tahun keluarganya hidup berkecukupan.
Uang yang dikirimkan Ikbal lewat wesel pos tetap rutin ia terima selepas
tanggal gajian. Lalu, siapa yang mengirimkannya?
Di Jakarta pula Elisa berkenalan
dengan Fahri, lelaki baik hati yang sangat ramah. Fahri tinggal di kamar 712 lantai
7 di rusun yang sangat padat penduduk. Di sekitar kamar Fahri, ada orang dari
berbagai karakter yang memenuhi kamar-kamar sempit di rusun itu. Salah satunya
Memet, banci penghuni kamar 713, bu Hilda dan Maudy, anaknya yang menghuni
kamar lain, ada lagi kamar pojok yang dihuni oleh perempuan simpanan pejabat.
Segala desas desus apapun bisa jadi perbincangan yang hangat di kalangan
penghuni rusun. Sama halnya dengan Fahri saat ia mengenalkan Elisa sebagai
sepupunya. Orang-orang mengira ia perempuan tidak baik.
Kedekatan Fahri dan Elisa semakin
intens, namun Fahri mengalami masalah yang membawanya pada tindakan criminal.
Akankah Fahri dapat berjuang untuk keluar dari masalah rumit ini? Jawabannya
bisa kamu temukan di novel Wesel Pos ini ya.
Komentar Saya Tentang Novel Wesel Pos Karya Ratih Kumala :
Novel Wesel Pos adalah novel
kedua karya Ratih Kumala yang saya baca. Sebelumnya saya sudah membaca novel Gadis Kretek yang sangat menarik bagi saya. Novel Wesel Pos ini sangat tipis, berisi
100 halaman saja. Saya bisa membacanya hanya dalam sekali duduk karena temanya
ringan dan dikisahkan dengan tempo dan alur yang cepat dan asyik. Selain itu,
tema novel ini pun sebenarnya sudah biasa kita lihat sehari-hari dalam
kehidupan. Hanya saja, bedanya narasi novel ini dikisahkan lewat sudut pandang
secarik kertas wesel pos yang dibawa oleh Elisa, gadis kampung yang ingin
mencari kakaknya di Jakarta.
Tokoh secarik wesel pos inilah
yang mengantarkan pembaca pada adegan-adegan berikutnya hingga bab terakhir
usai. Novel Wesel Pos mengangkat realitas yang ada di ibukota Jakarta. Tentang
betapa kejamnya kota yang membuat orang kehilangan jati dirinya karena desakan
kebutuhan financial. Idealisme seseorang akan teruji di Jakarta. Bagaimana
seseorang bergaul, mencari teman, tekun bekerja, bahkan mencari lingkungan di
rumah susun pun sangat berpengaruh bagi baik tidaknya karakter orang selama
bertahan hidup di Jakarta.
Kisah perjuangan kaum urban di Jakarta membuat saya terpana sekaligus kagum dengan orang yang mampu berjuang di Jakarta yang sangat keras. Elisa yang naif dan polos ternyata merupakan gambaran kaum pendatang yang datang ke Jakarta untuk mengadu nasib. Jika nasib baik, ia bisa tinggal di Jakarta dan bekerja di sana. Namun, Jakarta meminta lebih dari yang seharusnya.
Hanya mereka yang punya tujuan hidup yang kuatlah
yang mampu bertahan di Jakarta. Hanya dua orang yang sanggup menerima kerasnya
kota metropolitan ini. Dua orang itu adalah orang ‘sakti’ yang punya koneksi
dan privilege dalam menjalani hidup yang keras di Jakarta, selain itu orang ‘sakit’
yang tetap berusaha bertahan hidup di Jakarta, meskipun babak belur dihajar takdir kehidupan.
Wesel Pos menampilkan novel
dengan karakteristik yang unik. Novel ini memberikan saya kejutan di setiap
scenenya, terutama pas adegan interaksi Elisa dengan kaum urban itu, baik saat
bertemu dengan orang tak dikenal di terminal, dengan pak polisi, dengan Fahri
saat pertama kali makan bareng, dengan Bang, juga saat ia berinteraksi dengan
tetangga-tetangga kamar Fahri.
Well ya, saya jadi kepikiran, apa
yang dipikirkan oleh orang luar negeri ya ketika tahu ternyata Jakarta tidak
seenak yang dibayangkan. Banyak kan orang yang pengin ke Jakarta, bukan hanya
orang kampung tapi juga orang luar negeri. Mereka menganggap bahwa Jakarta kota
ramah, padahal ibukota Jakarta juga bisa sangat keras menempa mental manusia
yang ada di dalamnya.
Saya paling suka karakter Elisa
yang tetap positif thinking dengan orang lain, meskipun dalam kadar tertentu
itu beda tipis dengan naif ya. Padahal harusnya Elisa bisa bersikap lebih
hati-hati saat berinteraksi dengan manusia Jakarta.
Kehidupan ala Jakarta yang dialami oleh
setiap tokohnya, baik Memet, Fahri, Elisa, bu Hilda, dll membuat saya berpikir,
apa sebenarnya yang sedang dicari oleh orang-orang itu di Jakarta? Jakarta yang
bisa bikin orang jadi ‘sakit’ dengan keganasannya. Jakarta pula yang bisa
membuat mimpi-mimpi kaum urban menjadi nyata. Saya suka novel Wesel Pos ini yang
mampu menampilkan wujud Jakarta yang sesungguhnya. Ritme novel ini juga cepat dan bikin saya bisa menghabiskannya
dalam sekejap.
Overall, 3,5 bintang dari saya untuk novel Wesel Pos karya Ratih Kumala ini. Nah, kalau kamu apa pernah punya
pengalaman seru tentang suka duka datang ke Jakarta? Share dong di komentar. :D
Quotes Favorit di Novel Wesel Pos :
"Cuma orang sakti yang bisa bertahan hidup di Jakarta."
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung ya. ^_^