Judul :
Outliers – Rahasia di balik Sukses
Penulis :
Malcolm Gladwell
Penerbit :
Gramedia
Terbit :
Cetakan keenam, Oktober 2014
Tebal : 339
halm.
ISBN :
978-979-22-4476-2
Outliers merujuk pada arti orang-orang yang melakukan hal-hal di luar
kebiasaan. Ada dua bagian yang dijabarkan oleh Gladwell dalam buku ini yaitu
kesempatan dan warisan budaya. Ada sesuatu yang sangat salah tentang cara kita
menilai sebuah kesuksesan. Kita terbiasa menilai seorang yang sukses atas dasar
kualitas pribadinya. Padahal, Gladwell menemukan kesimpulan lewat analisa
gabungan dari sisi psikologi, sosiologi dan antropologi yang mengindikasikan
bahwa topologi suatu tempat di mana seseorang tinggal menjadikan suatu
kesuksesan pada satu orang berbeda dengan orang lain.
“Tempat dan kapan kita tumbuh besar memiliki pengaruh yang cukup
besar. Kebudayaan tempat kita besar dan warisan yang diturunkan oleh para
pendahulu kita membentuk berbagai pola keberhasilan kita dalam cara yang tidak
bisa kita bayangkan. Dengan menanyakan asal usul mereka, kita bisa mengungkapkan
logika di belakang orang-orang yang meraih kesuksesan dan kegagalan.” (hlm. 18)
Seperti saat
Bill Joy mendapatkan kesempatan untuk menggunakan komputer di Computer Center Michigan
selama 24 jam penuh tanpa membayar rekening. Ia menjadi ahli karena
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membuat program. Melewati kaidah belajar
selama 10.000 jam, ia berhasil menjadi ahli, hingga program yang ia buat bisa
digunakan sampai 30 tahun kemudian. Kesuksesannya dalam bidang komputer setali
tiga uang dengan Bill Gates.
Seperti pula
yang terjadi pada perbedaan anak orang miskin dan kaya. Anak orang miskin
terbiasa dengan budaya rendah diri, sedangkan anak orang kaya terbiasa
diajarkan untuk mengungkapkan pendapat pada orang lain. Anak orang kaya
mendapatkan budaya ini dari kebiasaan mereka menghabiskan waktu selama musim
liburan dengan berinteraksi sosial bersama orang yang lebih dewasa. Mereka
menyerap kehidupan dan bertumbuh lebih baik dalam segi sosial, sehingga membuat
mereka lebih siap menghadapi kerasnya hidup. Interaksi sosial tidak lagi terasa
asing ketika mereka memasuki fase kuliah. Inilah jawaban mengapa banyak anak
jenius ber-IQ tinggi seperti Chris Langan tidak mampu keluar dari jalur
kemiskinan karena pengalaman interaksi sosial yang minim membuat ia tidak mampu
keluar dari kebiasaan saat ia kecil.
Bagian kedua
adalah warisan budaya. Warisan budaya
menempati urutan yang rumit namun menggelitik perhatian saya karena
mengungkapkan banyak hal tersembunyi. Seperti mengapa para ahli matematika
kebanyakan berasal dari Asia, mengapa budaya kehormatan diri tumbuh di kalangan
penggembala di dataran tinggi. Mengapa Korean Air mengalami kecelakaan beruntun
selama penerbangan.
Pengaruh
budaya membuat Korean Air mengalami kerugian karena kecelakaan pesawat. Korea
memiliki enam tingkatan yang berbeda untuk percakapan, bergantung pada hubungan
antara sang pembicara dan yang diajak bicara : formal, informal, terbuka,
akrab, intim, dan datar.
Budaya bahasa dan keberjarakan membuat pilot dan co-pilot mengalami ketimpangan dalam
berkomunikasi yang menyebabkan komunikasi di kokpit ketika situasi darurat jadi
tidak lugas. Ternyata, warisan budaya di mana hierarki bahasa dan sopan santun
memiliki level yang tajam masih digunakan di Korean Air. Padahal itu terjadi di
pesawat di situasi darurat. Jelas bukan waktu yang tepat untuk menggunakan
level bahasa. Inilah yang menimbulkan tingkat kecelakaan yang dialami Korean
Air tinggi dibandingkan pesawat dari maskapai negara lain. (hlm. 243)
Lain lagi
dengan para ahli matematika dari Asia lahir dan tumbuh dari tradisi pertanian.
Pertanian seperti menanam padi di Cina membuat orang yang melakukannya dalam
satu tahun penuh menjadi begitu tekun. Ketekunan dibutuhkan dalam mempelajari
matematika. Ada pula peran keteraturan penomoran di Cina, Korea dan Jepang yang
membuat anak-anak Asia bisa melakukan fungsi dasar seperti penambahan secara
logis dan cepat, dengan jauh lebih mudah dibandingkan yang menggunakan bahasa
Inggris.
Seorang ahli
menganalisa hubungan antara mengisi kuesioner yang panjang dengan nilai matematika
dalam sebuah olimpiade internasional. Dan diperoleh hasil seperti ini :
“Negara dengan siswa yang bersedia untuk berkonsentrasi, duduk cukup lama, dan memusatkan diri untuk menjawab setiap pertanyaan dalam daftar yang panjang itu adalah negara yang sama di mana siswanya sukses dalam menyelesaikan soal-soal matematika.” (hlm. 280)
Ini adalah
efek dari tradisi pertanian di Cina di mana seorang petani yang miskin, bekerja
keras, di sawah selama tiga ribu jam setiap tahunnya, mengucapkan kepada yang
lainnya kata-kata seperti, “Tidak ada
seorang pun yang bangun sebelum subuh selama tiga ratus enam puluh hari dalam
satu tahun tidak mampu membuat keluarganya kaya raya.” (hlm. 281)
Warisan
budaya menempati posisi tertinggi yang membuat kehidupan seseorang dengan orang
lain berbeda hasilnya meski ber-IQ sama.
Selain kesempatan, warisan budaya juga menjadi penopang bila kesempatan itu
tiba. Apakah siap disambut atau tidak, tergantung kita. Overall, Gladwell menyajikan cetak biru yang memikat dan provokatif
untuk memaksimalkan potensi manusia lewat buku ini. 5 bintang dari saya.
walau belum baca bukunya, tapi dari reviewnya, saya setuju dengan isi buku tersebut. latar belakang seseorang sangat mempengaruhi pola pikir dan pengabilan keputusan dalam hidupnya. tapi tetep saja ada invisible hand yang enggak bisa diabaikan, bahwa rejeki itu, kaya dan miskin, ada campur tangan Allah di dalamnya. Jadi pengen beli bukunya (kalau ada rejeki) :). TFS
BalasHapus